Ahad 13 Nov 2022 05:03 WIB

Ilmuwan Sebut Arktik Bisa Jadi Sumber Pandemi Berikutnya

Perubahan iklim meningkatkan risiko pandemi tiba lebih cepat.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Gambar luasan es samudera Arktik.
Foto: nasa
Gambar luasan es samudera Arktik.

REPUBLIKA.CO.ID, ARKTIK -- Saat Bumi semakin  hangat dan pencairan gletser terus berlanjut, benua Arktik bisa menjadi “tanah subur” untuk pandemi virus baru. Perubahan iklim meningkatkan risiko Ebola, influenza, atau SARS-CoV-2 berikutnya tiba lebih cepat. 

Dalam sebuah studi baru, para peneliti melihat sedimen tanah dan danau dari Danau Hazen. Hazen adalah danau terbesar berdasarkan volume di utara Lingkaran Arktik. Dengan mengurutkan segmen DNA dan RNA yang ditemukan di tanah, para ilmuwan berusaha mengidentifikasi kumpulan virus yang ada di sana.

Baca Juga

Dilansir dari Sciencealert, ilmuwan menggunakan algoritme komputer untuk mengontekstualisasikan virus dengan hewan, tumbuhan, dan inang jamur yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan analisis tim dapat mengetahui risiko limpahan virus.

Risiko limpahan virus yaitu kemampuan virus untuk membanjiri spesies inang baru dan terus menyebar. Ini mirip  seperti yang dilakukan SARS-CoV-2 dengan berpindah dari populasi hewan liar ke manusia.

“Risiko limpahan meningkat dengan limpasan dari pencairan gletser, proksi untuk perubahan iklim,” tulis para peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan.

“Jika perubahan iklim juga menggeser rentang spesies dari vektor virus dan reservoir potensial ke utara, Arktik Tinggi bisa menjadi lahan subur bagi pandemi yang muncul.”

 

Para peneliti mengatakan bahwa peningkatan limpasan gletser mengarah pada peluang virus yang lebih besar melompat ke inang eukariota. Namun, peningkatan risiko limpahan berbeda dalam sampel tanah dan sedimen danau.

Di tanah, dengan aliran lelehan glasial yang tinggi, risiko tumpahan meningkat ke titik sebelum menurun, sedangkan risiko terus meningkat pada sampel sedimen danau.

Salah satu penjelasan yang dikemukakan oleh para peneliti adalah bahwa peningkatan limpasan berarti lebih banyak bahan organik (dan organisme di dalamnya) terhanyut ke danau daripada tertinggal di darat.

"Seiring perubahan iklim, aktivitas metabolisme mikrobiosfer Arktik juga bergeser, yang pada gilirannya mempengaruhi banyak proses ekosistem seperti munculnya patogen baru," tulis para peneliti.

Arktik Tinggi yang merupakan wilayah paling utara adalah salah satu bagian dunia yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Selama beberapa dekade terakhir, sepertiga dari es musim dingin Samudra Arktik telah menghilang.

Pada saat yang sama, para ilmuwan juga memperingatkan peningkatan risiko pandemi yang disebabkan oleh banyak faktor. Tidak terkecuali aktivitas manusia yang menghancurkan habitat alami dan memaksa hewan dan manusia untuk hidup dalam jarak yang semakin dekat.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement