Sabtu 18 May 2019 07:27 WIB

Perjuangkan Suara Umat, PKS Siap ke MK

PKS siap mengawal dan memperjuangkan suara dalam perselisihan pemilu di MK.

Rep: AMRI AMRULLAH, FEBRIANTO ADI SAPUTRO/ Red: Elba Damhuri
Presiden PKS Sohibul Imam mendampingi Capres 02 Prabowo Subianto keluar kantor DPP PKS pada Rabu, (8/5). Keduanya usai bertemu membahas hasil Pilpres 2019.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Presiden PKS Sohibul Imam mendampingi Capres 02 Prabowo Subianto keluar kantor DPP PKS pada Rabu, (8/5). Keduanya usai bertemu membahas hasil Pilpres 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) siap mengawal dan memperjuangkan suara dalam perselisihan di Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan suara umat dan siap berperkara di MK.

"Alhamdulillah saya melihat tim kita sangat solid dan siap untuk berperkara di Bawaslu ataupun MK. Semoga kita bisa berperkara dengan baik dan dapat mengambil hak-hak kita agar tidak diambil oleh partai lain," ujar Sohibul, dalam keterangan yang diterima Republika, Jumat (17/5).

Baca Juga

Ketua Tim Advokasi dan Hukum DPP PKS Agus SP Otto mengatakan, optimisme PKS tersebut karena adanya form C1 PKS yang lengkap. Sehingga, akan menguatkan PKS ketika sedang beperkara.

"Kami sangat optimistis ya bahwa kami akan bisa merebut dan mengambil kembali suara umat yang dititipkan kepada kita. Kami juga memiliki data form C1 yang lengkap sebagai bukti untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Fadli Zon menegaskan, keputusan untuk tidak menggunakan jalur gugatan ke MK belum final.

Menurut dia, masih terbuka peluang untuk menggunakan jalur sesuai yang diatur dalam konstitusi untuk menggugat berbagai dugaan kecurangan dalam Pemilu 2019.

"Iya (belum final), nanti akan kita lihat nanti pasti finalnya dinyatakan oleh paslon," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia mengatakan, BPN mengembalikan sepenuhnya keputusan kepada rakyat. Menurut dia, yang berhak menentukan sikap terkait berbagai temuan dugaan kecurangan adalah rakyat sebagai pemilik suara.

"Yang memilih itu tentu mempunyai sikap terhadap itu, yang memilih jumlahnya puluhan juta," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra ini memastikan langkah-langkah upaya mencari keadilan yang dilakukan rakyat nantinya adalah upaya konstitusional.

Mantan ketua MK Mahfud MD menyarankan kubu paslon 02 melayangkan gugatan ke MK jika menolak hasil Pemilu 2019 dan menuding ada kecurangan. Mahfud menegaskan, tidak ada jalan lain bagi kubu 02 untuk membawa sengketa pemilu selain kepada MK.

"Ya tidak apa-apa, kalau tak mau ke MK, secara hukum selesai tanggal 25 Mei dan tak ada jalan lain yang bisa ditempuh kecuali hukum," kata Mahfud MD setelah menemui Megawati Soekarnoputri di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5).

Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan ini melanjutkan, BPN memiliki waktu tiga hari setelah penetapan rekapitulasi suara nasional yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia mengatakan, kalau mereka mengajukan gugatan, MK akan melakukan pemeriksaan administratif mulai 2 Juni.

"Tangggal 2 sampai 28 Juni diputus dan apa pun (hasilnya) sudah selesai, tidak ada jalan lain," kata Mahfud lagi.

Penetapan Pemenang Pilpres

 

Terpisah, KPU berencana menetapkan calon presiden dan wakil presiden terpilih paling lama 28 Mei 2019. Itu dapat dilakukan jika tidak ada pengajukan sengketa hasil pemilu ke MK.

"Kalau tidak ada sengketa sampai tanggal 25, KPU punya kesempatan tiga hari untuk tetapin calon terpilih, berarti bisa tanggal 26, 27, 28," ujar Ketua KPU, Arief Budiman, di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat atas PKPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2019.

Pengajuan permohonan sengketa di MK memang ditentukan paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilu. Penetapan perolehan suara hasil pemilu dijadwalkan pada 22 Mei 2019.

"Kalau tanggal 25 itu batasnya pagi, bisa saja kita tetapkan sore. Kenapa? Batasnya sore apa pagi itu bergantung kita tetapkan (perolehan suara) di sini kapan karena 3 x 24 jam biasanya mahkamah hitungnya," kata dia.

(rizkyan adiyudha/ronggo astungkoro ed: agus raharjo)

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement