Senin 04 May 2020 01:17 WIB

Dua Eks Ajudan SBY Menuju Kursi KSAL dan Kapolri?

Empat ajudan Presiden SBY sebelumnya pangkatnya berhenti di bintang tiga.

Erik Purnama Putra
Foto: Istimewa
Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra*)

Secara mengejutkan, dua mantan ajudan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam tempo hitungan hari mendapat promosi bintang tiga. Keduanya saat ini masih menyandang pangkat bintang dua. Kebetulan pula keduanya menjadi ajudan SBY dalam periode yang sama, yaitu 2009-2012. Satu lagi kesamaan keduanya: abiturien akademi 1988. Dua sosok itu adalah Laksamana Muda (Laksda) Amarulla Octavian dan Inspektur Jenderal (Irjen) Rycko Amelza Dahniel. Namun, perlu ditekankan di sini jika keduanya selama meniti karier sebagai perwira tinggi tidak ada sangkut pautnya dengan SBY. Atribusi ajudan SBY diberikan karena momen keduanya promosi terjadi hampir berbarengan.

Octavian sudah resmi menjadi rektor Universitas Pertahanan (Unhan) yang berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Mantan komandan Sekolah Staf dan Komando TNI AL (Seskoal) tersebut resmi dilantik Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto pada 16 April lalu. Octavian menggantikan Letnan Jenderal (Letjen) Tri Legionosuko yang akan memasuki masa pensiun. Octavian pun tinggal menunggu bintang di pundaknya bertambah satu atau menjadi laksamana madya (laksdya) dalam hitungan hari mendatang.

Apa konsekuensi yang diterima Octavian? Tentu saja ia akhirnya berpeluang meniti karier lebih tinggi. Dia bisa menambah bintang di pundaknya menjadi empat atau pangkat laksamana. Pasalnya, dengan jabatan bintang tiga yang didudukinya sekarang, Octavian termasuk kandidat yang bisa menjadi kepala staf Angkatan Laut (KSAL). Sebab, Laksamana Siwi Sukma Adji akan memasuki usia pensiun pada Mei 2020. Untuk itu, ada beberapa calon kuat yang akan menjadi KSAL ke-27 menggantikan Siwi yang merupakan alumnus Akademi Angkatan Laut (AAL) 1985.

Tentu saja selain Octavian kandidat utama KSAL merupakan perwira tinggi (pati) TNI AL berstatus bintang tiga. Saat ini ada tujuh pati TNI AL yang menyandang pangkat laksdya, selain Octavian. Pertama, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya Yudo Margono AAL 1988. Kedua, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya Aan Kurnia yang merupakan abiturien AAL 1987. Ketiga, Komandan Jenderal (Danjen) Akademi TNI Letjen Bambang Suswantono yang juga alumnus AAL 1987.

Keeempat, Wakil KSAL Laksdya Mintoro Yulianto yang berstatus angkatan AAL 1986. Kelima, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Laksdya Agus Setiadji yang berstatus abiturien AAL 1985. Keenam, Sekjen Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Laksdya Achmad Djamaludin yang merupakan alumnus AAL 1984.

Dari enam nama tersebut, Mintoro Yulianto, Agus Setiadji, dan Achmad Djamaludin akan memasuki usia pensiun pada tahun ini sehingga ketiganya sangat tipis peluangnya menjadi AL 1. Adapun khusus bagi Bambang Suswantono, ia memiliki keunggulan sebagai mantan komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang mengawal Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, hingga kini belum ada sejarahnya korps Marinir bisa menjadi KSAL. Sejak KSAL pertama hingga ke-26 selalu dijabat Korps Pelaut.

Berarti secara matematis tinggal Octavian, Yudo Margono, dan Aan Kurnia yang paling berpeluang promosi menjabat KSAL. Apakah benar hanya ketiga sosok tersebut? Kemungkinan besar KSAL tidak jauh dari nama itu. Meski begitu, bisa saja Presiden Jokowi yang memiliki kewenangan mengesahkan menunjuk pati bintang dua TNI AL untuk menjadi KSAL. Caranya dengan memberinya jabatan di posisi bintang tiga yang lowong dalam tempo beberapa hari, kemudian langsung loncat menjadi orang nomor satu di matra TNI AL. Meski begitu, penulis merasa nama Octavian dan Aan layak untuk diberi kesempatan memimpin TNI AL karena profil keduanya yang memiliki rekam jejak mentereng dalam kariernya sejak berpangkat letnan dua (letda).

Khusus bagi Octavian, kenaikan kariernya sebenarnya sudah bisa diprediksi. Pasalnya, ia yang tergolong pati intelektual merupakan salah satu pati yang diajak Menhan Prabowo ketika bertemu Menhan Prancis Florence Parly di Paris pada 13 Januari lalu. Bisa jadi hal itu menjadi kode bagi Octavian untuk dipromosikan oleh Prabowo menjadi rektor Unhan yang memiliki syarat administrasi minimal bergelar doktor. Pasalnya, kewenangan penunjukan rektor Unhan berada di bawah komando menhan meski tetap harus melalui sidang Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).

Berikutnya, tentang Irjen Rycko Amelza Dahniel. Namanya jelas sangat mengagetkan bisa promosi menjadi kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri menggantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Agung Budi Maryoto. Secara kepangkatan, ia terbilang pati dengan jabatan bintang dua senior. Rycko pernah menjadi kepala Polda Sumatra Utara (Sumut) dan Jawa tengah (Jateng) serta sempat menjabat gubernur Akademi Kepolisian (Akpol). Dengan karier sempurna seperti itu, sangat tepat kalau ia akan mendapat kenaikan pangkat menjadi bintang tiga.

Namun, di sini penulis sedikit terkejut dengan pemilihan itu. Faktor Rycko di sini jelas bukan karena ia merupakan mantan ajudan Presiden SBY. Ia pun pernah bermasalah dengan rezim penguasa hingga harus digeser Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari kepala Polda Sumut menjadi gubernur Akpol pada 2017. Pasalnya, saat di daerah lain umat Islam dipersulit untuk menggelar aksi menuntut penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada medio November dan Desember 2016, Rycko malah hadir ikut mengawal umat Islam di Kota Medan dan sekitarnya yang menggelar aksi massa. Bahkan, ia memuji pelaksanaan aksi berjalan tertib dan damai.

Selain itu, Rycko juga hadir dan menyampaikan pidato sambutan pada tabligh akbar di Masjid Agung Medan pada 28 Desember 2016, yang diisi oleh Habib Muhammad Rizieq Shihab. Bahkan, dalam sambutannya, mantan kepala Polresto Jakarta Utara ini menyebut Habib Rizieq sebagai imam besar umat Muslim Indonesia. Dampaknya, ia dianggap bermanuver dan disorot oleh warganet di Twitter karena sikapnya dianggap berseberangan dengan Mabes Polri. Tidak lama setelah itu, Rycko dimutasi mengurusi dunia pendidikan dan tak lagi memenang tongkat komando, dengan menjadi gubernur Akpol.

Alasan paling masuk akal Rycko mendapat promosi jelas karena ia pernah satu tim bersama Kepala Polri Jenderal Idham Azis saat meringkus otak di balik Bom Bali, yaitu Dr Azhari. Bersama eks kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan Idham, Rycko mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari AKBP menjadi kombes. Meski sama-sama abiturien Akpol 1988, Idham lulusan 1988 A (masa pendidikan empat tahun) dan Rycko 1988 B (pendidikan tiga tahun). Hebatnya, Rycko menyandang status sebagai peraih Adhy Makayasa atau lulusan terbaik di angkatannya.

Konsekuensi menjabat kepala Baintelkam Polri, Rycko bakal menyandang pangkat komisari jenderal (komjen). Otomatis, ia memiliki peluang menggantikan Idham yang bakal pensiun pada awal 2021. Bagaimana peluangnya? Sebenarnya cukup berat meski bukan berarti tertutup. Pasalnya, Rycko harus bersaing dengan angkatan 1988 lainnya yang kini mendominasi jabatan bintang tiga.

Di antaranya adalah Wakil Kepala Polri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang notabene eks ajudan Presiden Jokowi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Boy Rafli Amar yang juga akan menyandang bintang tiga, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Nana Sujana, serta Kepala Polda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.

Kecuali Listyo Sigit yang kariernya masih panjang (alumnus Akpol 1991), ketiga saingan Rycko yang disebut namanya sama-sama abiturien 1988. Satu lagi, Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri Komjen Agus Andrianto (Akpol 1989) yang juga masuk daftar calon kepala Polri. Adapun Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto dan Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri (Lemdikpol) Komjen Arief Sulistyanto sama-sama lulusan Akpol 1987 atau seangkatan dengan Tito Karnavian.

Kebiasaan regenerasi pimpinan, idealnya kepala Polri yang menjabat sekarang digantikan juniornya. Karena Idham angkatan 1988, peluang penggantinya jelas bisa seangkatan atau malah angkatan setelahnya. Selain itu, karena pergantian Trunojoyo 1 masih enam bulan lagi, sangat mungkin ada pergeseran posisi dan promosi yang membuat peta perebutan jabatan bisa berubah. Meski begitu, tetap saja nama Rycko layak diperhitungkan.

Namun, baik Octavian maupun Rycko harus memiliki satu faktor lain untuk bisa menjadi orang nomor satu di TNI AL dan Polri. Apa itu? Keberuntungan! Pasalnya, nasib ajudan Presiden SBY sebelum keduanya kariernya berhenti di bintang tiga. Senior Octavian di TNI AL, Laksdya (Purn) Didit Herdiawan, harus pensiun dengan bintang tiga di pundak. Kariernya mentok setelah pergantian rezim. Padahal, selepas menjadi ajudan Presiden SBY, Didit sempat menduduki dua jabatan bintang satu, tiga jabatan bintang dua, dan empat jabatan bintang tiga. Kariernya sempat berputar-putar setelah SBY tidak lagi menjabat presiden hingga posisi terakhir menjadi inspektur jenderal Kemenhan, sementara dalam empat tahun bintangnya tidak bertambah.

Di samping itu, senior Rycko, yaitu Komjen (Purn) Putut Bayuseno, juga terakhir menjabat sebagai irwasum Polri. Putut pernah menjabat kepala polda tiga kali dan sempat pula menjadi kepala Baharkam Polri sebelum mengakhiri pengabdian kedinasan sebagai irwasum Polri. Sepeninggal SBY, karier Putut tidak lagi bersinar dan kalah moncer dengan Tito yang memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi.

Selain itu, mantan dua ajudan lain semasa Presiden SBY dari TNI AD dan AU juga berakhir hanya menyandang bintang tiga. Letjen (Purn) M Munir terakhir menjabat sekjen Wantannas. Marsekal Madya (Marsdya) Bagus Puruhito yang satu-satunya masih aktif dan pensiun pada Oktober mendatang kini menjabat kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas.

Di sinilah tantangan bagi Octavian dan Rycko untuk bisa memecahkan "kutukan" sebagai orangnya SBY untuk dapat menyandang pangkat bintang empat pada era Jokowi berkuasa. Bisakah keduanya memiliki karier lebih cemerlang dibandingkan seniornya yang pernah menjadi ajudan SBY? Kita tunggu saja kabar berikutnya….

*) penulis adalah jurnalis republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement