Sabtu 15 Feb 2020 13:48 WIB

Keane dan Gattuso, Sosok Tanpa Pewaris

MU maupun AC Milan tak lagi punya pemain seperti Roy Keane maupun Gattuso.

Agung Sasongko
Foto: Dok. Pribadi
Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agung Sasongko*)

Setiap laga sepak bola, peran gelandang jangkar begitu krusial. Pemain ini merupakan tembok penahan gelombang serangan sebelum langsung bersinggungan dengan bek.  Perannya juga tak kalah penting ketika mengalirkan serangan. Apalagi ketika sebuah kesebelasan dalam posisi kejepit alias minim penguasaan bola.

Melihat dari peranannya yang sentral, tentu figur yang menempati posisi itu bukan sembarang pemain. "Dia" haruslah seorang pekerja keras dan skilful. Dua nama menarik perhatian saya adalah sosok Roy Keane (Manchester United) dan Gennaro Gatusso (AC Milan). Kedua pemain ini merupakan legenda di klubnya.

Ketika saya kembali melihat video rekaman permainan keduanya di jejaring video. mereka ini simbol power of football. Mereka gladiator yang tak gentar menghadapi siapapun. Jangan heran kisah kontroversial datang dari keduanya.

Keano, sapaan akrabnya, boleh dibilang secara naluri sudah memiliki karakter pemimpin. Darinya, Sir Alex Ferguson melihat standar tinggi urusan konsisten dan keinginan untuk menang. Bahasa sederhanya, Keane ini pemain yang paling ngotot membawa United raih kemenangan. Saking ngototnya terkadang merugikan tim. Tapi hal itulah yang jadi kenikmatan menyaksikan laga sepak bola.

Masih ingat cerita cederanya Alf-Inge Haalaand, ayah dari pemain Borussia Dortmund, Erling Haaland. Ini salah satu kisah kontroversial Keane semasa berkarir sebagai pemain.

Keane mengakui dalam otobiografinya kalau dia dendam dengan Haaland yang menuduhnya pura-pura cedera ketika United kalah dari Leeds United 0-1. Dendam itu dibalas tuntas ketika Keane kembali bertemu Haaland yang saat itu membela Manchester City.

Terjangan Keane membuat Haaland cedera. Pemain asal Republik Irlandia ini di kartu merah, didenda 150 ribu poundsterling, dan larangan bermain di lima laga. "Ada sejumlah penyesalan dalam hidup saya. Tapi insiden dengan Haaland tidak termasuk ke dalamnya," kata Keane dalam Autobigrafinya.

Lebih sengit lagi ketika Keane bertemu Patrick Viera di lorong Highbury. “Patrick Vieira bertingga 6,4 kaki dan dia mendatangi Gary Neviile. Maka saya bilang padanya, hadapi saya saja. Sesederhana itu. Dia mencoba mengintimidasi rekan setim saya dan saya tidak bisa membiarkan itu begitu saja. Tetapi boleh jadi, Gary memang pantas untuk dikejar-kejar saat itu. Dan bila terjadi pertarungan saat itu, bisa jadi dia (Vieira) akan membunuh saya,” kata Keane soal perseteruannya.

Sosok yang turut andil membawa banyak gelar bagi Iblis Merah ini tak memiliki pewarisnya di United. The Red Devils tengah menjalani fase baru. Tidak ada lagi pemain bertabiat kasar model Keane.

Terakhir yang mungkin sangat mendekati adalah sosok Nemanja Vidic. Pemain asal Serbia yang juga menjabat Kapten itu sedikitnya mengingatkan energi yang sama dengan Keane. Bedanya mungkin, Vidic berposisi sebagai bek. Jadi, bahasa anak sekarang kurang nendang.

United saya kira butuh pemain model Keane di lini tengah. Karena dari sisi ini United kerap kedodoran. Ada celah yang tak terkawal, sehingga pemain lawan dapat dengan mudah menggedor langsung bek United. Kehadiran Nemanja Matic, Fred, pemain muda seperti McTominay, belum cukup menambal celah itu.

Bagaimana dengan Gattuso. The Rhino atau Si Badak ini setipikal seperti Keane. Bedanya, Keane masih bisa cetak gol dan asisst. Si Badak ini ya tugasnya benar-benar sederhana. Rebut bola dan berikan pada Andrea Pirlo.

Pemain lawan coba beradu teknik baik apapun bentuknya sudah pasti dihentikan Gattuso. Ada pemain yang miliki peluang cetak gol, tugas Gatusso menggagalkannya. Seperti itulah tugasnya.

Meski memiliki tugas serabutan, Gattuso tidak seperti Keane. Pemain yang mengawali karir di Perugia dan Glasglow Rangers ini punya teknik mengatur emosi. Tak asal terjang tapi pakai itungan psikologis juga. Inilah keunikan Gattuso.

Pada akhirnya, Gattuso turut andil dalam kesuksesan Milan di medio 2000-an. Gelar Scudetto dan Liga Champions bukti sahih peran penting si pemain. Capaian yang hampir sama dibuat Keane.

Seperti United, Milan juga mengalami transisi demikian panjang. Bedanya, United masih bisa beli pemain bagus. Milan mikir dua kali karena skandal finansial. Sosok Gattuso di lini tengah tak lagi tersisa. Penerusnya pemain nanggung yang bukan mencerminkan kelihaian Milan dalam mengoptimalkan pemain. Di masa jayanya, Milan mampu mengubah Gattuso dengan kemampuan biasa tapi memiliki peran besar. Kini, magis Milan seperti kehabisan tenaga.

Beruntung Milan mendapatkan Zlatan Ibrahimovic, sosok yang juga dulu jadi rival Gattuso. Ruh Milan perlahan seolah bangkit kembali. Rossoneri kembali bertenaga meski butuh waktu.  I Diavolo Rosso nutuh dua atau tiga pemain lagi yang memiliki karakter kuat model Gattuso dan Ibra.

Sosok Keane dan Gattuso inilah yang begitu dirindukan ketika saya menyaksikan laga sepak bola. Sepak bola bukan sekadar jago tetapi ada cerita di baliknya. Cerita itu ada pada sosok Keane dan Gattuso.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement