Rabu 21 Aug 2019 14:23 WIB

Beratnya Tuh di Sini

Sulit untuk bisa mengharapkan gelar dari sektor tunggal putri.

Wartawan Senior - Nurul Hamami
Foto: Republika/ Wihdan
Wartawan Senior - Nurul Hamami

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nurul S Hamami, Wartawan Senior Repubika

Selepas Susy Susanti menjadi juara dunia di Birmingham, Inggris, 1993, tak ada lagi pebulu tangkis Indonesia yang mengikuti jejaknya. Selebihnya, podium tunggal putri selama dua dekade dikuasai oleh pemain-pemain Cina sebelum Ratchanok Intanon (Thailand) menghentikannya di 2013. Setelah itu Carolina Marin (Spanyol) menghentak dunia dengan juara pada 2014, 2015, dan 2018. Nozomi Okuhara (Jepang) menyela dengan menjadi juara di 2017. Pada 2016 Kejuaraan Dunia ditiadakan karena berbarengan tahunnya dengan penyelenggaraan Olimpiade Rio De Janeiro, Brasil.

Sejak Kejuaraan Dunia diselenggarakan kali pertama di Malmo, Swedia, 1977, baru ada dua pebulu tangkis Indonesia yang menjadi juara. Sebelum Susy, pada 1980 (ketika kejuaraan masih digelar tiga tahun sekali) di Jakarta, Verawaty Wiharjo mencatatkan dirinya sebagai pemegang gelar juara dunia setelah Lene Koppen (Denmark) pada 1977.

Setelah 26 tahun dari torehan prestasi Susy, dalam penyelenggaraan Kejuaran Dunia di Basel, Swiss, pada pekan ini, masih berat untuk berharap gelar tunggal putri bisa direbut. Gregoria Mariska Tunujung (peringkat 16 dunia) dan Fitriani (28) yang menjadi wakil Indonesia, belum bisa disejajarkan dengan pemain-pemain yang kini berada di deretan sepuluh besar dunia. Keduanya masih perlu waktu untuk terus menempa diri dan berlatih keras untuk bisa menerobos jajaran elite dunia.

Sebelum berangkat ke Basel, Fitriani hanya mampu menjadi juara di Thailand Masters 2019. Turnamen seri BWF World Tour pada awal tahun berhadiah total 150 ribu dolar AS ini tak diikuti oleh pemain-pemain bintang dunia. Naik ke kelas 350 ribu dolar AS di Malaysia Masters yang mulai didatangi oleh para pebulu tangkis sepuluh besar dunia, Fitri hanya sampai babak kedua setelah menyerah di tangan He Bing Jiao (Cina). Sepekan kemudian di Indonesia Masters, Fitri kembali sudah tersingkir di babak kedua. Kali ini giliran Saina Nehwal (India) yang mengalahkannya.

Pada pekan ketiga Februari, Fitri hanya sampai babak kedua Barcelona Spain Masters. Di turnamen berkelas 150 ribu dolar AS ini dia menyerah kepada peringkat 16 dunia Cai Yan Yan dari Cina. Meneruskan tur Eropanya di Jerman Terbuka, Fitri juga hanya sampai babak kedua. Dia menyerah kepada Sayaka Takahashi, pebulu tangkis Jepang peringkat 15 dunia, di turnamen 150 ribu dolar AS itu. Lanjut ke turnamen paling prestisius di dunia dengan hadiah uang total 1 juta dolar AS, All England, pada awal Maret, Fitri kembali menyerah kepada He Bing Jiao di babak pertama.

Sebulan kemudian Fitri juga gagal di babak pertama Malaysia Masters berhadiah total 700 ribu dolar AS, setelah menyerah kepada Sung Ji Hyun (Korsel, 11 dunia). Di Singapura Terbuka sepekan kemudian dia langsung tumbang di babak pertama, menyerah kepada Ratchanok Intanon. Di Selandia Baru Terbuka, 30 Mei-5 April, Fitri kalah dari Aya Ohori di babak kedua. Di Australia Terbuka, awal Juni, berhadiah total 150 ribu dolar AS, Fitri juga langsung tersingkir di babak pertama di tangan Zhang Yi Man (Cina).

Di  kandang sendiri, Indonesia Terbuka, Juli lalu, Fitri tersingkir di babak pertama, kalah dari Chen Yu Fei (Cina). Dia kembali dijungkalkan Chen Yu Fei di babak pertama, kali ini di Jepang Terbuka berhadiah total 750 ribu dolar AS. Dua pekan sebelum Kejuaraan Dunia, Fitri mampu melenggang hingga perempat final Thailand Terbuka. Namun, akhirnya menyerah kepada Sayaka Takahashi di turnamen 350 ribu dolar AS itu.

Di Basel, sejauh ini Fitri sudah lolos hingga babak kedua setelah Selasa (20/8) menang atas peringkat 42 dunia Yvonne Li (Jerman) 21-14, 21-12. Sayang, di babak kedua dia sudah harus berhadapan dengan ungula kedua Tai Tzu Ying (Cina Taipei).

Pertandingan keduanya dijadwalkan berlangsung sekitar pukul 18.00 WIB Rabu ini.

Kedua pemain belum pernah bertemu dalam karier internasional mereka. Dengan segudang engalamannya, Tai yang kini menempai peringkat dunia memang masih di atas level permainan Fitri.

Tahun ini dia sudah merebut gelar Malaysia Terbuka dan Singapura Terbuka. Selain itu juga tercatat sebagai finalis All England dan semifinalis Indonesia Terbuka. Sebagai catatan, terhadap Gregoria, Tai unggul 3-0 dalam //head to head//. Bukannya mengecilkan Fitri, namun peluang untuk menang sangat berat –walaupun selalu ada jalan.

Tak jauh berbeda dengan Fitri, Gregoria juga tidak menunjukkan performa bagus sepanjang tahun ini. Penampilan terbaiknya hanya sampai babak perempat final Selandia Baru Terbuka sebelum akhirnya takluk di tangan Akane Yamaguchi (Jepang). Sebelumnya dia kalah di babak pertama Malaysia Masters kepada Ratchanok Intanon yang akhirnya menjadi juara. Di Indonesia Masters Gregor kalah dari PV Sindhu (India) di babak kedua. Di Jerman Terbuka, giliran rekan sepelatnasnya, Ruseli Hartawan, yang menyingkirkannya di babak pertama.

Sepekan kemudian di All England, Gregor kalah di babak pertama dari juara dunia 2017 Nozomi Okuhara. Lalu di Malaysia Terbuka dia kalah –lagi-lagi-- dari Intanon di babak pertama. Daftar kekalahan Gregor pun berlanjut. Di Singapura Terbuka, juara dunia junior 2017 ini tumbang di babak pertama kepada Mia Blichfeldt (Denmark). Di Australia Terbuka gagal di babak pertama di tangan Michelle Li (Kanada).

Main di depan publik sendiri, Gregor hanya sampai babak kedua Indonesia Terbuka bulan lalu. Intanon kembali menjadi penghalangnya. Kemudian di Jepang Terbuka, pemain berusia 20 tahun ini hanya sampai babak kedua kalah dari Tai Tzu Ying. Selanjutnya Gregor langsung tersingkir di babak pertama Thailand Terbuka, kalah dari Sung Ji Hyun (Korsel).

Di Basel, Gregor yang menempati unggulan 14 mendapat bye di babak pertama. Selasa (20/8) dia mampu melewati adangan Busanan Ongbamrungphan (Thailand) di babak kedua. Lagi-lagi Intanon bakal menjadi ganjalan besar bagi Gregor. Dia akan menghadapi pemain berusia 24 tahun peringat 6 dunia itu Kamis (22/8). Dalam lima pertemuan sebelumnya sejak 2018, Intanon selalu menang –termasuk tiga pada tahun ini. Agaknya masih sulit bagi Gregor untuk bisa melepaskan diri dari cengkeraman Intanon.

Masih berat untuk berharap gelar tunggal putri dapat dibawa pulang ke Tanah Air. Bisa lolos hingga perempat final saja sudah bagus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement