Senin 30 Mar 2020 07:37 WIB

Saatnya Kita Coba Karantina Wilayah

Sejumlah daerah sudah berinisiatif mengarantina wilayahnya.

Bayu Hermawan
Foto: dok. Pribadi
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Bayu Hermawan*)

 

Dalam beberapa hari terakhir, beberapa pemerintah daerah ramai-ramai mengatakan, akan memberlakukan lock down wilayahnya demi mencegah penyebaran dan penularan virus corona atau Covid-19. Kesempatan ini, seharusnya bisa ditangkap dan dimanfaatkan oleh pemerintah pusat untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Karantina Wilayah.

Semakin tingginya orang terpapar virus corona memang mengkhawatirkan. Jika dalam beberapa pekan lalu, pertambahan jumlah pasien positif corona masih dalam bilangan belasan, sekarang penambahan pasien positif telah mencapai angka ratusan. Data yang disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, pada Ahad (29/3), dalam 24 jam terakhir ada penambahan 130 kasus positif baru Covid-19.

Perbandingan penambahan pasien positif, sangat tinggi  dibanding pasien yang sembuh. Hingga Ahad (29/3) kemarin, pasien sembuh baru sebanyak 64 orang. Sementara pasien meninggal dunia akibat virus corona sebanyak 114 orang, atau sekitar 8 persen.

Semakin tingginya jumlah pasien positif corona, membuat sejumlah pemerintah daerah mengambil berbagai kebijakan untuk pencegahan. Jika sebelumnya tidak ada 'yang berani' menyuarakan lock down, karantina wilayah atau apapun itu namanya, karena khawatir dianggap melangkahi kebijakan pemerintah pusat, Pemerintah Kota Tegal tercatat menjadi yang pertama kali berani mengambil kebijakan lock down.

Meski sempat menimbulkan pro dan kontra, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supryiono bergeming. Dirinya tetap memerintah blokade 49 titik akses jalan protol dalam kota dan penghubung antar kampung.  Hal itu dilakukan untuk membatasi pergerakan orang-orang yang akan masuk ke Tegal. Dedy menegaskan apa yang dilakukannya demi melindungi warganya.

Apa yang dilakukan Pemkot Tegal, seolah mematik keberanian daerah lain untuk mengambil kebijakan yang sama. Setidaknya, Pemerintah Daerah Tasikmalaya dan Garut juga menyatakan siap melakukan lock down wilayahnya. Bahkan Provinsi Papua juga sudah lebih dulu menutup akses masuk ke wilayah itu, dengan cara menutup Bandara Sentani sejak 26 Maret lalu.

Bukan hanya ditingkat  provinsi, pemerintah kabupaten dan kota yang mulai berani mengambil kebijakan lock down, bahkan tingkat desa, seperti di Kampung Lambung, Aceh, juga melakukan penutupan wilayah desa mereka. Warga Kampung Lambung menutup jalan masuk dan melarang warganya untuk keluar rumah jika tidak untuk kepentingan mendesak.

Fenomena ini seharusnya bisa ditangkap dengan cepat oleh pemerintah pusat. Mereka harus menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) Karantina Wilayah. Setidaknya, apa yang disuarakan oleh pemerintah daerah, akan mengurangi resistensi jika akhirnya pemerintah menerbitkan PP Karantina Wilayah. Masyarakat pun kini sudah mulai banyak yang menyerukan agar dilakukan karantina wilayah.

Jika keputusan karantina wilayah sudah dilakukan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus ada sanksi yang tegas. PP Karantina Wilayah harus mampu maksimal mencegah migrasi orang. Tanpa adanya sanksi, masih banyak orang yang tetap santuy tidak mengikuti aturan.

Kita ambil contoh saja, imbauan social distancing hingga berubah nama menjadi physical distancing. Toh tetap masih banyak yang diabaikan oleh masyarakat. Masih banyak orang yang tak sada bahwa dirinya bisa menjadi pembawa virus, yang bisa menular ke orang lain.

Kedua, PP Karantina Wilayah juga harus memperhatikan dampak ekonomi di masyarakat. Pemerintah harus memberi jaminan tidak ada PHK besar-besaran, jika PP ini diberlakukan. Karantina wiayah akan membuat banyak kegiatan bisnis, perdagangan dan ekonomi lainnya yang akan berhenti. Termasuk juga pekerja di sektor informal, seperti pengemudi ojek daring dan lain-lain. Tentu, saya yakin pemerintah sudah punya skema untuk mencegah hal ini terjadi. Sebab, saat ini pun, dengan belum adanya PP Karantina Wilayah, sudah banyak kegiatan bisnis, jual beli dan ekonomi lainnya yang terhenti. 

Ketiga, akses masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan pun jangan sampai sulit atau langka. Pemerintah harus memastikan tidak ada "emak-emak" yang berteriak susah membeli beras, bawang, telur, daging dan sembako lainnya. Stakeholders bisa menggandeng kepolisian untuk benar-benar memantau ketersediaan pangan dan sembako. Jika ada yang coba-coba mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kondisi karantina wilayah, langsung berikan hukuman tegas agar menjadi efek jera bagi pihak lain yang berniat melakukan hal sama.

Kebijakan ini akan teruji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Dimana masyarakat merindukan mudik, dan juga butuh bahan pokok untuk merayakan lebaran.

Dengan semakin banyaknya pemerintah daerah yang menyatakan siap melakukan lock down wilayah, artinya pemerintah pusat tinggal mengakselerasikan dengan PP Karantina Wilayah. Tentu banyak juga yang tidak setuju, namun setidaknya kita sudah mencoba melakukan pencegahan dengan imbauan social distancing, physical distancing, bekerja dari rumah, belajar dari rumah hingga beribadah dari rumah, tetapi angka pasien positif tetap bertambah tinggi.

Mungkin tidak ada salahnya kita mencoba untuk melakukan karantina wilayah. Selama PP Karantina Wilayah mampu menjamin aspek kehidupan soal dan ekonomi, rakyat akan siap menerimanya. Karena upayan melawan corona hanya bisa berhasil jika didukung oleh masyarakat semua.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement