Jumat 25 Jan 2019 09:52 WIB

Soal OSO, KPU: Kami Bukan Anak Buah Presiden dan DPR

KPU menyatakan siap dipanggil DPR untuk menjelaskan polemik pencalonan OSO.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, menegaskan KPU tidak bisa diintervensi oleh Presiden dan DPR dalam polemik hukum pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD. KPU menyatakan siap dipanggil DPR untuk menjelaskan soal polemik tersebut.

"KPU ini bukan anak buah Presiden dan bukan anak buah DPR," tegas Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/1).

Hal tersebut diungkapkannya menanggapi keinginan kuasa hukum OSO meminta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR. Surat itu nantinya berisi permintaan agar KPU segera melaksanakan putusan PTUN untuk memasukkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) calon anggota DPD Pemilu 2019.

Hasyim melanjutkan, KPU merupakan lembaga yang mandiri, nasional dan independen. Dengan begitu, keputusan KPU tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

"Secara kelembagaan KPU ini kan oleh konstitusi disebut sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri," lanjut dia.

Saat disinggung tentang DPR yang akan memanggil KPU untuk menjelaskan polemik hukum OSO, Hasyim menegaskan pihaknya siap. Penjelasan KPU nantinya tidak akan jauh berbeda dengan pemaparan yang selama ini disampaikan.

"Kalau KPU dipanggil dalam rapat dengar pendapat sebagaimana biasanya, maka kami akan hadir, akan  menjelaskan," kata Hasyim.

Sebelumnya, memastikan proses produksi surat suara tetap berjalan tanpa adanya nama OSO yang tercantum di dalamnya. KPU memastikan OSO tidak masuk ke dalam DCT calon anggota DPD pada Pemilu 2019.

Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, menjelaskan alasan tidak dimasukkannya nama OSO ke dalam DCT dan surat suara pemilu. Menurut dia, OSO tidak menyampaikan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol hingga batas waktu yang ditentukan pada pukul 24.00 WIB, Selasa (22/1).

"Oleh karena setelah batas waktu yang sudah ditentukan (OSO) tidak menyerahkan (surat pengunduran diri) ya kami tidam merubah merubah DCT. DCT tidak kami rumah sebab kami tidak memasukkan nama OSO," ujar Evi ketika dijumpai wartawan di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).

KPU , tegas Evi, tetap berpandangan bahwa setiap pengurus parpol harus mengundurkan diri dahulu jika ingin mencalonkan sebagai anggota DPD.

Evi pun mengingatkan jika sudah ada sekitar 203 calon anggota DPD yang sebelumnya sudah bersedia mengundurkan diri atau berhenti dari kepengurusan parpol.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria mengatakan, Komisi II DPR akan memanggil KPU terkait polemik calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pemanggilan terkait sikap KPU RI yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kami akan carikan formula penyelesaiannya, kenapa KPU bersikeras. Nanti pada waktunya, akan kami panggil," kata Riza di Jakarta, Rabu.

Pada Selasa (22/1) malam, OSO menegaskan  dirinya tidak akan pernah mundur sebagai pengurus parpol. Ketua Umum Partai Hanura ini meminta KPU patuh kepada putusan sejumlah lembaga peradilan.

"Saya tidak mengenal ancaman, kalau sampai meletakkan ancaman kepada saya, maka dia akan terancam, itu satu. Kedua, saya tidak akan pernah mundur selagi KPU tidak patuh kepada perintah hukum dan perintah konstitusi," tegas OSO kepada wartawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement