Selasa 12 Nov 2019 09:52 WIB

Bolivia Terombang-ambing di Tengah Kevakuman Politik

Sejumlah pejabat yang seharusnya memegang tampuk kepemimpinan mundur menyusul Morales

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Bolivia Evo Morales saat konferensi pers di istana kepresidenan di La Paz, Bolivia, Rabu (23/10).
Foto: AP Photo/Juan Karita
Presiden Bolivia Evo Morales saat konferensi pers di istana kepresidenan di La Paz, Bolivia, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, LA PAZ -- Setelah protes selama tiga pekan, Evo Morales akhirnya menyerahkan jabatannya sebagai presiden Bolivia. Keputusan itu diambil setelah militer memintanya mundur dan sekutu meninggalkannya setelah protes yang berjalan panjang.

"Saya mengundurkan diri, mengirim surat pengunduran diri saya ke Majelis Legislatif," kata Morales, Ahad (10/11).

Baca Juga

Pengunduran diri ini, menurut Morales, merupakan upaya mencari perdamaian. Sebagai presiden adat dan presiden bagi seluruh warga Bolivia, sudah menjadi kewajibannya menemukan jalan damai untuk negaranya.

Laporan AP menyatakan, sebelum Morales menyelesaikan pernyataannya, orang-orang mulai membunyikan klakson mobil di La Paz dan kota-kota lain dan turun ke jalan untuk merayakan. Mereka mengibarkan bendera Bolivia dan menyalakan kembang api.

Kerumunan besar terbentuk di alun-alun utama di ibu kota, banyak orang bersukacita dan beberapa menangis bahagia. Para pengunjuk rasa berbaring di depan istana presiden dan membakar sebuah peti mati untuk melambangkan kematian pemerintahan Morales.

"Kami merayakan Bolivia bebas," kata seorang demonstran di dekat istana presiden.

photo
Penentang presiden Bolivia Evo Morales membakar peti mati sebagai simbol matinya pemerintahan Morales di La Paz, Bolivia, Ahad (10/11).

Namun, keesokan harinya, Senin malam (11/11), ribuan pendukung presiden Bolivia yang telah mengundurkan diri Evo Morales berbaris menuju La Paz, tempat para pemrotes oposisi berada. Atas kondisi yang semakin mencekam, Komandan Angkatan Bersenjata Bolivia Williams Kaliman telah memerintahkan pasukan melakukan operasi bersama dengan polisi. Mereka bergabung dalam menghadapi kelompok yang dituding melakukan perusakan.

Tekanan pengunduruan diri terhadap Morales meningkat sejak dia dinyatakan memenangkan kembali pemilihan sebagai kepala negara pada 20 Oktober lalu. "Kami menyarankan presiden membatalkan mandat presidennya, memungkinkan perdamaian dipulihkan dan stabilitas dipertahankan untuk kebaikan Bolivia," kata komandan angkatan bersenjata Bolivia itu, sesaat sebelum Morales mengumumkan pengunduran dirinya.

Selain pengunduran diri Morales, Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera juga mundur. Pengunduran diri Morales dan Gracia berarti akan membuat kepemimpinan negara kosong hingga hingga menunggu hasil pemilihan baru. Namun, menurut hukum Bolivia, dengan tidak adanya presiden dan wakil presiden, kepala Senat akan mengambil alih sementara.

Namun, kepala senat Adriana Salvatierra pun ikut melepaskan jabatannya setelah pengumuman Morales. Satu-satunya pejabat lain yang didaftarkan oleh konstitusi sebagai penggantinya, kepala majelis rendah, pun sudah mengundurkan diri.

Beberapa sekutunya mengundurkan diri, termasuk Menteri Pertambangan Cesar Navarro dan Wakil Presiden Dewan Victor Borda, yang menjadi anggota partai Morales. Mereka sama-sama menyebutkan rasa takut akan keselamatan keluarga sebagai alasan untuk mundur.

photo
Pendukung mantan presiden Bolivia Evo Morales bentrok dengan polisi di La Paz, Bolivia, Senin (11/11).

Selain itu, kepala Mahkamah Pemilihan Tertinggi Bolivia Maria Eugenia Choque mengundurkan diri setelah rilis temuan Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) atau lembaga yang melakukan audit suara suara dari pemilihan 20 Oktober. Kantor jaksa agung mengatakan, akan menyelidiki hakim pengadilan untuk kemungkinan penipuan dan polisi telah menahannya bersama dengan 37 pejabat lainnya atas dugaan kejahatan pemilu.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengutuk kudeta terhadap sekutu sayap kiri Presiden Bolivia Evo Morales. "Kami dengan tegas mengutuk kudeta yang terwujud terhadap saudara presiden kami," kata Maduro melalui akun Twitter.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel Bermudez mengutuk kudeta di Bolivia setelah kabar pengunduran diri Evo Morales dan wakilnya García Linera. Dia menyalahkan kudeta yang dilakukan untuk menyebarkan kekerasan.

"Kami mengutuk strategi kudeta oposisi yang telah melancarkan kekerasan di Bolivia, telah menyebabkan kematian, ratusan luka-luka dan ekspresi rasialisme terhadap penduduk asli. Kami mendukung Evo Morales," kata Bermúdez melalui Twitter.

Kementerian Luar Negeri Brasil menyatakan keprihatinan mendalam dengan penyimpangan besar dalam pemilihan yang dilakukan pada 20 Oktober lalu. "Brasil menganggapnya berkaitan dengan seruan untuk pemilihan umum baru sebagai jawaban atas protes yang sah dari rakyatnya dan rekomendasi dari OAS, setelah menemukan penyimpangan yang serius," kata pernyataan itu.

Pemerintah Nikaragua menyatakan kecaman terhadap kudeta yang dilakukan untuk melengserkan Morales. Presiden Argentina Alberto Fernandez mengatakan kerusakan institusional di Bolivia tidak dapat diterima. Dia menyatakan kecaman pula atas kudeta yang terjadi di Bolivia untuk menurunkan Morales.

photo
Presiden Bolivia Evo Morales mengundurkan diri setelah kisruh politik dan demonstrasi. Morales berbicara di hanggar kepresidenan di El Alto, Bolivia, Ahad (10/11).

Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard mengkritik keterlibatan militer dalam mendorong Morales mundur. Sedangkan pemerintah yang berhaluan kanan di Amerika Latin, di antaranya Kolombia dan Peru, menyerukan Bolivia untuk memastikan pemilu.

Peru dengan tegas mendorong agar terjadi kondisi yang damai setelah pengumuman mundurnya Morales. Kementerian Luar Negeri Kolombia meminta lembaga negara Bolivia dan partai politik bekerja sama dalam menjamin proses transisi politik. Sedangkan Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Luar Negeri menyatakan, rakyat Bolivia berhak atas pemilihan yang bebas dan adil sesuai dengan konteks konstitusi negaranya. Untuk itu, AS menyerukan, agar seluruh masyarakat Bolivia menahan diri dari kekerasan

Pengunduran diri Morales kemungkinan akan mengirimkan gelombang kejutan di seluruh wilayah pada saat para pemimpin berhaluan kiri telah kembali berkuasa di Meksiko dan Argentina. "Warisannya akan dikompromikan dan wilayah itu akan menderita dampak lain dengan konsekuensi jauh di luar Bolivia," kata Direktur Pelaksana Penasehat Risiko Cefeidas Group Juan Cruz Diaz, merujuk pada Argentina, Cile, Peru, Paraguay, dan Brasil.

Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) atau lembaga melakukan audit suara dari pemilihan 20 Oktober. mengungkapkan penyimpangan serius terjadi dalam pemilihan presiden Bolivia. Secara statistik tidak mungkin Morales dapat mengamankan margin 10 persen poin kemenangan yang diperlukan untuk tidak masuk pada pemilihan putaran kedua. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memuji audit OAS. Dia mengatakan, AS mendukung pemilihan baru dan pemasangan dewan pemilihan baru.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement