Selasa 08 Sep 2020 10:55 WIB

Malik Fadjar di Mata MUI

Malik Fadjar adalah seorang tokoh yang telah memberikan keteladanan sebagai pendidik.

Abdul Malik Fadjar saat Groundbreaking Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Abdul Malik Fadjar saat Groundbreaking Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:  Amirsyah Tambunan, Wakil Sekjen MUI

Saya memiliki banyak kesan kepada almarhum Malik Fadjar. Di antaranya almarhum adalah seorang tokoh yang telah memberikan keteladanan sebagai pendidik dan birokrat di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  

Alm Prof Dr (HC) Drs H Abdul Malik Fadjar MSc memulai kariernya memimpin dua kampus dalam periode yang sama. Tepatnya pada tahun 1994 hingga 1995. Kala itu, beliau menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada periode 1983-2000 dan menjadi rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada 1994-1995.

Sebagai tokoh yang teruji di dunia kampus, ia layak dan pantas  dipercaya sebagai menteri presiden RI lebih dari satu kali. Beliau menjadi Menteri Agama era Presiden BJ Habibie pada 1998-1999 dan Menteri Pendidikan Nasional era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri 2001-2004.

Ketika saya pertama kali bertemu ia menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi Agama Islam (1997) dan sedang menyelesaikan program S2-nya di UIN Jakarta. Karier sosok yang langka ini pun terus melesat  di Kemenag.

Berpikir rasional dan realistis itu kesan saya pertama. Sebagai birokrat dari Muhammadiyah beliau sangat relistis ketika berhadapan dengan berbagai ormas seperti NU, Al Washliyah, Al Irsyad, dll.

Kerier beliau sempat menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ad-interim menggantikan Jusuf Kalla, yang saat itu mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pemilu 2004. “Beliau juga aktif di Ikatan Cendekiwan Muslim Indonesia (ICMI) dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS) mampu membawa pemikiran yang rasional untuk menyelesaikan masalah keumatan dan kebangsaan.

Kedua, kesan saya sebagai seorang tokoh muda di kala itu saat merumuskan RUU Sisdiknas, beliau secara konsisten memberikan kontribusi agar UU Sisdiknas jelas memuat tujuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang baik. Dengan demikian kesan ini menjadi memori kita untuk terus membangun SDM yg handal dan Indonesia maju.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement