Sabtu 10 Nov 2018 01:11 WIB

TKN: Politik Gunderuwo untuk Besarkan Hati Rakyat

Menurut Jokowi, politik harus disambut gembira oleh masyarakat bukan menakut-nakuti.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Presiden Joko Widodo saat meresmikan jalan tol Pejagan-Pemalang dan Pemalang-Batang, Jumat (9/11).
Foto: dok. Biro Pers Setpres
[ilustrasi] Presiden Joko Widodo saat meresmikan jalan tol Pejagan-Pemalang dan Pemalang-Batang, Jumat (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menilai, pernyataan Presiden Jokowi soal politik genderuwo merupakan cara membesarkan hati masyarakat. Juru Bicara TKN Arya Sinulingga mengatakan, Jokowi bermaksud bahwa masyarakat tak perlu jadi pesimis dan takut dengan upaya pihak tertentu yang terus berusaha menebar ketakutan.

Menurut dia, politik genderuwo adalah bahasa lain dari firehose of falsehood, sebuah istilah asing yang belum tentu awam bagi masyarakat. Jokowi membumikannya menjadi politik genderuwo.

"Bahwa rakyat jangan mau ditakut-takuti. Ini seperti, ada orang yang menakut-nakuti, jangan lewat jalan itu karena ada genderuwo di sana. Pak Jokowi datang dan bilang jangan takut," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (9/11).

Ia mengatakan, tak ada tak ada yang perlu ditakuti. Karena itu, ia mengimbau rakyat tak terpancing ditakut-takuti oleh politik gunderuwo.

Dalam konteks lebih luas, Arya menambahkan, pernyataan Presiden itu juga sebagai peringatan kepada semua pihak yang suka memakai politik genderuwo. Wujud politik genderuwo adalah suka menghantui, menakut-nakuti, membuat seakan-akan ada situasi mengerikan. Politik demikian berbeda dengan yang suka membawa kedamaian dan membangun optimisme.

Ia menegaskan, politik genderuwo itu juga suka mengada-adakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Ia mencontohkan, politik semacam itu berusaha membangun kepanikan dan kebencian lewat omongan bahwa harga barang-barang naik.

Padahal, faktanya, harga barang-barang sama sekali tidak naik. Indonesia pun sama sekali tak diambang kehancuran dan tak ada 90 persen masyarakat Indonesia berada dalam kemiskinan.

"Apa ada 90 persen masyarakat miskin? Padahal kemacetan ada di mana-mana karena mobil bertambah. Bukan hanya di Jakarta, tapi juga kota di daerah," ujar Arya.

Arya mengingatkan, dalam kampanye seharusnya yang diusung adalah ide-ide baru, hingga menjelaskan visi misi ke masyarakat dengan baik. Dengan begitu, masyarakat berpikir memilih pemimpin yang bisa membawa kebaikan hidup bersama di masa mendatang.

"Jadi jangan ketakutan dibangun, supaya rakyat takut. Saya katakan, kalau yang bikin takut itu kan sebenarnya genderuwo," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement