Jumat 21 Aug 2020 20:54 WIB

Audit Kepatuhan Dinilai Bisa Cegah Karhutla

Hasil audit kepatuhan di Riau pada 2014, hanya 1 kabupaten yang patuh.

Petugas Manggala Agni Daops Pekanbaru menyemprotkan air ke arah lahan gambut yang terbakar ketika melakukan pemadaman di Pekanbaru, Riau, Senin (17/8/2020).
Foto: Rony Muharrman/ANTARA
Petugas Manggala Agni Daops Pekanbaru menyemprotkan air ke arah lahan gambut yang terbakar ketika melakukan pemadaman di Pekanbaru, Riau, Senin (17/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ahli kebakaran hutan dan lahan Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Prof Bambang Hero Saharjo menilai perlunya dilakukan audit kepatuhan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Terlebih karhutla di Indonesia terjadi berulang.

                               

"Mestinya untuk mencegah itu berulang kali disampaikan untuk melakukan audit. Audit itu tidak hanya kepada korporasi tetapi juga kepada administrasinya, kabupaten/kota. Contoh saja seperti audit tahun 2014 dengan UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan)," kata Prof Bambang dalam Forum Restorasi bertema Mencegah Kebakaran Hutan Berulang, Jumat (21/8).

                               

Menurut dia, dari hasil audit kepatuhan pencegahan karhutla di Riau pada 2014 terungkap, hanya satu kabupaten saja yang saat itu patuh. Sementara satu kabupaten cukup patuh sedangkan tiga kabupaten dan satu kota masuk kategori kurang patuh.

                               

Hasil audit kepatuhan di 11 perusahaan HTI dan satu perusahaan sagu menunjukkan ada satu yang masuk kategori sangat tidak patuh, 10 lainnya tidak patuh dan satu perusahaan tergolong kurang patuh. Sedangkan untuk perkebunan, dari lima perusahaan yang diaudit ternyata hasilnya tidak patuh.

                               

"Hasilnya 2014 akhirnya terungkap dari sekian yang diaudit ternyata hanya satu kabupaten/kota yang betul-betul urusi. Dari sekian perusahaan perkebunan tidak satupun lulus, berarti dari yang diomongin enggak nyambung. Di kehutanan juga sama saja," kata Bambang.

                               

Ia juga mengingatkan sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan harus diterapkan. "Katanya mereka katakan oh kami sudah buat blocking channel, kami sudah buat sumur bor, tapi faktanya apa? Ini tidak bisa dibohongi. Sekarang sudah jelas," ujar Bambang sambil menunjukkan beberapa foto dalam slide yang memperlihatkan sejumlah wilayah konsesi dan perkebunan yang habis terbakar dan tidak terlihat ada sekat kanal.

                               

Ia mengatakan manfaat membuat sekat kanal itu sangat besar di lahan gambut. Dana sangat besar dikeluarkan perkebunan atau konsesi untuk menanam akan sia-sia jika terbakar, belum lagi emisi yang dikeluarkan ke udara sangat besar memperparah perubahan iklim.

                               

"Sudah dibilang tolong manage dengan sekat kanal, kalau sudah begini bagaimana?" kata Bambang sambil masih memperlihatkan beberapa foto konsesi dan perkebunan yang terbakar.

                               

Ia juga mengatakan kelengkapan sarana dan prasarana pencegahan karhutla perusahaan juga perlu diperhatikan, jangan sampai ada lagi yang baru membangun tower pengawas karhutla saat audit berlangsung. "Apa yang bisa dia lakukan jika terjadi kebakaran? Itu musti dikawal benar jangan sampai kejadian lagi," tegasnya.

                               

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong sebelumnya mengatakan upaya pencegahan karhutla ke depan dilakukan permanen. Yakni, dengan bergerak berdasarkan, pertama, analisis iklim melalui monitoring cuaca, analisis wilayah dan dieksekusi dengan Teknologi Modifikasi Cuara (TMC). Kedua, pengendalian operasional dengan membentuk satuan tugas terpadu untuk deteksi dini, penyiapan poskotis hingga pemadaman di darat maupun di udara, langkah penegakan hukum hingga keterpaduan kerja dengan Masyarakat Peduli Api (MPA).

                               

Ketiga, dilakukan pula pengelolaan lanskap dengan melibatkan praktisi konsesi atau dunia usaha, pertanian tradisional dan dilakukan pengendalian pengelolaan lanskap. Selain itu, menurut dia, pelibatan masyarakat dilakukan salah satunya dengan pendekatan paralegal, di mana mereka dilatih untuk melakukan operasi paralegal menjadi ujung tombak penanggulangan karhutla dan diberikan pemahaman bagaimana dampak kebakaran terhadap kesehatan dan lain sebagainya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement