Senin 17 Oct 2022 09:20 WIB

Disdikpora Bantul Mendata Sekolah untuk Penggabungan

Proses pendataan sekolah juga melibatkan berbagai unsur masyarakat.

Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di ruangan kelas.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di ruangan kelas.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpor) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih melakukan pendataan terhadap sekolah-sekolah yang memenuhi kriteria untuk dilakukan regrouping atau penggabungan beberapa sekolah menjadi satu kelembagaan.

"Ini kita masih pendataan, karena juga ternyata setelah kita sampai ke yayasan, ke sekolah, juga di masyarakat masih ada yang pro dan kontra," kata Kepala Disdikpora Bantul, Isdarmoko di Bantul.

Ia mengatakan, dalam proses regrouping sekolah terutama SD diakui masih dijumpai pro dan kontra di masyarakat, artinya masih ada keberatan dari masyarakat, orang tua, meskipun jumlah siswa di sekolah wilayah itu kurang dari 10 siswa.

Oleh karena itu, dalam pendataan untuk regrouping sekolah, pihaknya juga melibatkan dari berbagai unsur masyarakat, terutama komite sekolah, dukuh atau kepala dusun, dan tokoh masyarakat sekitar.

"Ini kita cari solusi terbaik, makanya masih kita petakan, juga kita koordinasikan, dan juga melibatkan dari berbagai pihak, karena masih banyak masyarakat yang keberatan yang nyata-nyata muridnya cuma empat, tidak mau diregroup, ini yang masih menjadi pertimbangan kami," katanya.

Menurut dia, dari pemerintah daerah sendiri sebenarnya sudah ada kebijakan untuk pemerataan siswa sekolah dasar melalui proses seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi atau lingkungan sekolah pada setiap tahun ajaran baru.

"Kebijakannya sudah, karena sekarang PPDB berbasis zonasi, artinya memang dari zonasi sekitar yang ada, hanya saja ada juga daerah-daerah tertentu yang memang di sana itu padat sekolah, tetapi penduduknya juga terbatas," ujarnya.

Selain itu, ada satu wilayah yang memang jumlah sekolah terbatas, tapi usia anak sekolah banyak, sehingga itu yang juga menjadi masalah. Kemudian peta persebaran antara SD dan SMP di daerah yang sama juga beda.

"Memang untuk SD, orang tua banyak yang lebih pilih ke sekolah swasta, itu riil. Tapi ketika masuk SMP, orang tua rata rata memilih ke negeri tidak ke swasta, ini yang nanti menjadi kebijakan ketika kita nanti memberikan sosialisasi maupun juga imbauan imbauan," jelas Isdarmoko.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement