Senin 03 Dec 2018 17:25 WIB

Reuni 212 dan Perubahan Sosial Rakyat Indonesia

Perubahan sosial terjadi dalam satu dekade terakhir.

Sejumlah massa mengibarkan bendera tauhid saat mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah massa mengibarkan bendera tauhid saat mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Raka M Syafiie, SPsi*

Siapa pun yang mau berfikir tentang masyarakat Indonesia paling tidak satu dekade akhir ini, pasti akan menemukan perubahan sosial yang unik dan signifikan. Meskipun sejatinya masyarakat bersifat dinamis dan memang pasti selalu berubah.

Seperti yang disampaikan Kingsley Davis tentang perubahan sosial -mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku, yang timbul karena adanya interaksi yang bersifat komunikatif. Setiap unsur di masyarakat pasti mengalami perubahan sosial. Perubahan sosial dapat meliputi perubahan nilai-nilai, norma, teknologi, dan interaksi sosial.

Apalagi satu dekade akhir ini ada faktor yang sedang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat, yakni disrupsi teknologi. Ini bahkan tidak hanya mengubah masyarakat Indonesia, tetapi juga dunia. Jika merujuk pada teori, indikator paling mudah untuk melihat suatu perubahan sosial adalah disorganisasi sementara, yang berarti sebuah keadaan menjadi kacau akibat dari adaptasi masyarakat terhadap perubahan sosial yang terjadi.

Perubahan sosial yang sifatnya cepat, biasanya akan menimbulkan disorganisasi yang bersifat sementara. Contohnya pernah terjadi saat disorganisasi politik pascareformasi yang dialami Indonesia pada 1998.

photo
Suasana masa mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).

Diskursus Peran Agama

Ada satu tema, di mana perubahan sosial dalam tema tersebut di Indonesia memiliki kekhasan dibandingkan dengan negara lain. Tema itu adalah diskursus tentang peran agama dalam segala sendi kehidupan. Apalagi Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Inilah yang hari ini membuat Indonesia mulai menjadi perhatian dunia.

Di banyak negara, misalnya saja di Timur Tengah yang notabene relatif kental dengan nilai agama, perubahan sosial yang erat dengan banyak peristiwa politik justru berbenturan dengan konflik elite global sehingga justru menimbulkan konflik yang menjadi-jadi. Namun kita bisa melihat disorganisasi ini di Indonesia, perubahan sosial di tema ini berlangsung damai meskipun perdebatan yang rentan konflik sering nyaris terjadi di banyak ranah.

Anugerah untuk Indonesia

Perubahan yang terjadi ini sudah semestinya menjadi anugerah untuk Indonesia, karena perubahan yang terjadi bukanlah karena regulasi atau geopolitik global atau tekanan-tekanan model apa pun. Perubahan ini murni perubahan dari bangkitnya kesadaran akar rumput masyarakat Indonesia, yang justru bergerak ke arah terbuka.

Kesadaran ini bangkit buah rasa aman dalam menjalankan segala perintah agama dan keterbukaan masyarakat terhadap wawasan dalam agamanya sendiri. Dan bangkitnya kesadaran beragama Islam ini adalah perubahan sosial yang dimaksud.

Perlu kita syukuri, bangkitnya kesadaran ini ternyata membawa dampak positif di semua sektor kehidupan. Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (Ipoleksosbud) bahkan juga ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Perubahan pun semakin meningkat tajam secara eksponensial saat kelas menengah keatas lah yang menjadi subjek perubahan sosial. Mengapa? Karena kelas menengah keatas baik secara ekonomi maupun pendidikan ini memiliki pengaruh di lokus perannya.

Baca Juga:

Karena memang ciri lain perubahan sosial adalah bersifat imitatif, artinya jika terjadi pada suatu kelompok masyarakat, maka akan diikuti kelompok masyarakat lainnya. Hal itu terjadi karena masing-masing kelompok akan saling mempengaruhi, mereka tidak dapat mengisolir diri dari perubahan-perubahan yang ada.

Misalnya banyak kita temui pengusaha UMKM yang mendapatkan kesadaran beragama, maka itu akan berpengaruh pada karyawan yang bekerja di sana berapa pun jumlahnya. Karena ia pasti akan menerapkan ekspresi beragama bagi muslim dalam perusahaannya. Semisal anjuran hijab bagi wanita, waktu shalat dan agenda rutin ceramah keagamaan di kantor.

Demikian juga di bidang pendidikan, keluarga di Indonesia semakin terbuka untuk melihat sekolah bukan sebagai tempat menitip anak terima beres, tetapi melihat sekolah sebagai rekan dalam mendidik anak mereka. Ekspresi dari hal ini salah satunya bisa kita temui di komunitas Kuttab, yang terus berkembang dengan cepat dan banyak menginspirasi dunia pendidikan. Sebuah ide pendidikan yang unik dan bernuansa agama.

Di Kuttab, ada paradigma baru dalam hal pendidikan dimana peran orang tua dalam mendidik anak itu 60 persen sedangkan sekolah hanya 20 persen, sisanya lingkungan 20 persen. Hal ini diturunkan ke dalam sistem pengajaran yang terukur. Di antaranya; yang sekolah tidak hanya anaknya namun lembaga sekolah mengadakan serangkaian program untuk orang tua santri dalam meningkatkan ilmu agama sekaligus parenting. Selain Kuttab, banyak komunitas serupa yang menemukan lokus segmentasinya, dan berkembang sangat cepat sebagai sebuah gerakan akar rumput di dunia pendidikan.

photo
Fakta-fakta di Reuni 212

Selain itu kabar gembira dalam ranah keluarga. Masyarakat Indonesia mengalami perubahan standardisasi hidup. Komitmen untuk menjaga kualitas hubungan keluarga diekspresikan di mana-mana, tidak heran jika pakar yang mengangkat tema keluarga semakin mudah ditemui.

Rumus baru tentang uang, kesuksesan dan keluarga pun menemukan bentuk barunya pada masyarakat Indonesia. Di mana kekayaan yang sedang dibangun sebuah keluarga tidak berbanding lurus dengan jumlah jam yang dihabiskan untuk bekerja. Waktu ingin banyak dihabiskan untuk membangun kualitas hubungan keluarga. Ini salah satu jawaban merebaknya kewirausahaan di negeri kita. Tidak sedikit mereka yang merintis usaha karena buah dari bangkitnya kesadaran beragama.

Dunia entertainment tidak luput dari perubahan sosial ini. Tidak dapat dibendung public figure berlomba mengekspresikan kesalehan sebagai wajah baru kehidupan mereka. Seolah ingin membuktikan wajah ajaran Islam yang progresif dan mampu keep-up dengan globalisasi. Tentunya hal ini berdampak pada lapisan masyarakat bawah.

Bahkan yang cukup menggembirakan di dunia entertainment, keluarnya animasi Nussa baru-baru ini. Di tengah lambatnya perkembangan genre dunia animasi Indonesia, web series animasi 'Nussa dan Rara' menggebrak dengan rilis episode pertamanya di channel Youtube Nussa Official, tentunya menjadi napas baru bagi dunia animasi Indonesia.

Hal ini tentunya bukan merupakan suatu kebetulan, melainkan rangkaian ide dan usaha dari para animator Indonesia yang bekerja di luar negeri. Menariknya, mereka menggagas ide lahirnya Animasi edukasi agama ini ketika bertemu di Tanah Suci Makkah. Lagi-lagi buah dari kesadaran beragama menguatkan peran Indonesia di mata dunia. Hari ini sedang digagas fasilitas.

Hal terakhir yang justru paling penting adalah momentum yang menjadi tonggak sejarah kebangkitan kesadaran beragama yang sangat unik bagi Indonesia, hingga menarik perhatian dunia. Yakni aksi damai 2 Desember 2016 yang kita kenal dengan Aksi 212.

Memang, aksi ini pada awalnya dipicu peristiwa politik karena kasus penistaan agama oleh salah satu calon gubernur DKI Jakarta pada waktu itu. Reaksi dari peristiwa itu lahirlah rangkaian aksi protes yang puncaknya adalah aksi 212.

Namun, jika kita hanya melihat peristiwa politiknya maka akan menutup kita dari melihat monografi perubahan sosial Indonesia yang menemukan momentumnya. Termasuk munculnya pro dan kontra yang menimbulkan disorganisasi sementara sebagai ciri perubahan sosial yang terjadi.

Karena di dalam aksi 212 ini banyak peristiwa kecil yang membuktikan masyarakat Indonesia sedang banyak berubah. Melihat dukungan keuangan masyarakat yang rela mengeluarkan jutaan bahkan puluhan juta rupiah baik untuk memberangkatkan dirinya  maupun sekedar mensupport para peserta yang hadir dalam bentuk transportasi, akomodasi maupun konsumsi.

Atau fakta bahwa jutaan peserta aksi tersebut terbukti berhasil menjaga kebersihan, kerapihan bahkan keamanan ibu kota. Padahal peserta aksi mobilisasi dari luar kota Jakarta. Kepedulian akan citra Islam sebagai agama penjaga inilah yang dikampanyekan ramai di sosial media dan berhasil menarik simpati masyarakat dunia.

Meskipun kental dengan tuduhan sebagai aksi politis. Masyarakat bawah banyak yang tergugah dengan semangat ekspresi beragama yang ditunjukkan aksi ini. Seolah-olah masyarakat yang sedang berubah ini menemukan momentum untuk berekspresi.

Kenyataan paling pentingnya adalah mereka yang datang sebagai peserta 212 ini, mereka yang telah menemukan kesadaran beragama dan tiba-tiba menemukan momentum mengaktualisasikan agamanya pada level terakhir yaitu bernegara.

Jadi semua rangkaian kesadaran beragama yang dimiliki Indonesia hari ini, sejauh ini justru menjadi bahan bakar utama naiknya Indonesia ke pentas dunia, untuk selanjutnya semakin diperhitungkan perannya. Dan ini adalah perubahan sosial, people power yang terus mengisnpirasi dunia menuju ke arah yang lebih baik.

Pertanyaan besar yang masih kita nantikan jawabannya adalah, apakah perubahan sosial ini berpengaruh pada selera politik masyarakat Indonesia? Dan pendekatan kepemimpinan seperti apa yang mampu mengatur segala perubahan yang sedang terjadi ini? Kita lihat jawabannya setelah 17 April 2019.

*) Penulis adalah alumnus Psikologi Undip & Aktivis sosial dan komunitas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement