Rabu 03 Apr 2019 04:30 WIB

BPN Sebut Hasil Lembaga Survei Ganjil, Ini Alasannya

BPN heran mengapa selisih Jokowi dan Prabowo jaraknya selalu di kisaran 20 persen.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Jurnalis mengambil gambar ketika penyampaian hasil survei terkini LSI Denny JA bertajuk Jokowi di Ambang 2 Periode di Jakarta,Selasa (2/4).
Foto: Republika/Prayogi
Jurnalis mengambil gambar ketika penyampaian hasil survei terkini LSI Denny JA bertajuk Jokowi di Ambang 2 Periode di Jakarta,Selasa (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah lembaga survei merilis temuannya jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Hasilnya tidak satupun dari empat lembaga survei yang memenangkan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.  Bahkan LSI Danny JA menyebut pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul dengan selisih dua digit.

Menurut Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Suhendra Ratu Prawinegara, pola beberapa lembaga survei sejak beberapa bulan lalu hasil dan temanya selalu sama. Survei kebanyakan menunjukkan selisih elektabilitas berkisar pada angka 20 persen.

Baca Juga

"Ini kok ganjil ya, apa iya dengan fenomena lautan massa, antuasiame kaum emak-emak terhadap Prabowo Sansi elektabilitasnya selisih begitu besar jaraknya? No make sense," kata Suhendra dengan heran, Selasa (2/4).

Padahal sudah ada kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Romahurmuziy. Ia adalah figur yang dekat dengan Joko Widodo sekaligus ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Oleh karena itu sangat mengherankan jika tidak berpengaruh terhadap penurunan elektabilitas Joko Widodo. "Dengan segala hormat kepada lembaga-lembaga survei tersebut, kami meragukan hasil survei-survei yang diluar nalar dan akal sehat," tutur Politikus Partai Gerindra itu.

Suhendra memiliki beberapa pertimbangan mengapa pihaknya meragukan lembaga survei tersebut. Pertama yakni massa yang datang membludak ketika kampanye. Menurutnya, ini adalah suatu indikator bahwa dukungan rakyat begitu kuat kepada Prabwo-Sandiaga. Mereka datang tidak dimobilisasi dengan kekuatan dan pengaruh apapun, termasuk bukan karena uang.

"Justru rakyat yang datang justru memberikan sumbangan secara spontan kepada Prabowo-Sandiaga. Bagi kami hasil survei ini lucu ya. Bukan berarti kami tidak menghargai teori dan kaedah akademis," ucapnya.

Suhendra menjelaskan, jika dlihat secara sederhana rematch kontestasi pilpres, Prabowo sudah memperoleh suara 46,85 persen. Ini jika angka itu dianggap modal politik Prabowo. Jadi apa mungkin modal politik ini bisa drop sampai 20 persen?

Sementara tidak ada faktor yang signifikan yang membuat pendukung Prabowo di tahun 2014 bermigrasi. Hal itu, kata ia, berbeda dengan Joko Widodo yang sangat mungkin menurun dukungan terhadapnya.

"Karena berbagai persoalan selama memimpin pemerintahan. Janji-janji yang tidak dipenuhi, banyak membuat kebijakan yang tidak populis, harga bahan pokok, tarif dasar listrik naik, ini tentu akan membuat pemilih meninggalkan Jokowi," terang Suhendra.

Suhendra menduga lembaga-lembaga survei yang merilis surveinya dengan selisih angka aneh mendapat pesanan pihak tertentu. Maka hasilnya kemungkinan sesuai dengan keinginan pemesan hasilnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement