Kamis 27 Jan 2022 00:30 WIB

Belajar dari Kampung Miliarder Tuban: Miliki Dana Darurat dan Hindari Konsumtif

Petakan anggaran saat dapat kucuran dana besar seperti warga Kampung Miliarder

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petakan anggaran saat dapat kucuran dana besar seperti warga Kampung Miliarder
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petakan anggaran saat dapat kucuran dana besar seperti warga Kampung Miliarder

REPUBLIKA.CO.ID, TUBAN -- Februari tahun lalu, warganet sempat dihebohkan dengan video warga Desa Sumurgeneng, Tuban, Jawa Timur yang memborong 176 mobil selepas menjual tanah mereka ke PT Pertamina GRR. Setelahnya, banyak netizen yang menjuluki Tuban sebagai kampung miliarder karena banyaknya warga desa kabupaten itu yang menjadi miliarder dadakan.

Namun kebahagiaan warga kampung miliarder nyatanya tidak bertahan lama. Tak sampai setahun, banyak warga desa yang mengaku menyesal telah menjual tanah yang selama ini menjadi sumber penghasilan mereka sehari-hari. 

Rizqi Syam, Financial Planner di Finansialku.com mengatakan, penyebab terbesar seseorang dalam mengatur keuangan adalah pola hidup yang terlalu konsumtif bahkan cenderung memikirkan kesenangan sesaat dan mengabaikan persiapan dana di masa depan.

Seperti yang banyak dilakukan warga Tuban, yang memilih membeli mobil dibanding menginvestasikan uang ‘dadakan’ mereka ke produk keuangan seperti deposito atau saham. 

Baca juga : Ini Metode Ideal Bermain Saham Agar tak 'Tersesat' Saat Berinvestasi

Rizqi juga mengingatkan pentingnya mempersiapkan dana darurat dan mulai melakukan pencatatan keuangan, untuk menghindari sikap konsumtif yang berlebih atau pemborosan. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang mengabaikan pentingnya peran dana darurat, padahal ini sangat penting untuk mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak terduga, seperti kerugian, kehilangan pekerjaan, musibah, kecelakaan dan lainnya. 

“Saat mendapatkan dana ‘dadakan’, tindakan yang paling bijak adalah melakukan pemetaan anggaran, mulai dari biaya hidup, dana darurat, tabungan, investasi, hingga cicilan. Itu semua harus clear,” kata Rizki kepada Republika. 

Solusi ditawarkan Rizqi untuk menghindari risiko overbudget atau bahkan ‘bocor halus’, adalah memisahkan kantong-kantong dana sesuai fungsi penggunaannya. Misalnya, dana tabungan dipisahkan di rekening tersendiri, tanpa difasilitasi akses mobile banking, agar resiko penyalahgunaan dana dapat dihindari.

Dana untuk biaya keperluan sehari-hari juga perlu dipisahkan di rekening berbeda, dengan fasilitas mobile banking, untuk memudahkan pengecekan cashflow. 

“Merencanakan keuangan perlu dilakukan dengan serius dan harus jelas pencatatannya, karena anggaran keuangan ini akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya kita mencapai financial goals. Jika tidak dirancang dengan serius maka resiko bocor halus atau dananya terpakai untuk hal lain, akan tinggi bahkan bisa jadi overbudget,” tuturnya. 

Baca juga : Erick Thohir Nilai Perlu Ada Perbaikan Undang-Undang Keuangan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement