Senin 08 Jul 2019 01:14 WIB

Terima Kasih Pak Topo, Sang Penyampai Informasi Bencana

Pak Topo mengajarkan dedikasi dan pengabdian.

Esthi Maharani
Foto: dok. Republika
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*

Saya mengenal Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho bertahun-tahun yang lalu. Saya masih ingat, waktu itu kami bertemu di Padang, Sumatra Barat. Saya lupa di acara apa, tetapi Pak Topo dengan ramah menyapa dan mengajak saya mengobrol panjang lebar tentang kebakaran hutan yang melanda Sumatra.

Dia dengan sigap memberikan penjelasan yang disertai angka-angka dan peta. Bahkan, bisik-bisik dia memberikan informasi off the record soal kebakaran lahan. Satu yang saya ingat, Pak Topo khawatir bencana kebakaran itu punya dampak jangka panjang, terutama bagi kesehatan warga.

“Asap kebakaran itu akan mengendap di paru-paru. Ini yang bahaya karena warga gak sadar,” kata Pak Topo waktu itu.

Dia tak sungkan untuk meminta saran kepada awak media agar masyarakat lebih sadar bencana. Saya ingat, dia dengan bangganya mengoleksi nomor telpon wartawan dan meminta –waktu itu--pin BBM awak media yang ditemuinya. Ia memanfaatkan pin BBM dan nomor telpon wartawan untuk broadcast soal bencana. Jika bencana terjadi di suatu daerah, hanya menunggu beberapa menit maka informasi valid dan lengkap dari broadcast Pak Topo akan langsung mendarat tanpa diminta.

Tak hanya itu, dia juga pernah meminta saran tentang perlu atau tidaknya pelatihan bencana untuk awak media. Harapannya, wartawan yang diundang dalam pelatihan tersebut bisa lebih memahami bencana dan cara menanganinya. Muaranya adalah ketika menuliskan berita bencana, informasi yang dituliskan lebih komprehensif. Pelatihan itu pun sudah dilakukan beberapa kali oleh BNPB.

Lambat laun saya menyadari Pak Topo bukan sekadar orang biasa yang bekerja di BNPB, tetapi ia memiliki kepedulian dan dedikasi tinggi. Tahun-tahun berlalu, nama Sutopo semakin menggema. Ia semakin dikenal tak hanya oleh awak media tetapi seantero Indonesia raya. Pak Topo aktif mengabarkan bencana dan perkembangannya baik kepada awak media maupun di media sosialnya. Ia juga rajin melawan berita-berita bohong soal bencana yang bertebaran di media sosial. Terkadang, ia pun juga suka berkelakar di medsos. Seringkali, Pak Topo me-mention Raisa ketika menyampaikan informasi kebencanaan atau unggahan lainnya.

Pada 17 Januari 2018, Pak Topo divonis mengidap kanker. Sutopo mengatakan kenyataan sebagai salah satu pengidap kanker itu sempat membuatnya terguncang. Pasalnya, dia merasa selama ini sudah menerapkan hidup sehat dengan makan makanan yang sehat dan tidak merokok.

"Saya syok, tetapi tidak sampai menangis. Istri dan anak saya yang menangis. Mungkin ini memang teguran dari Tuhan. Saya ikhlas," tuturnya.

Di tengah vonis dokter terhadap penyakit yang diidapnya, Sutopo sempat berpikir untuk mengurangi aktivitasnya melayani wartawan. Dan ini dia lakukan beberapa lama. Pak Topo menghilang dari radar. Waktu itu, saya masih ingat betapa repotnya tak ada Pak Topo ketika bencana terjadi. Informasi yang bisa dihimpun seadanya dan parsial.

Namun, ternyata Pak Topo berpikir masyarakat dan wartawan masih memerlukan dia dan dia pun kembali memberikan informasi kebencanaan. "Saat saya tidak ada, kejadian bencana tidak diberitakan oleh media. Kalau pun ada, pernyataan dari pejabat berwenang sangat normatif," katanya.

Akhirnya dia memutuskan untuk tetap aktif bekerja meskipun sudah disibukkan dengan pengobatan yang harus dijalani. Dia menganggap pekerjaannya melayani wartawan sebagai bagian dari ibadah.

Karena itu, di saat dia sedang menjalani terapi atau pengobatan, dia tetap mengumpulkan data dan membuat siaran pers ketika terjadi bencana.

Saya bisa katakan bahwa Sutopo adalah sosok yang paling disayang semua kalangan. Siapa yang bisa lupa dengan keajaiban media sosial dan netizen yang mewujudkan pertemuan Pak Topo dan Raisa. Awak media yang selalu dianggap sahabat padahal kami sering merepotkan dengan pertanyaan yang banyak dan menganggu di jam-jam yang tak wajar. Para pejabat negara pun segan dan hormat pada Pak Topo. Ah, saya rasa para pejabat di Indonesia harus banyak mencontoh Pak Topo untuk tidak pilih kasih pada awak media, memberikan informasi lengkap dan valid, mudah ditemui dan diwawancara, mementingkan rakyat, dan tidak baperan.

Selamat jalan pak. Terima kasih sudah membantu rekan media dan mencontohkan pada kami arti dan apa itu dedikasi. Maafkan kami yang selalu merepotkan Pak Topo. Pertanyaan kami banyak tapi bapak dengan sabar dan senyum menjawab satu per satu pertanyaan itu. Bapak tidak pernah kesal walau pertanyaan kami mengulang dan itu itu lagi.

Bapak tidak pernah mengeluh ketika tiba-tiba kami sore-sore atau malam hari menghubungi bapak karena diminta menambahkan data dan penjelasan untuk tulisan. Suka dadakan malah mintanya. Kadang kami juga mengganggu waktu istirahat bapak ketika bencana datang pagi-pagi buta atau tengah malam ketika semuanya terlelap. Bapak dengan sigap menjawab selengkap-lengkapnya. Walau sedang sakit, bapak tetap tidak lupa menjawab pertanyaan kami yang suka di luar jam-jam wajar. Saya yakin jumlah wartawan yang menghubungi bapak bisa ratusan, tapi bapak tetap melayani dengan sepenuh hati.

Maaf ya pak, kami kalau nanya suka banyak atau kami yang kurang paham bencana jadi nanyanya diulang terus. Kami beruntung melihat contoh kerja dengan cinta tanpa lelah dari jarak yang sangat dekat  Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik untuk Pak Topo.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement