Rabu 09 Dec 2020 01:00 WIB

Cara Islam Menangani Korupsi

Rasulullah sudah mengantisipasi umatnya untuk mencegah korupsi

Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kasus korupsi kembali menghentak khalayak. Ini karena korupsi yang dilakukan berkaitan dengan Bantuan Sosial (Bansos) untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemic Covid-19. Orang-orang terdampak di sini berarti orang-orang yang berusaha bertahan hidup di tengah situasi yang serba tidak pasti.

Islam sendiri dengan tegas melarang korupsi. Nabi Muhammad SAW sudah mengantisipasi umatnya untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang bisa melahirkan korupsi. Contohnya ketika adanya konflik kepentingan antara petugas pemungut zakat yang juga sekaligus pendakwah Islam di Yaman.

Kala itu, petugas tersebut ditugaskan di Yaman karena masyarakatnya sedang dibina mengenai zakat. Nabi kemudian mengutus Mu’az bin Jabal ke Yaman sebagai juru dakwah. Dalam pengakuan Mu’az bin Jabal, sesaat setelah Nabi melepasnya dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman, Nabi ternyata melupakan satu wasiat penting. Hingga akhirnya, beliau mengutus kembali seseorang agar mereka kembali baru dilepaskan lagi.

Usai mereka kembali, peristiwa ini pun terekam dalam hadis shahih riwayat Ahmad: “Dari al-Hars bin Amr dari beberapa orang teman-teman Mu’az, sesungguhnya Nabi mengutus Mu’az dan beliau bertanya: ‘bagaimana kamu akan memutuskan hukum?’, Mu’az pun menjawab akan memutuskan hukum dengan dasar Kitabullah.

Kemudian, Rasulullah bertanya kembali: ‘Kalau tidak kamu dapatkan dalam Kitabullah?’, Muaz menjawab akan merujuk dasar sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi: ‘Kalau tidak kau dapatkan dalam sunnah Nabi?’ Muaz menjawab akan melakukan ijtihad dengan pemikirannya. Mendengar ini, Rasulullah pun bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menolong utusan Rasulullah SAW,”.

Rasulullah juga berpesan kepada Mu’az untuk tidak melakukan korupsi terhadap apapun selama bertugas menjadi pendakwah dan pejabat di Yaman. Berdasarkan hadis riwayat At-Tirmizi diceritakan:

 

“Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata: Rasulullah mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata: apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul. Dan barangsiapa berlaku ghulul, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu,”.

Atas dasar hadis tersebutlah, cakupan ghulul pada tahun ke-10 hijriah bukan hanya sebatas pada harta rampasan perang sebagaimana yang terjadi di tahun sebelumnya. Uang tip, pelicin, dan uang keamanan masuk dalam kategori tindakan korupsi. Dalam istilah Nabi, uang-uang ini disebut al-maksu atau pungutan liar.

Larangan korupsi juga ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA ketika ia mengawasi harta yang diperoleh oleh bawahannya secara ketat. Bahkan, Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui jika hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara.

Umar pernah mencopot bawahannya yakni Abu Hurairah RA, yang menjabat sebagai gubernur di Bahrain. Ia diketahui memiliki banyak harta setelah menjabat. Umar kemudian memanggil Abu Hurairah dan menghitung hartanya. Setelah dihitung, Umar kemudian menyita sebagian hartanya. Namun, Abu Hurairah menegaskan kepada Umar bahwa hartanya yang bertambah bukan karena hasil korupsi.

"Saya mengamanahkanmu menjabat di Bahrain. Waktu itu engkau hanya mengenakan sepasang sandal jepit. Setelah menjabat saya mendapat laporan engaku sudah bisa membeli kuda-kuda sebesar 1.600 dinar," kata Umar.

"Wahai Amirul Mukminin (Umar), sebelumnya kami memiliki kuda. Kemudian kami jadikan usaha, kami kembangbiakkan. Selain itu, ada juga dari hasil pemberian orang," kata Abu Hurairah.

"Saya sudah memberi hak, gaji dan penghasilanmu. Semestinya itu sudah lebih dari cukup," tambah Umar.

"Tapi itu bukan hakmu!" kata Abu Hurairah.

"Benar. Demi Allah, saya akan memukul punggungmu!" kata Umar.

Kemudian Umar berdiri dan memukul Abu Hurairah dengan cambuk sampai berdarah.

"Terimalah ini!" kata Umar.

"Saya merelakannya karena Allah!" jawab Abu Hurairah.

"Semestinya harta dan kekayaanmu dihasilkan dari usaha yang tepat dan untuk berbuat taat. Engkau datang jauh-jauh dari Bahrain tidak karena Allah, tidak pula karena kaum Muslimin. Saya tidak hanya menyuruhmu pulang untuk kembali kepada ibumu, tetapi juga rakyat Al Humur!" kata Umar.

Meski ini bukan bentuk korupsi dari Abu Hurairah, tapi di sini Umar bin Khattab menunjukkan sistem pembuktian terbalik bahwa Umar selalu mengawasi harta yang diperoleh oleh pejabat-pejabatnya.

Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) sekaligus Ahli Tafsir Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab menegaskan semua harta benda yang terambil atau dikumpulkan dari korupsi lalu diberi nafkah untuk anak-anak, maka makanan yang dikonsumsinya berdampak buruk pada karakternya.

Quraish Shihab menceritakan sebuah kisah, ada seorang ibu pernah ditanya, “Anak-anakmu semuanya sukses, kenapa?” Kemudian, ibu itu menjawab dengan tiga hal yang selalu dia lakukan.

“Pertama, kami tidak memberikan makanan haram. Kedua, kami selalu berdoa untuk dia dengan berkata bahwa semoga Tuhan membantumu. Kendati mereka nakal, kami selalu berdoa semoga Tuhan memberimu hidayah. Ketiga, saya tidak pernah menuntut anak saya untuk mendapatkan ranking satu dalam pelajarannya, yang saya tuntut adalah belajar sungguh-sungguh,” kata Quraish Shihab dalam video bertajuk Bagaimana Hukumnya Menafkahi Keluarga dari Hasil Korupsi di kanal Youtube Najwa Shihab.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hal yang dimurkai Allah (haram) dan neraka adalah paling tepat untuknya,” (HR Musnad Ahmad 13919).

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement