Rabu 26 Jun 2019 00:09 WIB

Kemenkumham: Napi tak Hafal Quran Sumber Rusuh Lapas Polman

Napi bernama Onggo tidak bisa menghafal 10 surat sebagai syarat pembebasan bersyarat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Sebuah lapas (ilustrasi)
Foto: Musiron
Sebuah lapas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menjelaskan bahwa penyebab kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar (Polman), adalah narapidana yang tak puas atas aturan wajib menghafal 10 surat Alquran sebagai syarat pembebasan bersyarat. Narapidana atas nama Muhammad alias Onggo disebut sebagai sumber utama kerusuhan dan diketahui baru menghafal tujuh surat, dari 10 surat yang ditargetkan kepada narapidana.

"Oleh Kalapas yang bersangkutan dianggap belum memenuhi syarat," ujar Kepala Biro Humas Kemenkumham Bambang Wiyono, lewat keterngannya, Selasa (25/6).

Baca Juga

Sementara itu, narapidana yang satu perkara dengan Onggo, bernama Ridwan telah dibebaskan pada 20 Juni 2019. Ia disebut memilili perilaku yang baik, serta telah bisa membaca Alquran.

Kerusuhan sempat terjadi pada 22 Juni 2019, dari pukul 07.00 WITA hingga 08.00 WITA. Selang beberapa menit kemudian, Kepala Lapas Polewali Mandar tiba di lokasi dan berhasil mengendalikan situasi.

Tuntutan Onggo pun direspons Kepala Lapas dengan mengusulkan cuti bersyarat yang bersangkutan. Surat keputusan cuti bersyarat Onggo pun terbit pada 17.45 WITA.

"Sekitar pukul 20.00 WITA narapidana tersebut dibebaskan dan diserahkan ke Bapas Polewali dalam rangka pembimbingan," ujar Bambang.

Bambang mengatakan, tujuan dari kebijakan Kepala Lapas tersebut dinilainya memang baik. Akan tetapi, kebijakan tersebut menurutnya telah melebihi kapasitas yang bersangkutan sebagai Kalapas. Kebijakan itu, menurutnya, juga dikeluarkan di luar batas ketentuan undang-undang.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa sejumlah narapidana memiliki latar belakang yang berbeda dalam membaca Alquran. Onggo sendiri diketahui merupakan narapidana yang tak lulus sekolah dasar.

"Bahwa menggunakan standar harus hafal 10 surah pendek bagi semua napi yang akan PB, CMB dan CB tanpa melihat latar belakang pendidikan, latar belakang pengetahuan agamanya dan lamanya yang bersangkutan mengikuti proses pembinaan keagamaan di Lapas adalah kurang bijaksananya dan menimbulkan resistensi," ujar Bambang.

Sebelumnya terjadi kerusuhan di Lapas Kelas IIB Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada Sabtu (22/6). Kerusuhan tersebut dipicu adanya kebijakan baru yang dijalankan oleh Kalapas Polewali Mandar.

Aturan baru tersebut yakni kewajiban setiap napi beragama Islam yang menjalani pembebasan bersyarat harus mampu membaca Alquran. Syarat tersebut diberlakukan sejak ia resmi ditugaskan sebagai Kepala Lapas Polman

Oleh karena itu, Kepala Lapas Kelas IIB Polewali Mandar, Haryoto telah ditarik kembali dan ditugaskan ke Kantor Wilayah. Pemindahan tersebut dilakukan setelah terjadi kericuhan di lapas karena adanya aturan baru yang mengharuskan narapidana bisa membaca Alquran untuk menjalani pembebasan bersyarat.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement