Kamis 17 Dec 2020 06:29 WIB

Beda Jokowi, Boris Johnson, dan Donald Trump Soal Vaksinasi

Jokowi jadi orang pertama yang akan divaksin Covid-19.

Presiden Jokowi.
Foto: Dok. Pmk
Presiden Jokowi.

Oleh : Oleh Reiny Dwinanda*

REPUBLIKA.CO.ID, Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi orang Indonesia pertama yang divaksin Covid-19 membuatnya berbeda dengan kepala negara lain yang sudah lebih dulu memulai program vaksinasi. Inggris sebagai negara yang paling dulu menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech punya daftar antrean dengan sembilan kategori yang jelas.

Perdana Menteri Boris Johnson (56 tahun) yang pernah kena Covid-19 pada April bukan orang pertama yang menerima vaksin karena ada di antrean ke delapan. Tak ingin menyerobot antrean warga yang lebih rentan, ia akan divaksin pada saatnya nanti dan bersedia untuk menjalaninya secara terbuka lewat siaran langsung di TV.

Adalah nenek berusia 92 tahun, Margaret Keenan, yang menjadi penerima pertama vaksin Covid-19 di Inggris. Ia disuntik di University Hospital Coventry, Rabu (2/12). 

Warga lanjut usia di atas 80 tahun, tenaga kesehatan dan staf perawatan kesehatan, serta warga kelompok risiko tinggi mendapat prioritas utama menerima vaksin Covid-19. Sesuai dengan daftar itu, Ratu Elizabeth yang berusia 94 tahun juga mendapat prioritas.

Sementara itu, Amerika Serikat juga memakai Pfizer-BioNTech yang ditujukan kepada orang yang berusia 16 tahun ke atas. Dokter, perawat, dan profesional medis lini depan lainnya serta penghuni dan staf panti jompo menjadi penerima utama gelombang pertama pengadaan 2,9 juta dosis vaksin di Amerika.

Seorang perawat di unit perawatan intensif, Sandra Lindsay, merupakan orang pertama di negeri Paman Sam yang menerima vaksin Covid-19. Dia diimunisasi di Long Island Jewish Medical Center di wilayah Queens, New York City, Senin (14/12).

Bagaimana dengan Sang Presiden? Donald Trump baru akan mendapatkan suntikan segera setelah tim medisnya menentukan yang terbaik. Belum ada jadwal khusus yang diumumkan untuk Trump.

Nantinya, beberapa staf keamanan nasional akan memiliki akses ke vaksin untuk memastikan keberlangsungan pemerintahan. Sekelompok kecil pejabat senior administrasi juga akan menerimanya segera untuk tujuan menanamkan kepercayaan publik. Presiden AS terpilih Joe Biden yang berusia 78 tahun direkomendasikan pakar kesehatan terkemuka Dr Anthony Fauci untuk segera diberi vaksin Covid-19 demi meningkatkan kepercayaan publik. Tiga mantan presiden AS, George W Bush, Bill Clinton, dan Barack Obama juga telah menyatakan kesediaannya untuk tampil di depan publik saat kelak mendapat jatah vaksin.

Berkaca dari dua kepala negara tersebut, pantaskah Jokowi menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin di Indonesia? Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari lihat faktanya: vaksinnya belum tersedia.

Belum ada satupun kandidat vaksin Covid-19 yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Uji klinis tahap III vaksin Sinovac baru berakhir pada Mei 2021, sedangkan laporan interimnya paling cepat bisa disetorkan pada awal Januari 2021.

Lalu, mengapa Jokowi mengumumkan timeline-nya mulai Januari? Pernyataan lengkapnya sebagai berikut, “Diberikan gratis kepada masyarakat. Tapi ini memang perlu tahapan-tahapan. Januari berapa juta, Februari berapa juta, Maret berapa juta, April berapa juta. Memang membutuhkan waktu karena yang divaksin ini kurang lebih 67 persen, 70 persen penduduk itu harus divaksin,” jelas Jokowi saat menyalurkan Bantuan Modal Kerja di halaman tengah Istana Jakarta, Rabu (16/12) sore.

Pertanyaan berikutnya, vaksin mana yang akan digulirkan mulai Januari? Sebagai informasi, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac telah tiba, cukup untuk 600 ribu orang karena butuh dua dosis untuk mendapatkan khasiatnya. Mungkinkah izin penggunaan darurat akan dipercepat keluarnya?

Kembali ke pertanyaan awal, patutkah Jokowi yang berusia 59 tahun dan bukan kelompok rentan menjadi yang pertama menerima vaksin?

Saya jadi ingat penuturan Prof Jonathan Van-Tam selaku Deputy Medical Officer Inggris ketika ditanya apakah dirinya atau PM Boris Johnson harus menjadi yang pertama disuntik untuk membuktikan keamanan vaksin pada publik. Ia menjawab, "Kalau saya bisa mendapatkannya dengan cara yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan secara moral, tentu saya mau berdiri di antrean terdepan. Sebab, saya percaya penilaian MHRA (regulator obat-obatan Inggris) mengenai keamanan dan efikasi vaksin," tuturnya.

Lebih lanjut, Prof Van-Tam menyebut bahwa mendahulukan dirinya justru tidak benar karena ada orang berisiko paling tinggi yang harus didahulukan. Ia mengatakan, sistem yang sudah dibuat harus dipertahankan.

Melihat merebaknya keraguan masyarakat soal keamanan dan efikasi vaksin, tampilnya Jokowi di muka publik saat disuntik vaksin tentu akan menjadi promosi yang baik untuk kesuksesan program vaksinasi. Ya, pantas-pantas saja sih, meski itu berarti menunda terimunisasinya satu tenaga kesehatan yang bergelut dengan penanganan Covid-19.

Lain soalnya dengan PM Singapura Lee Hsien Loong yang juga akan menjadi yang pertama divaksin Covid-19 di negaranya. Bedanya, pemerintah setempat memiliki cukup vaksin Pfizer-BioNTech untuk 5,7 juta warga, termasuk orang asing yang bermukim di sana.

*penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement