Kamis 18 Apr 2019 18:02 WIB

Broadcast SMS Via Fake BTS, Ini Kata BRTI

Broadcast itu di luar kewenangan operator

SMS (ilustrasi)
SMS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari ini masyarakat diresahkan dengan maraknya penyebar informasi negatif melalui SMS palsu atau blast SMS melalui mobile blaster atau fake BTS. Penyebaran konten negatif melalui SMS palsu atau blast SMS semakin tinggi jumlah ketika menjelang pemilihan umum 17 April.

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Agung Harsoyo mengatakan, Kemenkominfo dan BRTI sudah memonitor perkembangan isu yang meresahkan masyarakat tersebut. Saat ini Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) tengah bekerja untuk memantau perkembangan penggunaan fake BTS tersebut.

Agung menjelaskan, penyebar SMS palsu atau blast SMS ini dilakukan oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan teknologi IT yang dinamakan mobile blaster atau fake BTS. Dengan perangkat tersebut, kata Agung, oknum itu dapat mengirimkan pesan singkat SMS kepada pelanggan tanpa izin operator maupun pemilik nomor yang sesungguhnya.

"Yang melakukan penyebaran SMS itu bukan operator. Melainkan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab yang memiliki alat mobile blaster atau kita sebut fake BTS," kata Agung, Kamis (18/4).

Dengan alat tersebut, kata Agung, mereka bisa menyebarkan SMS seolah-olah dari pemilik resmi no tersebut. "BRTI mengimbau masyarakat yang melakukan penyebaran SMS melalui fake BTS untuk menghentikan kegiatannya. Kegiatan tersebut telah  merugikan masyarakat dan melanggar UU ITE," ucap Agung.

Saat ini regulator telah bertindak dengan mengeluarkan larangan penggunaan SMS blast melalui fake BTS. Pelarangan tersebut tertuang dalam SIARAN PERS NO. 84/HM/KOMINFO/04/2019 dengan mengenai Tangkal Penyebaran Konten Negatif, BRTI Larang Jual Beli dan Penggunaan Perangkat Penyebar SMS Palsu. Dalam siaran pers tersebut Ketua BRTI Ismail mengatakan pihaknya menemukan adanya penggunaan SMS blaster atau mobile blaster atau fake BTS untuk penyebaran SMS yang berisi konten negatif. Tindakan ini melanggar UU Telekomunikasi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Meski regulator telah melarang penggunaan fake BTS, Agung mengakui, hingga kini Kemenkominfo masih kesulitan untuk menghentikan secara penuh penggunaan fake BTS di masyarakat. Selain karena alat tersebut telah beredar cukup masif di masyarakat tanpa melalui operator, pengoperasian fake BTS ini juga dilakukan secara random dan berpindah-pindah tempat. Tergantung even yang akan disasar.

Agung melanjutkan, fake BTS ini sebenarnya sudah dipergunakan sejak Pilkada DKI 2017, tetapi saat itu jumlahnya tak terlalu banyak. Namun ketika ajang pemilu serentak 17 April, jumlah SMS blast yang melalui teknologi fake BTS ini mulai marak.

Cara beroperasi fake BTS dalam menyebaran SMS dinilai Agung cukup canggih. Masyakarat yang memiliki alat fake BTS ini melakukan intersepsi jaringan operator telekomunikasi tertentu disekitar BTS yang dekat dengan alat fake BTS tersebut.

"Jadi fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing sistim operator. Mereka melakukan intersepsi diantara BTS dan pelanggan telepon selular," terang Agung.

Lintas Kementrian Dibutuhkan untuk Tekan Peredaran Fake BTS. Hingga kini alat fake BTS masih dijual bebas di beberapa toko IT offline dan penjualan online dengan harga puluhan juta rupiah. Agung menjelaskan, sebenarnya fake BTS itu merupakan alat ilegal dan tidak pernah diperkenalkan oleh regulator. Karena sudah meresahkan masyarakat, kini Kemonkominfo dan BRTI melarang penjualan fake BTS ini. Pelarangan ini sama seperti penjualan jammer dan pengguat sinyal

Melihat maraknya penjualan fake BTS ini di toko IT offline dan e-commerce, Dr Mohammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB meminta agar Kemenkominfo segera menindak para penjual perangkat fake BTS maupun pelaku broadcast SMS yang menggunakan perangkat telekomunikasi ilegal tersebut.

“Karena ini sudah mengarah ke tindak pidana yang tertuang dalam UU ITE, sudah seharusnya Kemenkominfo dan kepolisian dapat segera menindak pengguna broadcast SMS yang menggunakan fake BTS tersebut. Sebab para pelaku sudah menyebarkan berita yang tidak benar dan membuat masyarakat resah,” terang Ridwan. 

Agar peredaran perangkat broadcast SMS yang menggunakan fake BTS di masyarakat berkurang, Ridwan meminta agar Kemenkominfo dapat bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk dapat melarang masuk dan beredarnya fake BTS tersebut. Menurut Ridwan, langkah pemblokiran dan pelarangan yang dilakukan oleh Kemenkominfo tak akan berarti jika tak dibarengi dengan pelarangan impor alat-alat IT seperti fake BTS tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement