Jumat 20 Dec 2019 05:06 WIB

Menunggu Mas Menteri Beres-Beres 'Swasta Rasa BUMN'

Pembatasan anak usaha BUMN akan membuka ruang bagi swasta.

Friska Yolandha
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*

Sejak awal bulan ini, Indonesia Raya dihebohkan dengan Skandal Garuda. Eks Dirut Garuda Ari Askhara diduga menyelundupkan motor gede (moge) antik merek Harley Davidson dalam bentuk komponen dan dua unit sepeda Brompton. Tak berhenti sampai di situ, peristiwa ini melebar hingga adanya dugaan pelecehan pramugari.

Penyelundupan moge ini tentu mencoreng nama baik PT Garuda Indonesia Tbk yang merupakan maskapai kebanggaan bangsa. Apalagi, Garuda telah tergabung dalam Sky Team dan berkali-kali mendapatkan penghargaan atas keramahannya melayani penumpang.

Akan tetapi, Skandal Garuda ini menjadi batu loncatan bagi Menteri BUMN saat ini Erick Thohir untuk bersih-bersih Garuda. Tak hanya Garuda, Mas Menteri harus beberes semua BUMN.

Saat ini, BUMN mencatat ada 142 perusahaan milik pemerintah yang bergerak di berbagai bidang. Dari 142 perusahaan itu, Erick mengatakan hanya 15 BUMN yang berkontribusi bagi negara. Sisanya? Jangan ditanya. Bisa bertahan dan menggaji pegawai saja sudah alhamdulillah.

Erick menjelaskan, total aset yang dimiliki BUMN mencapai Rp 8.500 triliun. Sedangkan, laba BUMN mencapai 189 triliun. Sebanyak 75 persen dikontribusi dari 15 BUMN saja.

Erick mengatakan akan melakukan reformasi birokrasi untuk menyehatkan BUMN. BUMN harus diisi oleh orang yang berintegritas dan mengedepankan akhlak.

Selain itu, Erick juga akan mengevaluasi anak usaha dan cucu usaha BUMN terkait. BUMN juga akan menyetop pembentukan anak dan cucu usaha BUMN ini agar perusahaan lebih efisien.

Langkah ini dinilai tepat lantaran satu BUMN saja punya puluhan bahkan ratusan anak/cucu usaha. PT Pertamina misalnya, ada 142 perusahaan di bawah bendera perusahaan tambang minyak nasional ini. Pun Garuda Indonesia yang kini membawahi puluhan anak dan cucu usaha.

Khusus Garuda Indonesia, pada tahun ini saja, perusahaan dengan kode saham GIAA itu mengoperasikan lima anak/cucu usaha baru. Dalam laporan keuangan Garuda Indonesia kuartal III 2019, lima anak/cucu usaha itu adalah PT Garuda Energi Logistik dan Komersial, PT Garuda Daya Pratama Sejahtera, PT Garuda Ilmu Terapan Cakrawala, PT Garuda Indonesia Air Charter dan PT Garuda Tauberes Indonesia. Yang terakhir yang paling bikin heboh.

PT Garuda Tauberes Indonesia bergerak di bidang pemrograman, konsultasi komputer dan pengolahan data. Dioperasikan pada 2019, Ari Askhara menjabat sebagai komisaris utama Garuda Tauberes. Sejumlah direksi lain juga menjabat komisaris di cucu usaha Garuda tersebut.

Kalau sekelas Garuda Indonesia saja bisa membuat lima perusahaan baru dalam waktu kurang dari setahun (2019 saja belum habis), bagaimana dengan perusahaan lain yang belum terbuka? Mungkin Mas Menteri bisa mengecek ke seluruh perusahaan BUMN, tahun ini saja sudah berapa anak/cucu usaha yang diciptakan.

Selain itu, BUMN juga perlu melihat anak/cucu usaha yang bisnis intinya tak jauh berbeda dengan BUMN lain. Misalnya, PT Adhi Karya Tbk punya PT Adhi Persada Properti. Padahal, pemerintah sudah punya PT PP Tbk yang bergerak di bidang properti. Tak hanya Adhi Karya, PT Waskita Karya Tbk juga punya anak usaha properti, PT Waskita Realty.

Tak hanya di sektor konstruksi, banyak sektor lain yang jenis bisnis anak/cucu usahanya tak jauh berbeda dengan BUMN yang sudah ada. Baru-baru ini, Erick Thohir bahkan menemukan 22 perusahaan air minum dan 85 perusahaan pelat merah yang punya bisnis hotel.

Meskipun anak/cucu usaha ini tidak termasuk BUMN, mereka tetap punya 'privilege' karena berada di bawah bendera BUMN. Dengan demikian, perusahaan swasta yang sebenarnya akan sulit bersaing dengan 'swasta rasa BUMN' ini. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah mendorong keterlibatan swasta dalam proyek infrastruktur.

Rencana Erick Thohir yang akan bersih-bersih anak/cucu BUMN diapresiasi pengusaha. Ketua Kadin Rosan P Roeslani mengatakan pembatasan anak usaha itu akan membuka ruang bagi swasta untuk ikut membangun negara. "Yang bisa dikerjakan swasta, ya dikerjakan swasta saja," katanya.

Perjalanan Erick Thohir masih panjang. Semoga Bapak kuat menghadapi halang rintang yang nanti akan dihadapi dalam proses menciptakan BUMN yang lebih profesional dan berintegritas.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement