Kamis 18 Feb 2021 18:01 WIB

Soal Vaksin Nusantara, Begini Tanggapan Epidemiolog

Pemerintah diminta tegas atas klaim sepihak Terawan yang dapat menimbulkan keraguan.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Merdeka Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (18/2). Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meragukan vaksin nusantara yang diprakarsai mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto.
Foto: ANTARA/Feny Selly
Petugas bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Merdeka Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (18/2). Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meragukan vaksin nusantara yang diprakarsai mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meragukan vaksin nusantara yang diprakarsai mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto. Pandu menyebut klaim penemuan Terawan bukan sebuah vaksin covid-19.

"Itu lah akal-akalannya Terawan. Terawan diam-diam memaksakan vaksin, sebenarnya bukan vaksin tapi metode yang biasa dipakai mengobati kanker," ujar Pandu di Jakarta, Kamis (18/2).

Baca Juga

Pandu mengatakan Terawan terkesan memaksakan keinginannya dalam pengembangan vaksin nusantara dengan kewenangannya sebagai menkes saat itu. Menurut Pandu, Balitbangkes dan Komite Etik tak dapat berbuat banyak lantaran Terawan memanfaatkan posisinya sebagai menkes.

"Persetujuan etiknya perlu ditanya dari mana, kalau bukan dari Balitbangkes itu pasti tidak benar, dia menyalahgunakan wewenang sebagai menkes," ucap Pandu.

Pandu melihat Terawan begitu ambisius untuk merealisasikan proyek mercusuarnya tersebut hingga detik terakhir menjabat sebagai menkes. Pandu berharap masyarakat tidak mudah percaya dengan klaim-klaim sepihak Terawan yang belum teruji kebenarannya.

"Dia selama ini tidak bisa dipercaya, presiden saja sudah tidak percaya lagi," ungkap Pandu.

Pandu berharap pemerintah bersikap tegas atas klaim sepihak Terawan yang dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. Pandu menilai pemerintah juga harus menelusuri apabila adanya penggunaan dana publik dalam penelitian tersebut.

"Harus ditelusuri apakah seusai dengan prosedur. Itu harus berdasarkan persetujuan BPOM, ini harus dievaluasi, apakah ada pelanggaran etika dan harus dihentikan jika memang ada," kata Pandu menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement