Sabtu 03 Aug 2019 15:02 WIB

Ada Apa Dengan Taliban Ke Jakarta?

Beragam kepentingan untuk menjawab pertanyaan ketika Taliban ke Jakarta

Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima kunjungan Pendiri dan Wakil Pemimpin Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di kediaman dinas Wapres, Jalan Diponegoro Jakarta, Sabtu, (27/7).
Foto: Dok Setwapres
Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima kunjungan Pendiri dan Wakil Pemimpin Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di kediaman dinas Wapres, Jalan Diponegoro Jakarta, Sabtu, (27/7).

Oleh: DR Syahganda Nainggolan, Pendiri Sabang Merauke Circle

Beberapa hari lalu rombongan Taliban tiba di Jakarta. Mereka datang menindaklanjuti rencana Jokowi untuk terlibat dalam penyelesaian konflik Afghanistan. Untuk ikut terlibat dalam urusan perang saudara di Afghanistan, pada tahun 2018 lalu, Jokowi berkunjung ke Kabul, Afghanistan dan mendirikan lembaga setingkat menteri untuk urusan Afghanistan, salah satunya, yang sempat diketuai mantan ketum Muhammadiyah, Professor Din Syamsudin.

Apa yang membuat Jokowi berani melibatkan Indonesia dalam konflik Afghanistan puluhan tahun, sejak invasi Sovyet (Rusia) ke sana? Apa yang membuat Jokowi tertarik mengundang Taliban ke Jakarta, setelah seluruh dunia barat, khususnya Amerika mencap organisasi itu sebagai organisasi teroris terbesar di dunia?

Apa pula yang membuat Jokowi tertarik mengundang mereka ke Jakarta, sementara pendukung2 Jokowi adalah anti cadar dan jilbab? Bukankah Taliban adalah organisasi yang dianggap anti kebebasan perempuan?

Tentu saja hal ini masih perlu dibedah. Sebab, negara yang paling resah saat ini atas rencana Amerika meninggalkan Afghanistan adalah RRC (China). RRC selama puluhan tahun membantu Amerika dalam urusan Afghanistan, khususnya ketika menggerakkan Mujahidin, sebelum Taliban, melawan Uni Sovyet.

Kepentingan China adalah ketidakstabilan Afghanistan akan mempengaruhi keamanan China dan RRC juga mengincar Afghanistan untuk masuk dalam China Raya alias OBOR alias Belt and Road Initiative.

Apakah motif rejim Jokowi, selain klaim untuk peran kemulian dan misi suci kemanusian, mempunyai peran untuk mensukseskan politik China di Afghanistan, perlu didalami lagi. Sebab, mencari alasan Indonesia terlibat jauh urusan Afghanistan, yang tidak berbatasan langsung dengan negara kita, akan menghabiskan energi yang besar.

Pada saat bersamaan, pimpinan 212, khususnya HRS, yang penting dipertimbangkan sebagai "Taliban Indonesia" tidak pernah terlihat menjadi agenda penting Jokowi.

Seharusnya sebelum Jokowi mengurus bangsa Afghanistan, ada baiknya memprioritaskan perundingan dengan tokoh-tokoh Islam di dalam negeri, ke arah mana akhir perpecahan bangsa selama ini, khususnya paska pilpres.

Harus diingat, 70-100 juta rakyat yang terinspirasi 212 adalah gelora yang tidak pernah padam. Jangan seperti foto di bawah ini, dua pimpinan 212, malah diundang dialog oleh pimpinan Bangsa Malaysia, Ketua Koalisi Partai Pemerintah, Datuk Sri Anwar Ibrahim. 
Kita semua tahu sejarah, bahwa Datuk Anwar inilah salah satu arsitek Taliban di masa awal, ketika masih didukung Amerika.

Semoga kebahagian bangsa Afghanistan yang diurus Jokowi, segera juga memperhatikan kebahagian bangsa sendiri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement