Rabu 03 Oct 2018 04:45 WIB

Penyebab Angka Perceraian di Purwakarta Tinggi

Pendidikan berumah tangga perlu dikenalkan dan diajarkan sejak dini.

Rep: ita nina winarsih/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah warga mengurus proses perceraian di pengadilan.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah warga mengurus proses perceraian di pengadilan.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Dinas Penanggulangan Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta melansir tingginya angka perceraian akibat ketidaksiapan dalam pasangan suami istri membangun rumah tangga. Padahal, dalam membangun rumah tangga diperlukan kematangan mental, sosial dan ekonomi.

Akan tetapi, banyak pasutri yang memilih bercerai gara-gara tidak siap melanjutkan rumah tangga tersebut. Kepala Bidang Ketahanan Keluarga, Dinas Penanggulangan Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta Fata Faridulhisan mengatakan dalam membangun keluarga harus direncanakan dan komitmen yang kuat. Selain itu, ada delapan fungsi yang mendasari keluarga, seperti, fungsi agama, reproduksi, ekonomi, kasih sayang, dan perlindungan.

"Jika delapan fungsi rumah tangga itu ada yang tidak maksimal. Maka, rumah tangganya bisa goyah. Akibatnya, timbul perceraian," ujarnya, kepada sejumlah media, Selasa (2/10).

Fata menuturkan, belum lama ini Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Purwakarta merilis sejak Januari hingga Agustus 2018, telah menerima laporan perkara sebanyak 1.227 laporan. Dari kasus itu, 909 perkara diputus cerai.

Hal itu, menyebabkan status janda dan duda ikut bertambah. Dan secara umum, 80 persen kasus merupakan cerai gugat yang dilayangkan istri kepada suaminya.

Terkait hal itu, instansinya akan terus melakukan upaya meminimalisasi kasus ini. Salah satunya, melalui pembinaan pada peran pramuka saka kencana, pusat informasi dan konseling remaja, penguatan mitra keluarga, serta mitra lainnya.

"Karena berbicara remaja, keluarga muda adalah berbicara masa depan. Peribahasa mengatakan, kesetiaan berarti ketulusan untuk menyimpan satu hati dalam hati," ujar Fata.

Dengan begitu, pendidikan berumah tangga perlu ditanamkan sejak dini. Supaya, ketika para pramuka atau remaja ini beranjak dewasa, dan mereka sudah siap berumah tangga maka mereka bisa menjalankan keluarganya sesuai delapan fungsi tadi.

Menurutnya, selama ini ketidakmampuan pasangan suami istri membina rumah tangga berawal dari situasi ketidaksiapan membangun rumah tangga. Namun, pasangan tersebut tetap memutuskan menikah sehingga potensi terjadinya cekcok berujung perceraian sangat tinggi.

"Misalnya, calon suami tidak siap secara ekonomi padahal dia wajib menjalankan fungsi ekonomi. Kalau fungsi itu tak jalan, wajar terjadi cerai gugat oleh istri," ujarnya.

Karena itu, pendidikan berumah tangga itu perlu dikenalkan dan diajarkan sejak dini. Selain itu, perlu digarisbawahi rumah tangga tak melulu fungsinya untuk reproduksi. Ada fungsi lain yang harus dijalankan. Jika delapan fungsi ini berjalan dengan baik, maka pondasi rumah tangga bisa kuat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement