Selasa 11 Dec 2018 04:17 WIB

Mempertahankan Kedaulatan Rupiah di Mata Dunia

Penerbitan rupiah untuk pertama kali pembuktia Indonesia negara yang berdaulat

Uang rupiah (ilustrasi)
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Uang rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Sutriono*

Pada kesempatan sebelumnya saya mengulas gejolak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari perspektif ekonomi dan upaya menjaga rupiah

agar tetap perkasa. Kali ini saya ingin mengulas rupiah dari perspektif kebangsaan dan kedaulatan bangsa seiring peringatan Hari Oeang yang ke-72 tanggal 30 Oktober 2018. Arti penting lainnya di balik keberadaan rupiah sebagai alat pembayaran dan alat tukar ekonomi yaitu mengandung nilai-nilai historis, kebangsaan dan nasionalisme yang terkandung dalam rupiah.

Sayangnya mungkin kita lupa menyadari dan memaknai secara utuh. Rupiah tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Semoga dengan mengingat makna kebangsaan rupiah, apa pun posisi dan eksistensi kita saat ini dapat menjadi bangga, berpikir positif dan ikut serta bekerja keras menegakkan kedaulatan rupiah yang telah diperjuangkan pendahulu negeri ini.

Sejenak kilas balik kepada sejarah bahwa penerbitan Oeang Republik Indonesia atau

ORI untuk pertama kalinya pada 30 Oktober 1946 menjadi momen sejarah dan

membuktikan ORI atau rupiah merupakan alat pemersatu bangsa. Penerbitan itu sekaligus sebagai lambang identitas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia di mata dunia.

Bung Hatta dalam pidatonya di Radio Republik Indonesia (RRI) sehari sebelumnya mengatakan, "Besok, tanggal 30 Oktober 1946, adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi Tanah Air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar uang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh republik kita."

Momentum yang menjadi pembuktian bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat dan negara yang mempunyai mata uang sendiri inilah, selanjutnya menjadikan tanggal 30 Oktober dijadikan sebagai Hari Oeang. Peristiwa yang menunjukkan Indonesia memiliki mata uang sendiri dan bukan yang dibuat oleh negara yang pernah menjajahnya.

Nama rupiah sendiri sebenarnya diambil dari bahasa Mongolia, yaitu rupia. Rupia dalam bahasa Mongolia berarti perak disebabkan uang biasanya menggunakan bahan emas dan perak.

Pemerintah Indonesia menetapkan rupiah (Rp) sebagai mata uang kebangsaannya tepatnya tanggal 2 November 1949. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri dan penggunaan dihentikan pada 1964 di Riau, dan 1974 di Irian Barat.

Perspektif selanjutnya mengenai keberadaan rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa

ditunjukkan melalui penetapannya sebagai alat pembayaran resmi negara Indonesia oleh undang-undang. Hal ini didasarkan pada UUD 1945, Pasal 23 B: “Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang”. Selanjutnya dalam pengaturan macam dan harga.

Mata Uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Undang-Undang ini digunakan sebagai pedoman untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga mata uang.

Salah satu poin penting dari rupiah adalah perihal penggunaannya sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 bahwa rupiah diwajibkan digunakan dalam setiap transaksi dengan tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, serta transaksi keuangan lainnya di seluruh wilayah NKRI. Kewajiban tersebut tidak berlaku bagi transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, atau transaksi pembiayaan internasional.

Masyarakat juga dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah NKRI, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah, untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis. Kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi keuangan di wilayah Indonesia, diikuti dengan sanksi pidana bagi setiap pelanggarnya berupa sanksi dan ancaman pidana.

Sementara dari perspektif tujuan bernegara, rupiah memainkan peran penting karena

fungsinya sebagai alat tukar atau alat pembayaran, sehingga dapat dikatakan uang merupakan salah satu alat utama perekonomian. Dengan uang perekonomian suatu negara akan berjalan dengan baik sehingga mendukung tercapainya tujuan bernegara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur.

Selain itu, jika dilihat secara khusus dari moneter, jumlah uang yang beredar dalam suatu negara harus dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Undang-undang tentang macam dan harga mata uang ini dibuat, guna melindungi rupiah.

Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap rupiah akan berdampak pada kepercayaan masyarakat internasional terhadap rupiah dan perekonomian nasional pada umumnya sehingga rupiah memiliki martabat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan rupiah terjaga kestabilannya. Dari fiskal, Kementerian Keuangan sebagai penjaga keuangan negara mengangkat tema di Hari Oeang ke-72 yakni “Kemenkeu Berbakti Pada Negeri”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berbakti berarti perbuatan yang menyatakan setia dan menggunakan segenap tenaga untuk berbuat bagi negeri Indonesia ini. Berbakti diwujudkan dengan kemampuan menjawab tantangan fiskal yaitu menjadikan APBN dapat menghasilkan nilai tambah (value) bagi perekonomian dan kestabilan rupiah. Capaian APBN yang kredibel, subtain, transparan dan akuntabel sampai dengan Triwulan III 2018 mampu memperbaiki indikator makro ekonomi.

Ditjen Perbendaharaan sebagai Bendahara Umum Negara salah satu insan Kemenkeu di dalamnya memiliki peran didalamnya untuk mempercepat transmisi belanja APBN. Sehingga segera berdampak pada perekonomian melalui spending review dan pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran.

Adopsi perkembangan teknologi dan era digitalisasi sangat mutlak diperlukan. Pada akhirnya menjadi sangat penting bagi kita selaku warga negara Indonesia untuk

memahami dan memaknai keberadaan uang rupiah secara utuh, lebih dari sekedar mata uang sebagai alat tukar dan pembayaran dalam transaksi perdagangan. Mengandung makna yang luas bagi rupiah yaitu sebagai simbol kedaulatan bangsa Indonesia, rasa cinta Tanah Air, rasa kebanggaan, dan rasa nasionalisme kita sebagai warga Indonesia.

Di tengah tantangan dan ancaman global dan faktor lainnya yang menguji kokohnya Rupiah, pemerintah telah berupaya untuk terus menerus memasyarakatkan rupiah kepada seluruh warga negara Indonesia. Contohnya memunculkan Gerakan Cinta Rupiah dan Produk Dalam Negeri dan langkah-langkah ekonomi saat ini. Gerakan ini harus didukung penuh oleh seluruh masyarakat, agar rupiah memiliki nilai yang lebih bermakna, serta sebagai simbol sejati kedaulatan NKRI dan mampu menghadapi gempuran berbagai tantangan tersebut.

Langkah arif dan bijaksana yang harus dilakukan sebagai anak bangsa sebagai wujud

kecintaan kita terhadap rupiah, yakni menjaga rupiah yang kita miliki dalam kondisi baik dengan menggunakan rupiah di wilayah Indonesia dan mencintai produk dalam negeri, non-impor dan berupaya berdikari sebagaimana pesan Bung Hatta dan konstitusi Indonesia. Rupiah simbol kedaulatan bangsa Indonesia yang harus kita perjuangkan dan kita tegakkan.

--Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

*) Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement