Rabu 17 Nov 2021 22:17 WIB

Pakar PBB Desak Iran Cabut Larangan Aborsi

Iran melarang aborsi demi mendorong tingkat kelahiran karena populasinya makin menua

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Warga Teheran Iran melintasi jalanan kota menggunakan masker. Iran melarang aborsi demi mendorong tingkat kelahiran karena populasinya makin menua. Ilustrasi.
Foto: ABEDIN TAHERKENAREH/EPA EFE
Warga Teheran Iran melintasi jalanan kota menggunakan masker. Iran melarang aborsi demi mendorong tingkat kelahiran karena populasinya makin menua. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Para pakar PBB meminta Iran mencabut Undang-Undang (UU) Kependudukan dan Perlindungan Keluarga Muda yang baru diberlakukan Senin (15/11). Menurut para pakar, UU yang merujuk pada antiaborsi tersebut melanggar hak asasi perempuan di bawah hukum internasional.

"Konsekuensi dari undang-undang ini akan melumpuhkan hak perempuan dan anak perempuan atas kesehatan dan mewakili pembalikan yang mengkhawatirkan dan regresif oleh pemerintah yang telah dipuji atas kemajuan dalam hak atas kesehatan," tulis pernyataan bersama para pakar PBB bidang hak asasi manusia dan kekerasan terhadap manusia   seperti dikutip laman Aljazirah, Rabu (17/11).

Baca Juga

"Mengejutkan melihat sejauh mana pihak berwenang telah menerapkan hukum pidana untuk membatasi hak-hak dasar perempuan," ujar Pelapor Khusus untuk situasi hak asasi manusia di Iran, Javid Rahman, yang memimpin pernyataan bersama para pakar PBB tersebut.

Para pakar mengatakan UU tersebut jelas bertentangan dengan hukum internasional. Sebab ketentuan dirumuskan secara samar yang dapat berarti bahwa aborsi jika dilakukan dalam skala besar akan termasuk dalam kejahatan korupsi di Bumi yang membawa hukuman mati.

UU juga dikritik oleh kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Human Rights Watch. Pihaknya mengatakan UU tersebut membahayakan kesehatan dan kehidupan perempuan dan harus dicabut.

RUU disetujui oleh pengawas konstitusi Dewan Wali awal bulan ini. UU kini dapat "eksperimental" dilaksanakan selama tujuh tahun dan periode yang dapat diperpanjang.

Dalam tujuannya, Pemerintah Iran mengesahkan UU baru ini guna mendorong tingkat kelahiran yang lebih tinggi karena Iran menghadapi krisis populasi yang menua. Pemimpin Tertinggi Ali Hosseini Khamenei telah lama mendukung gagasan untuk meningkatkan populasi Iran yang saat ini sekitar 85 juta menjadi berlipat ganda selama beberapa dekade mendatang.

Tingkat pertumbuhan penduduk Iran telah menurun di tengah meningkatnya kesengsaraan ekonomi dan sosial. Sebanyak setengah dari semua pernikahan di kota-kota besar berakhir dengan perceraian.

UU baru mendorong pernikahan melalui pemberian pinjaman dan insentif lainnya, seperti tanah dan mobil. UU ini juga berupaya untuk meningkatkan dan mendukung pekerjaan bagi kaum muda yang sudah menikah dan wanita hamil.

Namun, UU ini juga memperkenalkan batasan lebih jauh pada akses yang sudah dibatasi ke aborsi yang sesuai prosedur. Sebuah komite yang terdiri dari perwakilan peradilan, ahli hukum Islam, anggota parlemen, dan dokter harus memiliki keputusan akhir tentang aborsi terapeutik dalam kasus-kasus yang mengancam kehidupan wanita atau termasuk anomali janin.

UU ini juga menghambat kontrasepsi dengan melarang distribusi gratis serta imbauan di televisi pemerintah untuk menghasilkan program yang mendorong melahirkan anak dan mencela keputusan untuk tetap melajang. Selain membatasi tes skrining antenatal, UU juga memberlakukan larangan sterilisasi sukarela untuk pria dan wanita, selain dari kasus-kasus luar biasa, yang secara tidak proporsional dapat memengaruhi perempuan yang terpinggirkan dan korban kekerasan seksual.

UU tersebut diterapkan di tengah peringatan oleh Organisasi Kesejahteraan Negara bahwa hal itu dapat menyebabkan kelahiran ribuan anak yang menderita penyakit langka atau berbagai cacat serta peningkatan infeksi HIV. Organisasi itu mengatakan tidak berkonsultasi tentang implikasi hukum yang secara langsung dapat memengaruhi operasinya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement