Senin 06 Mar 2023 13:20 WIB

Kemenkes Nilai Penerapan Cukai pada Produk Mengandung Gula Efektif Tekan Obesitas

Banyak anak mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.

Aneka minuman kemasan dipajang di rak supermarket. Minuman manis berkontribusi pada tingginya asupan gula masyarakat. Jika berlebih, itu dapat memicu obesitas.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aneka minuman kemasan dipajang di rak supermarket. Minuman manis berkontribusi pada tingginya asupan gula masyarakat. Jika berlebih, itu dapat memicu obesitas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong tindakan preventif berupa penerapan cukai pada produk mengandung Gula, Garam, dan Lemak, (GGL). Kebijakan itu dinilai efektif mendorong penerapan pola hidup sehat untuk menekan prevalensi kasus obesitas.

"Lebih bagus usulan kami ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu), agar produk GGL masuk ke dalam cukai. Itu sangat efektif," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers Peringatan Hari Obesitas Sedunia 2023 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Senin (6/3/2023).

Baca Juga

Ketentuan tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Maxi menyebut perpres itu telah ditindaklanjuti Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 yang mengatur terkait kandungan gula, garam, dan lemak pada produk makanan olahan dan siap saji.

Maxi menjelaskan asupan gula, garam, dan lemak sesuai dengan rekomendasi maksimum, yaitu gula sebanyak 50 gram per hari (4 sdm), garam sebanyak 2 gram (sdt), dan lemak sebanyak 67 gram (5 sdm). Sementara sebanyak 61,27 persen penduduk usia tiga tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari dan 30,22 persen orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1- 6 kali per pekan.

Sementara itu, hanya 8,51 persen orang mengonsumsi minuman manis kurang dari tiga kali per bulan (Riskesdas, 2018). Maxi melaporkan kasus obesitas di Indonesia meningkat signifikan dalam kurun 2007 hingga 2018 dari 10,5 persen menjadi 21,8 persen.

"Obesitas menjadi faktor risiko terhadap penyakit tidak menular, seperti diabetes, jantung, kanker, hipertensi, penyakit metabolik, dan nonmetabolik," katanya.

Obesitas juga menyumbang penyebab kematian tertinggi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, dan diabetes

Maxi mengatakan New York (AS) dan Meksiko City (Meksiko) merupakan kota di dunia yang terbilang berhasil dalam mengendalikan GGL.

Di Indonesia, menurut Maxi, aturan serupa tersebut telah diterbitkan, tapi masih memerlukan upaya penguatan peran pengawasan di masyarakat. Pengawasannya ada di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Kami ada pertemuan dengan BPOM setiap bulan terkait implementasi Permenkes ini, karena pengawasan ada di BPOM terkait standar gula, garam, dan lemak, yang perlu dipatuhi," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement