Rabu 14 Aug 2019 05:55 WIB

KBIH Tolong Pahami Kondisi Jamaah Ketika Melempar Jumrah

Banyak jamaah yang nekad melemapr jumrah di luar jadwal.

Rep: Moh Hafil/ Red: Muhammad Subarkah
Jamaah haji berjalan menuju lokasi lempar jumrah di Mina, Selasa (13/8).
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Jamaah haji berjalan menuju lokasi lempar jumrah di Mina, Selasa (13/8).

Oleh: Moh Hafil, Jurnalis Republika dari Makkah

Pagi Ahad yang lalu (11/8), di kantor di Kantor PPIH Arab Saudi Daker Makkah, tiba tujuh orang jamaah haji Indonesia.  Kedatangan mereka segera disuguhi makan dan minum oleh petugas. Rupanya, mereka merupakan rombongan jamaah haji yang berasal dari kloter-kloter berbeda yang  baru saja terpisah dari rombongannya saat ingin melempar jumrah.

Usianya semuanya dia tas 60 tahun. Mereka kemudian bercerita bahwa diajak oleh pembimbing yang berasal dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH)-nya untuk melempar jumrah di waktu utama, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Yaitu, pada 10 Dzulhijah antara Subuh hingga Dhuha. Kata pembimbing mereka, keutamaannya lebih besar dibanding waktu lainnya.

Padahal, berdasarkan jadwal yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi, justru waktu-waktu tersebut dilarang untuk jamaah haji Indonesia dan Asia Tenggara.

Larangan tersebut bukannya tanpa alasan. Karena waktu utama, banyak jamaah haji dari berbagai negara di dunia yang ingin melempar jumrah di waktu tersebut. Jika Indonesia melakukannya di waktu tersebut, maka akan sangat riskan bagi jamaah Indonesia yang punya postur lebih kecil bersaing dengan jamaah dari Afrika, Eropa, Asia Tengah, dan Timur Tengah yang memiliki postur jauh lebih besar.

Akhirnya, para jamaah yang sudah sepuh itu tak mampu mengikuti rombongannya yang lebih muda dan kuat. Mereka pun terpaksa terpisah hingga akhirnya 'nyasar' ke Kantor Daker Makkah.

Kemudian, banyak juga jamaah haji yang diajak oleh KBIH-nya untuk melakukan ibadah sunah tarwiyah. Padahal, oleh PPIH Arab Saudi sudah mengingatkan ibadah itu tak difasilitasi dari sisi konsumsi, transportasi, maupun pelayanan petugas.

Alahsil, pada hari pertama wukuf, dari 19 orang jamaah yang dirujuk ke RS Arab Saudi di Arafah, 13 orang di antaranya merupakan jamaah tarwiyah. Mereka kelelahan dan sakit karena harus berjalan kaki dari Mina ke Arafah.

Dari pemeriksaan dokter di Arafah, mereka yang tadinya sehat jadi sakit karena kelelahan dan dehidrasi karena jalan kaki dari Mina ke Arafah. Bahkan, Pusat Kesehatan Haji Indonesia menjadikan jamaah yang melakukan tarwiyah ini menjadi bahan evaluasi.

Sebenarnya kepada pra pengelola  KBIH yang mengajak para jamaahnya untuk jangan berulang kali melakukan umrah sebelum puncak haji. Mereka, oleh PPIH Arab Saudi jamaah diimbau untuk menjaga staminanya jelang puncak haji.

Tentu ini harus disadari secara bijak bersama-sama. Baik pembimbing di KBIH maupun jamaah hajinya. Bahwa tak semua anggota jamaahnya sehat-sehat dan muda-muda. Jangan mengiming-imingi keutamaan berupa pahala sunah tanpa melihat kondisi jamaanya.

Selain itu, jangan karena mengejar amalan sunah, yang menguras tenaga, tapi malah kehilangan kesempatan mengikuti prosesi ibadah haji yang wajib apalagi yang rukun seperti wukuf di Arafah.  Ini seperti yang terjadi pada jamaah tarwiyah yang dirawat, karena mengejar sunah, mereka malah tak maksimal melaksanakan wukuf di Arafah. Atau, karena ingin mengejar lempar jumrah di waktu utama, malah jamaah terpisah dari rombongan.

Padahal, melempar jumrah bukan di waktu utama juga tak mengurangi sama sekali pahalanya. Dan, amalannya juga tetap sah. Selain itu, melakukan lempar jumrah bukan di waktu utama juga lebih aman karena jalur Mina-Jamarat PP yang berjarak sekitar 6 kilometer itu lebih lengang dan potensi terjadinya jamaah terpisah lebih minim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement