Kamis 22 Aug 2019 17:42 WIB

Jalan Terjal Ganda Putri

Sejak 1977, belum satu pun ganda putri Indonesia masuk deretan perebut gelar juara.

Wartawan Senior - Nurul Hamami
Foto: Republika/ Wihdan
Wartawan Senior - Nurul Hamami

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nurul S Hamami, Wartawan Senior Republika

Lupakan dulu kekalahan menyesakkan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Andalan Indonesia peringkat satu dunia yang disebut-sebut berpeluang untuk menambah koleksi gelarnya dari Kejuaraan Dunia di Basel, Swiss, harus pulang lebih awal. Mereka menyerah di tangan ganda Korea Selatan Choi Sol Gyu/Seo Seung Jae di babak kedua, Rabu (21/8). Masih bisa berharap Fajar Alfian/Muhammad Rian Aridianto ataupun Mohammad Ahsan/Hedra Setiawan dapat membalas kekalahan itu.

Tentu sudah berkurang satu kekuatan Indonesia untuk bisa membawa pulang satu gelar dari Basel sebagaimana yang telah ditargetkan oleh PP PBSI. Meski tak menyebut dari sektor mana, tetapi apa yang dimaksud oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti sudah jelas: dari ganda putra. Ini mengingat performa para pebulu tangkis Indonesia di sektor ini lebih baik dibndingkan empat sektor lainnya sekarang ini. Salah satu kekuatan dan andalannya tak lain Marcus/Kevin.

Hingga babak ketiga (16 besar) Kamis (22/8), Indonesia masih menempatkan sembilan wakilnya di semua nomor. Mereka adalah Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting (tunggal putra); Gregoria Mariska Tunjung (tunggal putri), Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (ganda putra); Greysia Polii/Apriyani Rahayu, Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta (ganda putrid);  Hafiz Faisal/Gloria Emanuelle Widjaja dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (ganda campuran).

Selain dari ganda putra, sebenarnya Susy juga menyimpan harapan dari ganda putri. Sejauh ini Greysia/Apriyani yang menjadi tumpuan harapan. Dibandingkan dengan ganda putri lainnya di pelatnas, mereka memang paling menonjol. Meski baru dipasangkan pada Mei 2017 lalu, namun keduanya sudah bisa menyodok hingga semifinal Kejuaraan Dunia 2018 di Nanjing, Cina. Ketika baru digabungkan sebulan, Grey/Apri langsung juara di Thailand Grand Prix Gold 2017.

Grey/Apri dijadwalkan akan bertanding sekitar pukul 19.00 WIB malam ini menghadapi kakak-beradik dari Bulgaria, Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva. Pasangan Idonesia yang menempai unggulan 5 ini mendapat bye di babak pertama, lalu mengalahkan  Anastasiia Akchurina/Olga Morozova (Rusia) 21-13, 21-12 dan memastikan diri ke babak tiga, Rabu (21/8).

Dalam tiga kali bertemu dengan Stoeva bersaudara itu Grey/Apri unggul 2-1. Dalam pertemuan terakhir di Indonesia Masters awal tahun ini menang menang 22-20, 21-15. Semestinya pasangan Indonesia peringkat 5 dunia ini kembali bisa menjinakkan peringkat 10 dunia itu.

Jalan bagi Grey/Apri untuk menuju partai puncak memang masih jauh. Jika lolos dari adangan duo-Stoeva, mereka kemungkinan besar sudah ditunggu oleh ganda Cina unggulan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan. Terhadap peringkat 4 dunia itu, Grey/Apri sudah tujuh kali bertemu sejak 2017 dan mereka hanya menang dua kali. Satu kemenangan terbaik mereka adalah saat menyingkirkan Chen/Jia di perempat final Kejuaraan Dunia tahun lalu. Saat itu Chen/Jia merupakan unggulan pertama dan juara bertahan. Namun, dalam dua pertemuan tahun ini, Grey/Apri selalu kalah yakni di All England dan Australia Terbuka.

Selain Grey/Apri, Indonesia juga masih menyimpan asa pada Della/Rizki. Tapi, kans mereka memang tak sebesar Grey/Apri. Malam ini Grey/Apri yang diunggulkan di tempat ke-14 akan menantang unggulan 6 Lee So Hee/Shin Seung Chan (Korsel) dalam upaya menuju perempat final. Kedua pasangan baru bertemu sekali yakni di Indonesia Masters tahun lalu yang dimenangkan oleh Lee/Shin 21-12, 21-17. Semoga saja kali ini Della/Rizki yang berperingat 19 dunia bisa membalikkan keadaan sekaligus memulangkan Lee/Shin lebih awal.

Belum berbicara banyak

Kejuaraan Dunia kali ini menjadi ujian bagi skuat ganda putri nasional. Dibandingkan empat sektor yang lain, ganda putri Indonesia memang belum bisa berbicara lebih banyak lagi di pentas elite dunia. Sejak Kejuaraan Dunia Perseorangan dihelat di Malmoe, Swedia, pada 1977, belum satu pun ganda putri Indonesia tercatat dalam deretan perebut gelar juara.

Prestasi tertinggi baru berhasil dicatat oleh pasangan Verawaty Fajrin/Imelda Wiguno yang menjadi finalis pada 1980 di Jakarta, Lili Tampi/Finarsih finalis di Lausanne, Swiss, 1995; Eliza Nathanael/Zelin Resiana semifinalis di Glasgow, Skotlandia, 1997, Nitya/Greysia semifinalis di Jakarta 2015, serta Grey/Apri semifinalis di Nanjing 2018. Pada partai final Vera/Imelda harus mengakui keunggulan Nora Perry/Jane Webster dari Inggris, sementara Lili/Finarsih takluk di tangan Jang Hye Ock/Gil Young Ah (Korsel).

Di ajang olimpiade, yang dipertandingkan secara resmi sejak Olimpiade Barcelona 1992, sektor ganda putri menjadi satu-satunya nomor yang belum pernah menyumbang sekeping medali pun bagi Indonesia. Pada pergelaran terakhir olimpiade di Rio De Janeiro, Brasil, 2016, pasangan Nitya/Greysia sudah harus tersingkir di perempat final. Mereka menyerah kepada Tang Yuanting/Yu Yang (Cina) 11-21 dan 14-21.

Di turnamen tertua dan paling bergengsi, All England, Indonesia juga masih puasa panjang dari gelar di ganda putri. Setelah Retno Koestijah/Minarni Soedarjanto mengukir sejarah sebagai pasangan Indonesia yang pertama merebut gelar ganda putri All England pada 1968, lalu dilanjutkan oleh Verawaty/Imelda pada 1979, belum ada lagi ganda putri Indonesia yang juara di sana. Pekerjaan rumah yang besar bagi PP PBSI untuk membenahi sektor ganda putri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement