Senin 10 Jun 2019 06:19 WIB

Pemprov Segera Data Pendatang

Justru penduduk DKI yang keluar daerah trennya meningkat sejak 2017.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Para pendatang ke Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/ Mardiah
Para pendatang ke Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai Idul Fitri, biasanya Ibu Kota kedatangan warga pendatang baru. Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menegaskan, kota yang dipimpinnya itu terbuka bagi warga dari segala penjuru daerah di Indonesia.

Hal itu dipertegas dengan tidak dilakukannya operasi yustisi (justicia) atau pembatasan kependudukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Sebagai gantinya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) akan melakukan pendekatan pelayanan kependudukan.

Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Dhany Sukma mengatakan, pendataan penduduk akan dilakukan pada 14-25 Juni 2019. Sementara itu, setelah teridentifikasi kantong-kantong pendatang baru, pihaknya akan melakukan pendekatan layanan tersebut.

"Kita langsung pendekatan pelayanan kepada lingkungan masyarakat, dari situlah kita akan memenuhi kebutuhannya," kata Dhany saat dihubungi Republika, Ahad (9/6).

Ia menjelaskan, status kependudukan ada dua model. Yaitu yang bersifat migrasi atau permanen dan sirkular atau nonpermanen. Yang dimaksud permanen adalah warga luar daerah yang berniat menetap di DKI Jakarta.

Sementara nonpermanen adalah mereka yang tidak ingin menjadi warga DKI. Menurut Dhany, berdasarkan sampling pada 2018 alasan pendatang baru ke Ibu Kota karena pekerjaan dan pendidikan.

Ia melanjutkan, ketika penduduk yang ingin menetap di Jakarta otomatis harus melakukan perpindahan administrasi daerah. Dengan syarat harus mengurus surat perpindahan dari daerah asal dan mempunyai tujuan tempat tinggal yang jelas.

Sementara itu, bagi mereka yang tidak ingin menetap di DKI harus didukung dengan dokumen kependudukan seperti KTP elektronik dan kartu keluarga (KK) serta dokumen pendukung lainnya. Dhany mengatakan, pendatang baru harus segera melapor ke kecamatan agar dapat dikeluarkan surat keterangan penduduk nonpermanen.

"Jadi, kita akan berikan dokumen dia yang biasanya tiap tahun diperpanjang atau di-update," kata dia.

Dhany menjelaskan, tren penduduk kategori permanen yang melakukan perpindahan ke DKI menurun. Justru penduduk DKI yang keluar daerah trennya meningkat sejak 2017.

Ia mencontohkan, data pada 2018, penduduk DKI yang berpindah ke luar daerah jumlahnya lebih besar dari tahun sebelumnya. Ia menyebut, sebanyak 174 ribu penduduk pada 2018 keluar DKI meningkat dari 2017 yakni 145 ribu.

Berdasarkan arus mudik pada 2018 jumlah pemudik sebanyak 5.865.000 orang sedangkan saat arus balik lebih banyak menjadi 5.934.000. Sementara proyeksi selisih antara arus mudik dan arus balik 2019 meningkat sekitar 71.737 orang.

Menurut Dhany, pada 2019 ini, jumlah pemudik teridentifikasi sebanyak 7,1 juta orang. Sementara, untuk jumlah pemudik pada arus balik belum terkumpul. Namun, berdasarkan data terakhir, baru 1 juta orang yang sampai di Jakarta.

"Kalau untuk yang 2019 ini yang mudik itu teridentifikasi sebanyak 7,1 juta. Tapi untuk yang balik kita masih belum datanya masuk semua. Data terakhir baru 1 juta sekian, artinya masih sepertujuhnya," kata Dhany.

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Nasional, Nia Elvina, mengatakan, fenomena pendatang baru karena kesenjangan ekonomi dan sosial masih tinggi. Menurut dia, berdasarkan riset terakhir menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan di perdesaan atau kota tidak begitu tersedia.

"Atau dengan kata lain angka kemiskinan kita masih tinggi. Apalagi temuan beberapa riset terakhir menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan di perdesaan/kota tidak begitu tersedia. Pembangunan di perdesaan minim," kata Nia kepada Republika.

Ia menjelaskan, di perkotaan ada lapangan pekeraan, tetapi jumlahnya tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Pembangunan yang kurang bertumbuh di perdesaan juga menyebabkan tenaga produktif orang-orang desa mencari pekerjaan ke perkotaan.

Sehingga, ketika ada sanak saudara yang pulang kampung kemudian kembali ke perantauan setelah Lebaran, mereka akan ikut untuk mencari pekerjaan. "Karena persepsi masyarakat di perdesaan, kota itu adalah pusat perekonomian, terutama Kota Jakarta," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement