Senin 27 Dec 2021 10:05 WIB

Pameran Foto Nyai di Belanda: Kisah Efek Dasima Hingga Berimbas ke Perang Diponegoro

Kisah Nyai Belanda Dasima yang dipakai Belanda untuk bungkam tokoh perlawanan rakyat

Para aparat kolonial Belanda dengan para gundiknya di Batavia tahun 1900-an.
Foto: Ricky Bay/Gahetna.nl
Para aparat kolonial Belanda dengan para gundiknya di Batavia tahun 1900-an.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Belum lama di negri Belanda digelar pameran foto 'Nyai' yang dihadiri Ratu Belanda. Pelbagai foto Nyai dltampilkan yang berasal dari era 1900-an (photo atas). Perhatian ini masuk akal sebab menurut penulis Belanda Reggie Bay, keturunan 'Nyai' banyak yang terindikasi menjad bangsawan di kerajaan yang dulu menjajah Indonesia itu.

Nyai wanita adalah wanita pribumi yamg bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di rumah orang Belanda yang hidup membujang. Si Tuan dan ART setiap hari selau bersalinatu  pandang bertemu pandang. Akhirnya timbul rasa cinta di qolbu menendang-nendang.

"Jo'é, apa kowe orang suka jadi aku punya bini?" kata Tuan Belanda,

"Kalau saye sih dari kemaren juga ude siap, Tuan,'' kata Jo'é transparan.

Tuan dan Jo'é akhirnya jadi laki bini zonder  nikah. Status Jo'é bini piara. Publik menyebut Nyai Belanda. 

photo
Keterangan foto: Buku Reggie Bey yang berkisah soal pergundikan orang Belanda di Hindia Belanda - (Wordperss.com)

 

Nyai Belanda paling sohor adalah Dasima. Ia berpapasan dengan maut tahun 1821. Menurut G. Francais yang pada tahun 1853 menulis buku tentang Dasima, bahwa Dasima bekerja di Curug, Tangerang pada Tuan Tanah Perancis nama Francais. Francais punya kenalan di Betawi seorang  notaris Inggris bernama William yang sering. berkunjung ke Curug. Setelah ada Dasima William lebih sering berkunjung. 

Namanya bule, William bilang terang-terangan ke Francais yang dia mau jadikan Dasima bini piara dan akan dibawa ke negri Betawi. Francais sepakat.

Rumah tangga William dan Dasima berjalan lancar. Malah William kasih modal buat bini piaranya untuk berdagang emas keliling yang istilahnya cengkauw.

Baca juga : Warganet Puji Pria Gendong Ayah di Masjid Nabawi

Suatu sore cengkauw Dasima pulang dari dagang di Pasar Baru naik delman ke rumahnya di Pejambon. Di pinggir kali Pejambon dekat rumahnya, delman berhenti. Kusir yang kemudian diketahui bernama Samiun itu seret Dasima lalu godot lehernya dan buang jenasahnya ke kali. Uang dan emas dibawa kabur.

Penjajahan Prancis di Jawa aneh. Mereka pegang pemerintahan dan tentara tapi polisi tetap Belanda.

Polisi Belanda tangkap Samiun. Kata polisi Belanda pada Samiun," Zegt Miun, kowe orang tidak dihukum mati, hukum badan saja kalau kowe mengaku yang bunuh Dasima orang nama Puasa, kowe cuma bantu-bantu Puasa.

Samiun: "Saya akur tuan, tapi urusannya apa sama Bang Puasa si jago Kwitang itu?"

Polisi: "Kowe jangan banyak omong, Puasa latih banyak orang-orang Mester main silat. Kita orang curiga".

Atas omongan Samiun itu kemudian dihukum gantung sampai mati pada 1821 tanpa salah.  Dan Pada tahun 1825-30 pecah perang Diponegoro. Kala itu terkenal keterlibatan kontingen Mester bantu Diponegoro.

Kontingen Mester itu yang pernah dilatih Puasa orang Gangg Mendung, Kwitang.

Baca juga : DPD RI Ungkap Lemahnya Kedaulatan Pangan Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement