Sabtu 07 Aug 2021 15:56 WIB

Tim Advokasi ICW: Riset Terkait Moeldoko Bentuk Pengawasan

Moeldoko dinilai tak memahami hasil riset dan penelitian mandiri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Kepala KSP Moeldoko.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala KSP Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi somasi kedua Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko, terkait perilisan paper Polemik Ivermectim: Berburu Rente di Tengah Krisis. Pada pernyataannya kali ini, lembaga swadaya sipil pemantau penegakan hukum dan korupsi itu, sekaligus menjawab somasi pertama yang diajukan tim pengacara mantan Panglima Tentara Nasional (TNI) tersebut pekan lalu.

ICW dalam tanggapannya menyatakan, Moeldoko, maupun tim hukumnya, tak memahami hasil riset dan penelitian, maupun investigasi mandiri, sebagai partisipasi masyarakat dalam mengawasi para pejabat negara yang sedang menjalankan kekuasaan. Dari penilaian tersebut ICW mengatakan, somasi, maupun ancaman hukum Moeldoko, dan  tim kuasa hukumnya, sebagai bentuk antikritik dari pejabat negara yang tak memahami demokrasi.

“Pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian, merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin konstitusi, perundang-undangan, maupun kesepakatan internasional. Jadi bagi ICW, pendapat Moeldoko, dan kuasa hukumnya jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi,” begitu kata anggota pengacara ICW, Muhammad Isnur, dalam siaran pers, yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (7/8).

Isnur menerangkan, semestinya Moeldoko, maupun tim kuasa hukumnya, tak perlu melakukan somasi. Apalagi sampai mengancam ICW ke kepolisian. Sebab menurutnya, ICW, sebagai lembaga sipil, memang didirikan wadah penakar, periset, dan investigasi mandiri, untuk disampaikan ke masyarakat tentang relasi antara penguasa, pejabat publik, dan pengusaha atau pebisnis.

ICW meyakini, relasi para pihak tersebut, berpotensi ditemukan adanya konflik kepentingan yang berujung pada praktik koruptif. Pun dikatakan Isnur, bukan sekali ini saja ICW menerbitkan semacam kajian. Jika riset ICW kali ini ‘menyasar’ Moeldoko terkait peredaran ivermectim, obat pereda Covid-19.

Selama pandemi corona sejak 2020, tim di ICW, sudah merilis sedikitnya delapan paper, hasil kajian yang mengkritik para pejabat negara dalam cara-cara penanganan, dan pencegahan Covid-19. Termasuk kajian, tentang kritik terhadap pemerintah atas penyaluran dana bantuan sosial (bansos), yang rawan korupsi, maupun tentang tata kelola distribusi alat-alat kesehatan.

“Maka dari itu, setiap ICW menerbitkan kajian, salah satu desakannya juga menyasar kepada pejabat publik untuk melakukan klarifikasi,” ujar Isnur.

Banyaknya hasil kajian yang mengoreksi pemerintah, dan pejabat-pejabat negara tersebut, menurut Isnur membuktikan ICW, tak punya motif politik apapun. Apalagi terhadap Moeldoko. “Poin ini sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan adanya motif politik, di balik kajian Polemik Ivermectim: Berburu Rente di Tengah Krisis,” terang Isnur.

Sebelumnya, Kamis (5/8), Moeldoko via pengacaranya, Otto Hasibuan melayangkan somasi kedua terhadap ICW. Somasi pertama sudah dilayangkan pada 29 Juli lalu. Rentetan somasi tersebut, meminta agar ICW meminta maaf terbuka atas paper yang dimaksud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement