Senin 03 Feb 2020 00:56 WIB

Pendekar Bayangan Bernomor Sembilan

Firmino mampu membaca permainan dengan baik dan selalu menguntungkan rekan-rekannya.

Striker Liverpool Roberto Firmino (No 9).
Foto: Matt Dunham/AP
Striker Liverpool Roberto Firmino (No 9).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Endro Yuwanto *)

Tak sekali dua kali, juru taktik Liverpool, Juergen Klopp, menyatakan pentingnya sosok Roberto Firmino sebagai salah satu pemain di lini serang the Reds. Klopp menegaskan kehadiran Firmino di Liverpool lebih penting daripada sekadar jumlah gol yang dicetak sang striker.

Pernyataan Klopp soal Firmino sejauh ini selalu tak salah. Yang teranyar, Firmino menyumbang tiga assist saat Liverpool mengalahkan Southampton 4-0, Sabtu, 1 Februari 2020, dalam lanjutan Liga Primer Inggris. Liverpool pun kian kokoh di puncak klasemen sementara tanpa sekali pun menelan kekalahan dalam 25 laga.

Firmino sejauh ini telah membentuk garis depan yang mematikan bersama Mohamed Salah dan Sadio Mane. Namun aksi pemain asal Brasil itu seakan dianggap sebagian penikmat bola masih kalah mentereng dibanding Salah dan Mane yang memang lebih produktif dalam mencetak gol. Bek Virgil van Dijk yang meraih gelar Pemain Terbaik Eropa 2019, bek kanan Trent Alexander-Arnold, dan kiper Alisson Becker juga lebih sering menjadi sorotan dibanding Firmino.

Namun, tentu tak adil bila menghakimi Firmino secara sesaat karena jumlah golnya yang tidak seberapa dibanding Salah dan Mane. Firmino, pemain bernomor punggung 9 di Liverpool, mendapat amanat Klopp untuk menjadi sosok false nine alias penyerang palsu. Semacam pendekar bayangan. Sosok penting yang samar terlihat tapi mematikan.

Tanpa Firmino sebagai false nine, Liverpool akan terlihat kurang kohesif, kurang cair, dan kurang mematikan saat berada di depan gawang lawan. Firmino merupakan kunci penting dalam strategi yang diterapkan oleh Klopp. Sebagai false nine atau pemain yang merumput di antara gelandang dan bek lawan, ia selalu membuka ruang bagi rekan setim maupun diri sendiri agar lahir sebuah gol.

Meskipun tampil sebagai pemain paling depan dalam skema 4-3-3 Liverpool, Firmino memang amat jarang menyentuh bola di kotak penalti lawan. Penyebabnya, ia lebih suka turun jauh ke belakang untuk membuka ruang, menjaga keseimbangan, atau menghubungkan setiap bangunan serangan the Reds. Peran yang sebenarnya tak gampang dilakukan oleh seorang pesepak bola.

Sejak peran false nine muncul ke permukaan pada 1930-an, false nine memang sudah sangat sulit digunakan. Selain harus mempunyai sistem permainan sesuai, sebuah tim juga harus memiliki pemain yang cocok untuk memerankannya.

Embrio false nine mulai terasa, tepatnya pada 25 November 1953. Kala itu, Inggris meladeni Hungaria pada partai uji coba di Stadion Wembley. Pada laga yang dikenal dengan match of the century itu, Hungaria menang telak 6-3. Untuk kali pertama dalam sejarah, The Union Jack dikalahkan oleh tim non-Britania di kandang sendiri.

Inggris hanya terpana melihat bagaimana pola permainan klasiknya diacak-acak oleh strategi pelatih Gusztav Sebes. Hungaria dimotori Ferenc Puskas, Sandor Kocsis, Zoltan Czibor, dan Jozsef Bozsik. Tapi yang menjadi penyulut kekacauan di area pertahanan Inggris adalah pemain bernomor 9, yaitu Nandor Hidegkuti. Lazimnya pemain bernomor 9 pada masa itu dipasang sebagai penyerang tengah dan berfungsi sebagai finisher. Tapi, pergerakan Hidegkuti yang tak lazim membuat barisan pertahanan Inggris kocar-kacir.

Di era modern, Spanyol mempopulerkan lagi false nine. Lantaran kurang tajamnya performa penyerang Spanyol, pelatih Spanyol saat itu, Vicente Del Bosque, justru menurunkan Cesc Fabregas pada pertandingan Piala Eropa 2012. Fabregas sejatinya merupakan gelandang. Banyak pihak yang sempat bingung dengan taktik Del Bosque.

Taktik Del Bosque ternyata jitu. Spanyol berhasil menjadi juara berkat false nine.

Sebenarnya banyak pemain lain yang bisa dikategorikan sebagai false nine. Mantan kapten AS Roma dan bintang timnas Italia Francesco Totti pernah dipasang sebagai penyerang bayangan di tahun 2000-an. Sementara peran Lionel Messi di Barcelona yang aktif turun menjemput bola dan mengatur tempo permainan mirip dengan false nine.

Persoalannya, pemain-pemain seperti Hidegkuti, Totti, hingga Messi juga tidak muncul setiap tahun sekali. Masalah itu kian rumit ketika Firmino membuat false nine mengalami evolusi.

Jika peran false nine pada umumnya bisa menguntungkan pemerannya sebelum menguntungkan tim, false nine ala Firmino berbeda. Tim yang utama, ia tak masalah menjadi nomor sekian. Sebab inilah Klopp lantas memuji habis peran anak asuhnya tersebut.

Klopp menganggap Firmnino adalah sosok pemain bintang yang bisa diandalkan setiap saat. Firmino mampu membaca permainan dengan baik dan selalu menguntungkan rekan-rekannya.

Di sisi lain, Firmino pun bertekad untuk terus menunjukkan penampilan terbaiknya dengan membayar kepercayaan Klopp yang telah mengubah posisinya menjadi false nine. Firmino datang ke Liverpool dari klub Bundesliga Jerman, Hoffenheim, pada musim panas 2015 dengan penampilan yang lambat di bawah kepemimpinan Brendan Rodgers.

Saat itu, Rodgers enggan menggunakan Firmino sebagai starter. Pada musim 2015/2016 Firmino menjalani musim debut bersama the Reds. Ia mengawalinya dengan tidak mudah. Firmino baru dapat mencetak gol pertamanya bersama Liverpool setelah melewati 14 laga. Statistik Firmino pada musim perdananya tidak terlalu mengesankan. Permainannya pun belum terlalu terlihat dalam tim.

Kedatangan Klopp ke Anfield mengubah segalanya bagi Firmino yang mulai mendapat kepercayaan dari sang pelatih. Sejak saat itu, Firmino menjadi tokoh kunci dalam trisula maut Liverpool bersama Mane dan Salah.

Sebelum menjadi false nine, pada awalnya, Firmino merupakan tipe pemain nomor 10 di Bundesliga. Meski di posisi false nine, Firmino sukses menjadi pemain Brasil pertama yang mampu mencetak 50 gol di Liga Primer saat Liverpool menggasak tuan rumah Burnley 3-0 pada Sabtu, 31 Agustus 2019. Butuh 141 pertandingan bagi Firmino, sejak debutnya pada Agustus 2015 lalu, untuk mencapai rekor tersebut setelah ia menjadi pendekar bayangan.

Sekali lagi, Klopp tak mempermasalahkan soal ketajaman Firmino lantaran peran utama pemain usia 28 tahun itu bukan melulu mencetak gol. Bayangkan, jika seandainya Firmino lebih egois dan memaksakan diri mencetak gol dari berbagai sudut. Lalu tak lagi bisa mengumpan atau memberi assist secara cerdas dan enggan membuka ruang. Trisuila Firmino-Mane-Salah tentu akan berantakan.

Siapa pun yang paham dan mencintai sepak bola, terlepas dari peran pemain Liverpool lainnya yang juga luar biasa, Firmino adalah sosok kunci nan amat penting bagi kedigjayaan Liverpool era Klopp.

Sepak bola modern memiliki sejumlah peran yang berbeda yang jauh lebih rumit seiring perkembangan sistem, taktik, dan cara bermain. Pemain diharapkan bisa tampil lebih dari satu posisi dan peran. Bagi Firmino, ia sudah menunjukkan berbagai macam peran yang berguna untuk Liverpool hingga membuat kontribusinya begitu lengkap. Ia bisa menunjukkan kemampuan tanpa harus selalu menjadi pemain yang paling menonjol.

*) Jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement