Rabu 24 Oct 2018 06:52 WIB

Kisah Kakek Tua di Ibu Kota: Hidup dari Tisu

Abdul memilih berjualan tisu karena enggan tergantung kepada orang lain

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Kakek Abdul (87 tahun) yang harus terpaksa berjualan tisu di atas jembatan penyeberangan orang (JPO) untuk bertahan hidup
Foto: Republika/Flori Sidebang
Kakek Abdul (87 tahun) yang harus terpaksa berjualan tisu di atas jembatan penyeberangan orang (JPO) untuk bertahan hidup

REPUBLIKA.CO.ID, Orang-orang tampak berlalu-lalang di jembatan penyeberangan orang (JPO) Cawang UKI, Jakarta Timur, Selasa (23/10). Di tengah jembatan tersebut, duduk seorang pria.

Kulitnya sudah mengendur dengan garis-garis kerutan di tubuhnya. Rambut di kepalanya pun tidak lagi menghitam. Tetapi sudah didominasi warna putih. Begitu juga dengan kumisnya.

Kemeja dan celana kain berwarna biru tua yang dikenakannya pun tampak lusuh. Noda-noda hitam terlihat membekas di pakaiannya itu. Di hadapan pria berumur 87 tahun itu terdapat sebuah kantong plastik berwarna hitam. Isinya setumpuk tisu, kira-kira ada sekitar 20 bungkus.

Kakek itu bernama Abdul. Sudah sekitar lima tahun ia berjualan tisu di JPO Cawang UKI. Sebungkus tisu ia hargai Rp 2.500. Pria asal Padang, Sumatera Barat ini mengaku sudah beberapa kali ditangkap oleh Satpol PP karena berjualan di tempat tersebut. Bahkan dirinya pernah ditahan selama empat hari.

Namun, setelah bebas, ia kembali berjualan tisu di tempat yang sama. "Ya soalnya enggak ada tempat lain lagi," ujar dia dengan agak terbata-bata.

Abdul pun sebenarnya tidak ingin berjualan di tempat tersebut. Tetapi karena tidak mampu bayar tempat sewa, ia memilih ruang terbuka yang banyak dilewati orang.  "Pengennya sih bisa diberikan fasilitas yang layak," katanya sembari tersenyum.

Tak jarang, ia pun harus bermain 'kucing-kucingan' dengan pihak Satpol PP yang melakukan razia. Jika petugas datang dari sisi kiri tangga, maka ia akan turun lewat tangga dari sisi kanan.

Begitu juga sebaliknya. Tetapi, jika petugas datang dari kedua arah tangga, maka ia akan mengambil jalan tengah, yaitu menuju halte Transjakarta sambil membawa barang dagangannya.

Setiap hari, Abdul akan mulai berjualan sekitar pukul 07.00 WIB. Saat sore hari, ia akan pulang ke rumahnya untuk istirahat. Tapi tidak jarang ia memperpanjang jam kerjanya jika barang dagangannya masih cukup banyak dan fisiknya dirasa belum kelelahan.

Abdul bercerita, di JPO tersebut ia tidak berjualan sendirian. Biasanya ada beberapa pedagang lain yang ikut menggelar dagangan di sana. Namun, hari itu ia hanya seorang diri.

"Enggak tahu juga yang lain ke mana, biasanya ada yang jualan minum gitu juga, saya suka beli kopinya. Mungkin hari ini pada enggak jualan karena takut diciduk petugas lagi," kata pria yang pernah bekerja sebagai petugas tata usaha (TU) di sebuah yayasan yang ada di Cikini, Jakarta Pusat.

Meskipun usianya sudah memasuki masa senja, tapi ia tetap memilih untuk mencari uang. Katanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia memilih berjualan tisu karena tidak perlu mengeluarkan modal yang besar.

Sebelumnya, ia juga pernah menjadi loper koran setelah masa tugasnya di yayasan tersebut telah selesai. Baginya, pekerjaan apapun akan dikerjakan, selama pekerjaan itu halal.

Abdul yang tinggal bersama saudaranya di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat itu pun tidak ingin merepotkan orang lain atau saudaranya karena usianya yang tidak muda lagi. Menurutnya, selama dirinya masih mampu beraktivitas, ia tidak ingin bergantung dengan orang lain.

Kunci sukses menurutnya pun terletak pada kejujuran seseorang dalam mengerjakan tugas atau tanggung jawab. Selain itu, dibutuhkan pula niat dan keikhlasan untuk menjalaninya.

Ia dan sang isteri sudah lama bercerai. Walaupun sudah tidak terikat pernikahan, tetapi Abdul selalu meluangkan waktu sekali seminggu berkumpul bersama ketiga putri dan mantan isterinya yang berdomisili di Cililitan, Jakarta Timur.

Waktu berkumpul itu mereka habiskan untuk makan bersama. Ketika sore hari, Abdul akan kembali ke tempat tinggalnya. "Menjalin silaturahmi itu penting, apalagi sama keluarga. Dengan orang lain pun harus begitu, jangan sampai ada selisih paham," tutur dia.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement