Sabtu 02 Feb 2019 05:01 WIB

Otista, Bung Karno, dan Ramusha

Oto Iskandar Dinata dan Bung Karno merupakan juru kampanye Jepang untuk romusha

Romusha
Romusha

Oleh: Benny Ohorella, Penulis dan Peminat Sejarah

Romusha sebenarnya berarti buruh, tapi menjadi berarti buruh kerja paksa di Indonesia.

Ketika Jepang semakin terdesak maka Jepang pun semakin giat melibatkan penduduk lokal untuk membantu upaya perangnya. Selain merekrut tenaga militer, pemerintah Jepang juga merekrut tenaga kerja sipil.

Romusha awalnya tidak terlalu mengerikan, karena Jepang juga berkepentingan agar tenaga yg ada selalu tersedia untuk terus mendukung upaya perangnya. Selain itu Jepang butuh citra bagus di negeri-negeri Asia yg dia duduki agar pasukan yang berkualitas bisa dialokasikan ke garis depan pertempuran.

Awalnya romusha hanya dipekerjakan dalam area kerja yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari rumah. Dan romusha ini memperoleh upah, tidak seperti kerja paksa di zaman Belanda. Kondisi ini jauh berbeda dgn orang-orang Eropa yg ada dalam kekuasaan Jepang. Mereka ini selain statusnya adalah tawanan, mereka memang diperlakukan seperti budak, dengan bentakan dan tendangan sepatu laras setiap hari.

Bahkan, tokoh nasional semacam Oto Iskandar Dinata (Otista) dan Bung Karno merupakan juru kampanye Jepang untuk merekrut Romusha, selain untuk merekrut Heiho dan PETA.

Dalam bekerja Romusha kadang mendapat bantuan, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan besar, dari mereka yang disebut kinrohoshi. Kinrohoshi inilah yg benar-benar tenaga kerja tanpa upah. Diambil dari Tonarigumi setempat dan bekerja bergiliran selama 1-2 hari setiap giliran.

Tetapi dengan terus terdesaknya Jepang dan sudah semakin banyak orang Eropa yang mati dalam kerja paksa Jepang. Maka Romusha pun mulai memburuk kondisinya. Bantuan dari Kinrohoshi pun sudah jarang, karena hampir semua tenaga telah menjadi Romusha. Lalu pelan-pelan mereka harus menggantikan posisi-posisi yang tadinya diisi orang-orang Eropa dan harus bekerja di tempat yang tidak lagi di sebelah rumah tapi bahkan sejauh Myanmar dan Filipina serta wilayah-wilayah kekuasaan militer Jepang lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement