Jumat 26 Mar 2021 17:06 WIB

Dosen UMM Kaji Vaksin Tifus Oral

Selama ini, tingkat efikasi vaksin tifus di Indonesia masih rendah.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Tim dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji vaksin oral untuk melawan penyakit tifus atau demam tifoid.
Foto: Humas UMM
Tim dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji vaksin oral untuk melawan penyakit tifus atau demam tifoid.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tim dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji vaksin oral untuk melawan penyakit tifus atau demam tifoid. Pembahasan ini tertuang dalam buku In-Silico Approach in the Development of Salmonella Epitope Vaccine yang telah diterbitkan oleh IntechOpen pada Februari lalu.

Dalam buku itu, dosen Hidajah Rachmawati bersama Raditya Weka dan Firasti AN Sumadi membahas tentang vaksin oral untuk mengobati penyakit tifus. Perwakilan dosen, Firasti mengatakan, dalam pembuatan vaksin ada beberapa metode yang dapat dipilih. "Dalam pengembangan vaksin ini, kami memilih untuk menggunakan vaksin peptida berbasis protein," kata Firasti.

Ia dan tim memilih vaksin peptida berbasis protein karena dianggap lebih aman. Vaksin tersebut juga tidak  menggunakan organisme utuh sehingga kemungkinan sifatnya akan menimbulkan respons imun lebih baik atau imunogenik. Selain itu, eptida yang digunakan merupakan epitop sel B.

Epitop sel B merupakan suatu bagian mikroorganisme yang menempel pada antibodi di tubuh. Mikroorganisme tersebut bisa menimbulkan antibodi spesifik terhadap penyakit.

Keunggulan lain dari metode yang dipilih tim, yakni pendekatan untuk menemukan epitop dari bakteri Salmonella typhi.  Hal ini dilakukan berdasarkan in silico atau permodelan komputer. Tim berharap langkah ini bisa menjadi terobosan di masa pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, penelitian menggunakan laboratorium basah terkendala banyak hal selama pandemi. Satu di antaranya seperti reagen yang sulit dan tatap muka yang terbatas.

Dengan in silico permodelan lab, tim bisa melakukannya dengan menggunakan lab kering. Yakni, melalui laman (website) dan software (perangkat lunak) untuk mencari kandidat vaksin. "Hal ini akan memudahkan proses penelitian,” ujar dosen kelahiran Malang tersebut.

Adapun dosen Hidajah mengatakan, selama ini tingkat efikasi vaksin tifus di Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, dia dan tim berinisiatif mengembangkan vaksin tifus yang tingkat efikasinya tinggi.

Namun penelitian ini masih bersifat pre-klinis sehingga diharapkan vaksin ini bisa di uji-klinis ke manusia dan menjadi terobosan yang bagus.

Ia berharap vaksin ini dapat didistribusikan ke masyarakat dengan pengujian yang lebih lanjut. Selain itu, bisa menciptakan variasi vaksin dengan efikasi yang tinggi. "Dan akan mengurangi kasus penyakit tifus di Indonesia,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement