Senin 11 Feb 2019 00:37 WIB

Pesan Cinta untuk Kepala Daerah

Kepala daerah ributin hal remeh temeh.

Nidia Zuraya
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya*

Tol Trans Jawa kembali jadi bahan perguncingan di grup-grup WhatsApp dan media sosial (medsos) Baru-baru ini. Pemantiknya adalah pernyataan seorang kepala daerah yang melarang warga untuk menggunakan jalan tol jika tak mendukung presiden petahana Joko Widodo.

Bukan kali ini saja jalan tol sepanjang 1.167 kilometer ini menjadi perguncingan di jagad maya. Menjelang musim mudik Lebaran tahun 2018 lalu masyarakat dihebohkan oleh kemunculan spanduk yang bertuliskan, "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439 H. Pendukung #2019GantiPresiden, Anda sedang melewati jalan Tol Jokowi."

Alhasil perdebatan soal 'klaim' jalan tol dan siapa yang 'berhak' melewatinya pun ramai di kalangan warganet kala itu. Seperti sebelumnya, reaksi pertama yang bisa saya berikan hanya nyengir kuda sambil membatin, opo meneh iki.

  

Yah beginilah kondisi bangsa Indonesia hari ini. Hobinya meributkan hal-hal receh.

Sayangnya, bahan perdebatan mengenai hal receh kali ini datang dari kepala daerah. Sebagai warga negara Indonesia, kepala daerah memang memiliki hak untuk berpendapat. 

Tetapi amat disayangkan, pendapat tersebut terkadang bukannya mendinginkan suasana justru makin membuat panas dan api permusuhan kian membara.  Apalagi di era informasi tanpa batas ini, ucapan-ucapan para pejabat publik tersebut dengan cepat menyebarluas ke seluruh penjuru Nusantara.

Mereka yang mengikuti perkembangan dinamika politik di Tanah Air pasti paham betul bahwa sejumlah kepala daerah yang berkuasa saat ini memiliki 'ikatan batin' dengan partai politik tertentu.  Di tahun politik seperti saat ini keseleo sedikit saja lidah para kepala daerah ini dalam menanggapi isu-isu nasional tentu bakal menimbulkan efek samping yang berbeda.

Meski momen hari Valentine masih beberapa hari lagi, tak ada salahnya kan jika saya menyampaikan pesan cinta ini lebih awal? 

Dear Kepala Daerah,

Apakah jalanan di wilayah kekuasaan Anda sudah semulus jalan Tol Trans Jawa? Tidak ada lagi lubang atau cekungan yang bisa digunakan warga untuk memelihara ikan dan menanam pohon?

Kalau infrastruktur jalan provinsi,  kota/kabupaten hingga desa-desa di wilayah Anda tidak lagi bisa dimanfaatkan warga untuk memelihara ikan lele hingga menanam pohon pisang, saya kasih acungan empat jempol buat Anda.  Dengan Anda bisa menjaga dan merawat infrastruktur jalan di wilayah kekuasaan, secara tak langsung sebagai kepala daerah Anda ikut berkontribusi menekan angka kecelakaan di jalanan dan menekan ekonomi biaya tinggi. 

Ekonomi biaya tinggi inilah yang membuat harga-harga barang dan kebutuhan pokok di daerah menjadi serba mahal. 

Akan tetapi, jika infrastruktur jalan di daerah Anda belum semulus Tol Trans Jawa lebih baik energi Anda habiskan untuk membenahi 'Pekerjaan Rumah' sendiri. Sayang sekali jika energi dibuang untuk hal-hal receh yang tidak terkait dengan kewenangan Anda sebagai kepala daerah, entah itu demi tujuan untuk 'panjat sosial' atau mendapat penilaian lebih dari partai politik pengusung Anda. 

Soal 'panjat sosial' ini saya jadi teringat perkataan seorang kawan bahwa ada kepala daerah yang curhat kepadanya kalau ia pusing karena merasa kalah pamor di  media sosial dengan kepala daerah lain yang menjadi pesaingnya dalam kontestasi pilkada.

Rasanya tak perlu Anda memanfaatkan isu-isu receh untuk mengatrol popularitas.  Masyarakat juga tahu mana bintang yang sesungguhnya dan mana bintang dadakan.

Karena, tanpa sorotan lampu kamera, bintang yang sesungguhnya tetap akan bersinar dan sinarnya tak akan redup.

Mengutip data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2017, panjang jalan di Indonesia mencapai 537.838 kilometer (km). Jumlah tersebut terdiri dari 47.017 km merupakan jalan nasional (kewenangan pemerintah pusat), 55.416 km di bawah kewenangan pemerintah provinsi, dan 435.405 km merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Berdasarkan kondisi jalan, sepanjang 180.244 km atau 33,5 persen jalan di Indonesia  dalam keadaan rusak. Di mana 86.605 km dalam keadaan rusak ditambah 93.619 km rusak berat. Sedangkan jalan yang dalam keadaan sedang mencapai 115.127 km (21,4 persen) dan yang dalam keadaan baik 242.487 km (45 persen).

Sementara berdasarkan permukaan, sepanjang 326.629 km (60,7 persen) jalan di Indonesia berupa aspal, 179.457 km (33,37 persen) berupa kerikil dan tanah, serta permukaan dalam bentuk lainnya mencapai 31.752 km (5,9 persen).

Masih banyak 'Pekerjaan Rumah' terkait infrastruktur jalan,  baik yang berstatus jalan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, yang mesti dibenahi.  Sebagai 'orang pilihan' para kepala daerah tentunya memiliki kewenangan, kuasa,  dan tanggungjawab untuk menyelesaikan 'Pekerjaan Rumah' tersebut. 

Yuk,  buktikan dengan kerja nyata kalian,  bapak dan ibu kepala daerah.  Tabik.

*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement