Selasa 24 Dec 2019 04:25 WIB

Ketika Muatan LGBT Lolos Sensor LSF

LSF menganggap adegan ciuman perempuan itu bukan mesum.

Reiny Dwinanda
Foto: republika
Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reiny Dwinanda*

Mata saya langsung terbelalak saat  menonton salah satu adegan di ujung film 'Star Wars: The Rise of Skywalker' pada saat premiernya, Selasa (17/12). Sulit rasanya untuk menerima kenyataan bahwa memang ada ciuman sesama perempuan ditampilkan dalam film dengan rating R13+ itu.

Tak habis pikir saya, mengapa Lembaga Sensor Film (LSF) pada 12 Desember lalu menyatakan bahwa seluruh adegan telah lulus sensor. Ini di Indonesia, negara dengan adat ketimuran yang kental. Ini di Indonesia, negara dengan jumlah umat Islam terbesar. Lagi pula, agama mana yang membenarkan perilaku lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBT)?

Ketika ditanyakan soal itu, LSF menampik adegan yang salah satunya diperankan oleh Amanda Lawrence tersebut mempromosikan LGBT. Menurut Ahmad Yani Basuki selaku ketua LSF, itu bukan sesuatu yang mesum karena konteksnya hanyalah ekspresi kedua tokoh dalam merayakan kemenangan.

Duh, makin gemas saya mendengarnya. Jadi, ciuman sesama perempuan yang bukan pemain inti di kubu Resistance itu wajar ada di film yang diputar di Indonesia?

Sementara itu, di Dubai, adegan tersebut dipotong. Lantas, Disney memangkas adegan film yang disutradarai JJ Abrams ini untuk penayangannya di Singapura.

Jauh hari sebelum diputar, Abrams memang sudah woro-woro bahwa ia menginginkan ada adegan LGBT di Star Wars: The Rise of Skywalker. Bagi sang sutradara, penting untuk membuat semua kelompok merasa terwakili dalam filmnya.

Di Amerika Serikat dan Inggris, penonton terbelah. Selagi media ramai memberitakan adegan LGBT pertama di saga Star Wars, mereka yang pro LGBT belum puas dan menganggap itu sama sekali bukan momen bersejarah mengingat karakter LGBT tak dapat peran sentral atau diangkat kisah percintaannya.

Adegan perempuan berciuman memang berlangsung sekedipan mata. Tetapi, bagi sebagian penggemar Star Wars, adegan itu tetap mengganggu dan tak perlu.

Lebih lanjut, mari kita kupas latar belakang produsen filmnya. Disney telah mengambil alih hak produksi Star Wars, serial film fiksi ilmiah terbaik di dunia, setelah mengakuisisi Lucasfilm pada 2012.  Sebelumnya, Disney lebih dulu mengakuisisi Marvel Entertainment dan Pixar Animation.

Secara terbuka, Disney mengaku bersikap inklusif, termasuk soal LBGT. Bahkan,  pada 2017, salah satu serial animasi TV prodiksi Disney untuk anak-anak, Doc McStuffins, pernah menampilkan tayangan yang memuat interaksi pasangan lesbian. Karakternya melibatkan aktris penyuka sesama jenis, Portia de Rossi dan Wanda Sykes.

Dalam versi live action Beauty and the Beast, Disney mempertunjukkan tokoh gay lewat adegan menari dua pria dewasa. Di lain sisi, Frozen 2 tak terbukti memiliki muatan LGBT  seperti yang sebelum pemutarannya sering disebut.

Di Marvel Cinematic Universe, tokoh Valkyrie telah resmi diumumkan sebagai superhero LGBTQ pertama. Kisah Valkyrie sebagai pemimpin baru Asgard dalam mencari ratu pendamping akan tayang dalam Thor: Love and Thunder.

Dalam sebuah wawancara, Tessa Thompson, pemeran Valkyrie, pernah mengatakan sebelumnya adegan LGBT hendak disisipkan secara samar dalam Thor: Ragnarok, namun urung dilakukan karena tak menemukan momen yang pas. Setelah itu, Kevin Feige selaku produser Marvel mengatakan bahwa akan ada karakter LGBTQ lainnya di film-film produksinya, bukan cuma di Thor.

Gambarannya seperti itu dari raksasa pembuat film. Lalu, apa LSF akan mengekor gagasan inklusivitas Disney?

Menurut LSF, pihaknya baru akan memotong adegan ciuman sesama perempuan di Star Wars: The Rise of Skywalker andaikan ada aduan yang masuk. Hmmm, mengapa tak lebih dulu memotongnya ketimbang terlebih dulu membuat penonton praremaja terpapar konten itu ya?

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan sikap LSF tersebut dan menduga aspek bisnis berperan dalam adanya adegan tersebut di film layar perak.

Muhammadiyah pun telah mendesak LSF memotong adegan yang disebut sebagai konten yang sangat mengganggu tersebut agar tak merusak anak bangsa. Perusahaan produsen film juga diminta untuk mengedepankan tanggung jawab dan moralitas alih-alih mementingkan profit semata.

Indonesia sebetulnya pernah melarang tayang sejumlah film Hollywood, sebut saja Fifty Shades of Grey, Noah, dan Irreversible.

Terlepas dari apapun keputusan LSF, penentunya tetaplah penonton. Orang tua bisa memilah film yang pantas maupun tak layak disaksikan buah hatinya. Di samping menyeleksi film, diskusi tentang muatan yang disampaikan di layar lebar sangat penting untuk dilakukan.

Film dapat menjadi pintu masuk bagi orang tua untuk membahas beragam tema, termasuk yang sensitif, penuh intrik, ataupun kontroversial. Itu pula yang keluarga kami lakukan selepas mendampingi ananda yang masih berusia 14 tahun menonton Star Wars: The Rise of Skywalker.

Bagaimana kalau kesimpulannya, adegan itu terlalu mengganggu? Seperti kata ketua LSF tadi, buat saja pengaduan.

Saya jadi teringat bagian mengesankan dari Star Wars: The Rise of Skywalker. Dalam salah satu adegan, Poe Dameron yang didapuk menjadi acting general di kubu Resistance menyemangati pasukannya dengan berkata, "Good people will fight if we lead them." (Orang baik akan ikut berjuang kalau kita memimpinnya).

Buat semua orang tua yang ketar-ketir dengan tontonan favorit anaknya, "May the Force be with you, always!"

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement