Ahad 04 Sep 2022 17:14 WIB

Ekonom: Dua Efek Dampak Kenaikan BBM

Data inflasi pada kuartal kedua sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan.

Rep: Novita Intan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).  Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku pada Sabtu 3 September 2022. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku pada Sabtu 3 September 2022. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--  Setelah polemik dan pro kontra yang berkepanjangan, akhir Presiden Joko Widodo mengumumkan kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan langsung mulai berlaku sejak diumumkan Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 wib. Harga pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000, Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6800, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan dua efek yang perlu dimitigasi secara baik oleh pemerintah dari dampak kenaikan BBM. Pertama, tertekannya daya beli dan tingkat konsumsi oleh masyarakat.

Baca Juga

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan pertumbuhan ekonomi sedang dalam tren positif dan hal ini secara signifikan ditopang oleh konsumsi masyarakat. 

“Kuartal kedua tahun ini pertumbuhan ekonomi mencapai 5,44 persen dan diproyeksikan oleh pemerintah bisa konsisten di atas lima persen secara agregat pada akhir 2022. Untuk mencapai proyeksi ini, daya beli dan konsumsi masyarakat harus terjaga dengan baik,” ujarnya kepada Republika, Ahad (4/9/2022).

Kedua, lanjut Ajib, potensi masalah tingkat inflasi. Data inflasi pada kuartal kedua sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan karena sudah menyentuh angka 4,94 persen. Dari sisi lain, proyeksi pemerintah, inflasi hanya kisaran tiga persen secara agregat sampai akhir 2022. 

“Karena inflasi ini, secara langsung akan menjadi pengurang tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebuah capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan menjadi tidak bermakna ketika inflasi juga tidak terkontrol karena secara substantif, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak naik,” ucapnya.

Dari sisi inflasi, Ajib menyebut kenaikan BBM akan memberikan dampak terhadap inflasi. Hal ini karena aspek keekonomian dan aspek psikologi pasar.

“Dalam konteks ekonomi, setiap kenaikan harga pokok produksi (HPP) akan berakibat secara langsung terhadap harga akhir barang atau jasa, sehingga harga tingkat konsumen akhir atau masyarakat akan mengalami kenaikan,” ucapnya.

“Sedangkan dalam konteks psikologi pasar, maka masyarakat yang terbebani konsumsinya karena kenaikan harga-harga, juga akan menaikkan harga produksinya, walaupun tidak ada efek secara langsung atas kenaikan HPP nya,” ucapnya.

Menariknya, kata Ajib, ketika pemerintah membuat paket kebijakan dengan menggelontorkan bantuan sosial yang langsung dicairkan pada September 2022, bansos terbagi dalam enam paket antara lain Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT Dana Desa, Kartu Pra Kerja, BLT Masyarakat, Bantuan Pokok Nontunai (BPNT) dan BLT UMKM.

“Alokasi bansos diambilkan dari dana APBN, yang bersumber dari program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN),” ucapnya. (Novita Intan)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement