Kamis 20 Jun 2019 11:39 WIB

CLC Dampingi Siswa SMA 2 Purbalingga Garap Film Anak

Pembuatan film didampingi oleh Cinema Lovers Club.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dwi Murdaningsih
Praktik pembuatan film dokumenter bagi siswa setingkat SD di Amerika (Ilustrasi)
Foto: VOA
Praktik pembuatan film dokumenter bagi siswa setingkat SD di Amerika (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Brankas Film, bagian dari kelompok kegiatan ekstrakulikuler Teater Brankas SMA Negeri 2 Purbalingga serius memproduksi film bergenre anak-anak. Film anak yang telah selesai dibuat tersebut, berjudul 'Tepa Selira' (Toleransi).

''Produksi film pendek bergenre anak-anak ini, kami buat hanya dalam waktu dua hari,'' kata sutradara Nazahah Kusnun Khotimah, yang saat ini naik ke bangku kelas XII SMA Negeri 2 Purbalingga. 

Baca Juga

Menurutnya, pengambilan gambar film ini dilakukan  di tiga lokasi berbeda, yaitu Desa Slinga Kecamatan Kaligondang, Kelurahan Wirasana Kecamatan Purbalingga, dan Desa Dawuhan Kecamatan Padamara. ''Memproduksi film anak-anak memang memiliki tantangan berbeda dibanding pembuatan film lain. Terutama karena pemainnya berasal dari kalangan anak-anak,'' kata dia.

Film yang dalam proses produksinya difasilitasi CLC (Cinema Lovers Club) Purbalingga ini berkisah tentang tiga sahabat yang memiliki latar berlakang agama berbeda. Amir beragama Islam, Kusno penganut kepercayaan, dan Ayong beragama Konghucu. 

''Film ini bercerita tentang sikap toleransi antar pemeluk agama yang berbeda,'' kata dia. 

Pada suatu hari, Ayong diminta ibunya mencari buah petai cina untuk jamu engkongnya. Untuk mencari buah ini, dia dibantu dua sahabatnya Amir dan Kusno. Dalam perjalanan, mereka mendengar suara adzan, sehingga Ayong mengingatkan Amir untuk melaksanakan shalat.

Namun saat itu, Amir tidak membawa sarung. ''Beruntung, Kusno yang memang sehari-hari memakai jarit, meminjami kain jaritnya sehingga Amir bisa tetap melaksanakan shalat,'' kata Khusnun.

Nicholas Jason Sugiarto yang berperan sebagai Ayong mengaku, awalnya sempat mengalami kesulitan dalam berperan karena harus menggunakan bahasa Jawa Banyumasan sebagai bahasa percakapan. Hal ini karena dalam keseharian, lebih sering menggunakan bahasa Indonesia.

 ''Hal ini membuat saya agak kesulitan mempelajari skenario. Beruntung, pembuat film banyak membimbing saya,'' kata anak yang masih berusai 11 tahun tersebut.

Rencananya, film ini akan diikutkan pada kompetisi film pelajar se-Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2019. ''SMAN 2 Purbalingga selama ini menjadi salah satu sekolah di Purbalingga yang aktif dalam memproduksi film pendek,'' kata produser pelaksana pembuatan film, Sekar Arum Pamularsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement