Sabtu 12 Jan 2019 10:05 WIB

Tak Perlu Gaduh Soal Debat Capres

Saatnya fokus ke materi debat agar masyarakat bisa memilih yang tepat.

Bayu Hermawan
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Hermawan*

Pemilihan Umum Presiden 2019, mungkin salah satu pilpres paling bising yang pernah dilaksanakan di Indonesia. Dibandingkan dengan Pilpres 2014, pelaksanaan pilpres yang menyajikan rematch antara jokowi dan prabowo kali ini lebih bising.

Tenggok saja, sejak awal publik sudah disajikan drama-drama siapa yang akan mendampingi Jokowi dan Prabowo. Belum lagi soal hoaks terkait pilpres, hingga insiden KTP-el tercecer, serta masalah daftar pemilih ganda. Terbaru, publik disajikan dengan kegaduhan terkait debat kandidat capres dan cawapres yang akan digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dan seingat saya, baru kali ini soal debat kandidat pilpres sampai gaduh.

Sejak akhir 2018, ada dua hal yang memicu kegaduhan soal pelaksanaan debat capres, yakni terkait penyampaian visi dan misi capres-cawapres, dan soal pemberian kisi-kisi pertanyaan capres-cawapres. Di luar itu, tentu masih ada hal lain dijadikan ajang saling  berbalas komentar antara dua kubu pasangan capres-cawapres.

Soal visi dan misi capres dan cawapres, menjadi topik panas pertama yang menghiasi hampir pemberitaan di seluruh media massa. Satu kubu pasangan capres-cawapres merasa KPU tidak memberikan ruang untuk jagoan mereka menyampaikan visi dan misi dalam debat kandidat. Sementara satu kubu pasangan capres-cawapres lain menilai tidak ada masalah dengan hal itu.

Saya tidak mau terjebak atau menudingkan jari siapa yang salah dan siapa yang benar di sini. Apakah KPU salah tidak memberikan ruang untuk penyampaian visi-misi secara lengkap dalam debat kandidat?. Mungkin saja, karena tidak ada salahnya KPU memperpanjang durasi debat pertama guna menyampaikan visi dan misi. KPU bisa juga menggelar acara khusus bagi para pasangan capres-cawapres menyampaikan hal itu, seperti kegiatan kampanye damai.

Apakah KPU benar dengan tidak memberikan ruang dalam saat debat untuk penyampaian visi dan misi?.  Itu pun bisa saja benar. Toh, pasangan capres bisa menyampaikan visi dan misi, meski tidak lengkap seluruhnya, terkait tema yang akan diangkat dalam debat.

Kegaduhan soal penyampaian visi dan misi merembet hingga masalah siapa yang harus menyampaikan visi dan misi itu. Apakah harus langsung disampaikan oleh capres dan cawapres, atau bisa melalui tim kampanye?

Keduanya bisa dikatakan tidak salah. Bagi pasangan penantang, capres dan cawpres bisa saja menyampaikan secara langsung visi dan misi, sebab keduanya tidak diganggu oleh terbatasnya waktu kampanye. Pasangan penantang bisa kapan saja turun ke masyarakat menyampaikan visi dan misi. Tanpa harus membuat acara khusus atau kampanye akbar, capres dan cawapres penantang bisa kapan saja menyampaikan visi dan misinya, langsung tanpa harus diwakili.

Sementara bagi pejawat, mungkin hal ini sedikit sulit, meski bukan tidak mungkin. Capres pejawat, tentu tidak bisa bebas dan sembarangan menyampaikan visi dan misinya, saat menjalankan tugas kenegaraan. Bukan tidak mungkin capres pejawat akan terkena sanksi karena berkampanye saat bertugas. Untuk itu, bagi pasangan capres-cawpres pejawat hal yang paling memungkinkan adalah penyampaian visi dan misi melalui tim kampanye. Lagi pula, untuk apa tim kampanye dibentuk dengan menunjuk banyak juru bicara kalau tidak dimanfaatkan untuk menyampaikan visi dan misi.

Terkait penyampaian visi dan misi, sebaiknya disampaikan di media televisi agar daya jangkau masyarakat semakin luas.  Tinggal membuat saja konsensus antara KPU dan dua kubu pasangan capres-cawapres. Tak perlu lagi meributkan siapa yang harus menyampaikan di depan televisi. Tak perlu ada pikiran negatif pasangan capres-cawapres A takut tidak berani menyampaikan visi dan misi sendiri, atau pasangan capres-cawapres B berani karena melakukan sendiri.

Toh, jika semangatnya hanya agar rakyat tahu visi dan misi, tak perlu ada saling sindir. Sebab saya yakin, rakyat akan lebih memilih mendengarkan visi misi yang mereka anggap paling baik, bukan memilih siapa yang menyampaikan paling baik, paling gagah tampil atau paling lantang suaranya.

Kegaduhan terkait debat capres dan cawapres yang lain adalah terkait pemberian kisi-kisi pertanyaan. Ya, ini memang baru pertama kali dilakukan dalam debat capres-cawapres sejak era reformasi bergulir. Mungkin juga pertama kali di dunia dalam hal debat kandidat capres dan cawapres.

Secara pribadi saya pun merasa aneh pertama kali mendengar hal ini. Terlebih saat mendengar alasan KPU, agar tidak ada capres dan cawapres yang dipermalukan,  Ah, baiklah..ini kompetisi damai, itu yang terlintas dipikiran saya.

Tapi saya cukup setuju dengan alasan kedua KPU, bahwa ingin agar debat kandidat capres dan cawapres lebih berbobot. Kini, saya benar-benar menanti tanggal 17 Januari untuk menyaksikan debat kandidat. Jujur, dengan alasan pemberian kisi-kisi pertanyaan agar debat lebih berbobot, saya punya harapan tinggi, bagi kedua pasangan capres untuk memberikan jawaban-jawaban yang bagus.

Ibarat ujian sekolah, jika siswa diberikan  kisi-kisi soal, ada harapan seorang guru agar murid-muridnya fokus mempelajari seputar soal-soal itu, agar bisa mendapatkan nilai yang baik. Jika sudah diberi ‘bocoran’ tapi masih mendapat nilai buruk,  mungkin murid malas belajar atau memang bodoh.

Begitu pun di debat capres-cawapres mendatang, akan sangat mengecewakan jika pasangan capres-cawapres yang sudah mendapat kemudahan hanya memberikan jawaban standar atau lebih parah lagi tidak sesuai topik. Jadi tidak perlu ada saling sindir siapa yang paling diuntungkan dengan pemberian kisi-kisi tersebut. Justru ini adalah tantangan yang harus bisa sukses dilalui oleh pasangan capres-cawapres.

Kini saatnya menghentikan kebisingan terkait debat kandidat. Bagi pasangan capres-cawapres mulailah menyiapkan jawaban terbaik yang bisa merebut hati masyarakat.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement