Selasa 03 Sep 2019 08:33 WIB

Perahu Kuno di Jambi Masih Misteri

Perahu kuno ini diperkirakan berusia sekitar 700 tahun.

Suasana kawasan sekitar Jembatan Pedestrian Gentala Arasy di atas aliran Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap tipis di Jambi, Rabu (14/8). (ilustrasi)
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Suasana kawasan sekitar Jembatan Pedestrian Gentala Arasy di atas aliran Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap tipis di Jambi, Rabu (14/8). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Tim penelitian Universitas Indonesia (UI) bersama Universitas Jambi (Unja) dan Badan Perlindungan Cagar Budaya (BPCB) Jambi melakukan ekskavasi terhadap situs perahu kuno lambur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Perahu kuno ini diperkirakan berusia sekitar 700 tahun.

“Masih dugaan awal, untuk memastikannya saat ini sampel ijuk dan kayu masih dibawa ke laboratorium nasional untuk diuji, kita masih menunggu hasil uji sampelnya,” kata arkeolog dari Universitas Indonesia, Ali Akbar, di Jambi, Senin (2/9).

Berdasarkan hasil penelitian sementara, perahu itu lebarnya sekitar lima meter dengan panjang keseluruhan mencapai 24 meter. Sejauh ini, proses ekskavasi berjalan sekitar 60 persen dan baru sebagian dari perahu yang dapat diketahui.

Ali Akbar mengatakan, tim saat ini masih fokus untuk mencari tahu posisi perahu sekaligus demensinya. Selanjutnya, lebih perinci mencari tahu jenis kapal, bahan, dan kapal ini dari peradaban apa. Ekskavasi situs perahu kuno di daerah itu dimulai dari tanggal 7 Agustus 2019 dan diperkirakan berlangsung hingga November mendatang.

Lamanya proses ekskavasi itu karena situs perahu kuno tersebut berada dalam wilayah yang memiliki kontur basah yang menyebabkan kondisi situs sedikit lembut dan rentan hancur. Sehingga, penelitian tersebut juga melibatkan tim konservasi BPCB Jambi.

“Situs perahu kuno ini sangat menarik, berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tahun 1997, pada situs perahu kuno tersebut, susunan papan perahu diikat dengan menggunakan teknik kuno yang diketahui teknik ikatan tersebut merupakan teknik khas Asia Tenggara,” kata Ali Akbar.

Fakta paling unik, lanjut Ali Akbar, di bagian bawah bilah papan perahu tidak ditemukan lunas dan rangka. Di bagian tersebut hanya ditemukan kayu-kayu bulat melintang di bawah papan tadi. Perahu ini diduga dalam keadaan parkir untuk perbaikan di sebuah dok atau galangan.

Perahu itu dibuat menggunakan bilah kayu yang disambung menggunakan pasak kayu. Teknik pembuatan perahu yang demikian merupakan teknik pembuatan kapal yang umum diterapkan di Asia Tenggara pada masa lalu. Berdasarkan ukuran dan ketebalan papan pembangunnya, perahu itu kemungkinan digunakan untuk mengarungi samudra.

“Kalau perahu itu usianya 700 tahun, besar kemungkinan keberadaannya berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya,” kata Ali Akbar.

Sekitar dua kilometer dari tempat penemuan perahu kuno itu juga ditemukan makam, sabuk, dan peninggalan yang lain. Berdasarkan temuan benda-benda peninggalan masa lalu tersebut, arkeolog menduga pada masa itu permukiman warga berkembang di sekitar muara sungai.

BPCB Jambi yang tergabung dalam penelitian UI terhadap situs perahu kuno lambur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, melakukan pendampingan terkait konservasi situs. Kondisi situs yang berada di bawah lapisan tanah yang basah, mengakibatkan situs memiliki tekstur yang lembut dan rapuh.

“Karena setelah diekskavasi situs tersebut membutuhkan perhatian lebih untuk dapat mempertahankan bentuk utuh. Di situlah peran kita sebagai konservasi untuk menjaga degradasi atau penurunan kualitas si kayu tadi,” kata Bagian Konservasi BPVB Jambi Rhis Eka Wibawa.

Dia mengatakan, penemuan situs seperti itu sudah pernah dijumpai terutama di kawasan Sumatra. Terakhir, penemuan perahu Sriwijaya di daerah Sungai Lematang Provinsi Sumatra Selatan. Namun, ada perbedaan dibandingkan penemuan situs perahu kuno tersebut, terutama dari segi kontur wilayahnya.

Prof Chiara Zazzara, arkeolog dari Italia yang sedang mengunjungi situs perahu kuno Lambur, menyebut, bagian perahu tersebut ada yang hampir sama dengan perahu pinisi. “Masih misteri, dilihat dari pasaknya memang mendekati jenis perahu pinisi. Namun, ada perbedaan sedikit pada pasak dan ijuk karena kapal pinisi kebanyakan menggunakan pasak, namun terkait penggunaan ijuk belum bisa dipastikan,” ujar dia. n antara ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement