Ahad 23 Jun 2019 20:40 WIB

Moda Transportasi Sistem O-Bahn Tengah Dikaji

Konsep O-Bahn menggabungkan Bus Rapid Transit (BRT) dengan Light Rail Transit (LRT)

Penumpang melintas di depan bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Penumpang melintas di depan bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan tengah mengkaji moda transportasi bus yang menggunakan jalur khusus seperti jalur kereta yang telah dikembangkan di beberapa negara dengan sistem O-Bahn.

Konsep O-Bahn menggabungkan Bus Rapid Transit (BRT) dengan Light Rail Transit (LRT) di mana bus memiliki jalur khusus sehingga terhindar dari arus kemacetan jalan biasa.

"Konsepnya menarik, pakai bus biasa, tapi disediakan jalan khusus sehingga tidak ikut arus kemacetan jalan biasa," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri dalam diskusi "Ngobrol Seru Transportasi: O-Bahn" di Jakarta, Ahad (23/6).

Dengan konsep tersebut, bus atau BRT yang di sejumlah titik harus ikut arus kemacetan bisa melaju lebih cepat karena berada di jalur khusus. Kecepatan bus yang biasanya hanya sekitar 30 km per jam dalam kondisi macet pun bisa meningkat hingga mencapai 60-80 km per jam dengan adanya jalur khusus tersebut.

"Bus TransJakarta kan di beberapa tempat mengikuti arus yang macet, bisa 30 km per jam. Nah ini (O-Bahn) bisa kecepatan rata-rata 60 km per jam, bus tingkat ya bisa sampai 80 km per jam di jalur khusus ini," katanya.

Konsep O-Bahn memungkinkan bus bisa masuk ke pinggiran kota sehingga bisa menjangkau wilayah permukiman penduduk. "Ini ide cemerlang penyediaan angkutan massal di perkotaan dan bisa menjangkau seluruh area perkotaan," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan konsep O-Bahn didukung dengan pengadaan ribuan bus oleh pemerintah yang digunakan untuk BRT. Bus tersebut bisa digunakan untuk sistem O-Bahn yang tidak memerlukan bus dengan spesifikasi khusus.

Konsep O-Bahn tersebut, lanjut Budi, juga dinilai cocok dikaji di tengah rencana revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. "Mumpung kita sedang merencanakan merevisi UU 22/2009, kan cantolannya harus ada. Tapi yang jelas, skema ini bagian kecil Kemenhub untuk memperbaiki operasional kendaraan umum di Indonesia," tutupnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement