Kamis 25 Aug 2022 19:03 WIB

Ironi Rumah Dinas Terbengkalai di Jakarta

Warga Jakarta kesulitan mendapat tempat tinggal

Di tengah tingginya kebutuhan rumah bagi masyarakat, justru banyak rumah dinas yang kosong. Foto ilustrasi seorang anak bermain dengan latar belakang jendela hunian sebuah rusunawa di Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Di tengah tingginya kebutuhan rumah bagi masyarakat, justru banyak rumah dinas yang kosong. Foto ilustrasi seorang anak bermain dengan latar belakang jendela hunian sebuah rusunawa di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah rumah dinas untuk jajaran pejabat di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilaporkan tidak difungsikan sebagai tempat tinggal. Sejumlah rumah dinas di Jakarta Pusat jusru berubah fungsi menjadi penyimpanan barang bekas. Bahkan, salah satu rumah dinas di Kelurahan Keramat penuh sesak dengan bangkai motor hingga barang tidak layak guna.

Di lokasi lainnya, tepatnya rumah dinas lurah Kebon Melati, Tanah Abang, salah satu rumah dinas kepemilikan Pemprov DKI juga menjadi lokasi parkir kendaraan bermotor roda tiga pengangkut sampah. Kondisi itu jelas menyisakan ironi di saat harga rumah tinggal di DKI Jakarta yang tinggi dan kian tidak terjangkau bagi masyarakat menengah bawah.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kekurangan rumah atau backlog perumahan di DKI Jakarta mencapai 1,2 juta. Kekurangan perumahan itu sulit untuk dipenuhi dengan kondisi harga perumahan tinggi sementara upah minimum di DKI tak mampu mengimbangi. Upaya untuk memenuhi kebutuhan perumahan itu dilakukan Pemprov DKI dengan membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Pada Agustus 2022 ini, Pemprov DKI meresmikan 12 rumah rusunawa yang mencakup 33 tower dan 7.421 unit dan tersebar di 12 lokasi serta empat wilayah kota Jakarta.

Warga yang ingin tinggal di rusunawa itu harus merogoh uang sewa per bulan kisaran Rp 765 ribu untuk warga umum ber-KTP DKI Jakarta, dan Rp 505 ribu untuk warga terprogram. Syarat lainnya yaitu harus terdaftar sebagai warga DKI Jakarta dibuktikan dengan KTP Elektronik dan sudah berkeluarga.

Jumlah penyediaan tempat tinggal dari rusunawa itu masih jauh dari kebutuhan 1,2 juta hunian. Selain itu, rusunawa juga hanya sebagian kecil dari realisasi RPJMD 2017-2022 yang mencanangkan pembangunan 250 ribu hunian bagi warga DKI Jakarta. Warga Jakarta masih tetap kesulitan mencari tempat tinggal.

Kondisi kesulitan itu berbanding terbalik dengan pejabat yang difasilitasi rumah dinas. Mereka memilih untuk tidak menempati fasilitas yang dibayar dari pajak warga. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menegaskan rumah dinas bukan tempat untuk menyimpan barang bekas. Pemprov DKI pun berencana melakukan evaluasi terkait abainya pendayagunaan rumah dinas tersebut. Menurut Riza, ke depannya Pemprov DKI akan meminta semua pihak bisa menggunakan rumah dinas sesuai peruntukannya.

Rumah dinas sejatinya menjadi fasilitas untuk memudahkan para pejabat. Jika memang tidak difungsikan, Pemprov DKI bisa mulai mengalihkannya untuk memfasilitasi warga DKI seperti dijadikan gedung sekolah, kegiatan ekonomi warga, dan lainnya. Dengan begitu, Pemprov DKI tidak menambah ironi di wilayah calon mantan ibu kota negara ini. Sudah tidak bisa menyediakan rumah tinggal bagi warga, jangan ditambah dengan menyia-nyiakan rumah dinas yang dibangun dengan pajak warga. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement