Kamis 14 Jul 2022 19:39 WIB

11 Negara Asia Sepakat Berbagi Informasi Terkait Perpajakan

Kesepakatan ini merupakan langkah konkret dari upaya pengentasan penghindaran pajak.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dan Secretary General of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Mathias Cormann dalam pernyataan pers terkait Bali Declaration Asia Initiative dalam Transparansi dan Pertukaran Informasi Perpajakan di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7).
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dan Secretary General of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Mathias Cormann dalam pernyataan pers terkait Bali Declaration Asia Initiative dalam Transparansi dan Pertukaran Informasi Perpajakan di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Sebanyak 11 negara di Asia menyepakati kerja sama transparansi dan pertukaran informasi perpajakan Asia Initiative di Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7). Yurisdiksi Asia anggota Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes ini menandatangani Bali Declaration dan menjadi founding members Asia Initiative.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani mengatakan Bali Declaration ini merupakan langkah konkret dari upaya pengentasan penghindaran pajak di dunia. Inisiatif dari Asia ini diharapkan bisa merambah lagi ke kawasan yang lebih luas secara global.

"Asia Initiatives diharapkan bisa berkontribusi pada transparansi pajak global dan memperkuat upaya mengentaskan penghindaran pajak di dunia," kata Sri di Bali International Convention Center (BICC), Kamis (14/7/2022).

Ia menambahkan, forum ini merencanakan Asia Initiative sejak tahun lalu. Perkembangannya terus meningkat sejak Februari 2022 hingga akhirnya komitmen meluas. Sebanyak 11 negara yang terikat diantaranya Indonesia, India, Jepang, Singapura, Brunei Darussalam, Korea, Malaysia, Maldives, Thailand, Macau, dan Hong Kong.

Asia Initiatives tersebut akan mendorong transparansi data pajak antar masing-masing negara. Sehingga tindak penghindaran atau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dapat dicegah.

Sri mengatakan tantangan kedepannya akan terus ada, contohnya dalam mekanisme implementasi. Penandatanganan kesepakatan adalah seremoni dan penerapannya adalah hal yang lain lagi.

"Tantangan implementasi tetap ada, maka komitmen dan political will sangat diperlukan," katanya.

Di Indonesia, Sri mengatakan akan melakukan reformasi baik secara administratif maupun teknis untuk mendukung jalannya inisiatif tersebut. Bantuan teknis akan dipersiapkan dan ditingkatkan bagi pihak yang membutuhkan.

Pada kesempatan yang sama, Secretary General of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Mathias Cormann mengatakan Asia Initiative adalah capaian penting bagi reformasi perpajakan dunia. Reformasi dalam hal transparansi akan meningkatkan upaya melawan penghindaran pajak dan kerugian keuangan akibat pelanggaran.

Menurutnya, OECD bersama dengan Presidensi G20 berkomitmen untuk meningkatkan integritas perpajakan dunia. Hingga saat ini, penghindaran pajak adalah tantangan berat yang terjadi di seluruh negara.

"Ada kerugian hingga 25 miliar dolar AS di Asia karena sekitar 1,2 triliun dolar AS kekayaan finansial Asia ada di luar negeri, padahal seharusnya ini bisa digunakan untuk keuntungan masyarakat mereka," katanya.

Dalam upaya pengungkapan pajak sukarela dan investigasi perpajakan seluruh dunia, ada tambahan pendapatan mencapai 120 miliar dolar AS. Sebanyak satu pertiga atau sekitar 30 miliar dolar AS berasal dari negara berkembang. Maka dari itu, perlu komitmen tinggi secara global untuk meningkatkan transparansi perpajakan.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement