Senin 24 Sep 2018 09:52 WIB

Tanah Karo, Potensi Catur Yang Terabaikan

Bekas juara dunia catur dari Belanda, Jan Timan, mengatakan karu gudang catur.

Suasana kolong Jembatan Layang Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (10/9), yang dipenuhi belasan warga bermain catur. ( Republika/Aditya Pradana Putra )
Suasana kolong Jembatan Layang Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (10/9), yang dipenuhi belasan warga bermain catur. ( Republika/Aditya Pradana Putra )

Oleh: Selamat Ginting, Jurnalis Republika.

Prof Dr Max Euwe, bekas juara dunia catur dari Belanda dan bekas presiden catur dunia FIDE, pernah mengatakan Tanah Karo, Indonesia akan menjadi pusat catur dunia.
Di kampung-kampung semua bermain catur. Pecatur kampung dari Tanah Karo, Marlep Ginting dibawa ke Belanda lawan Max Euwe pada 1930-an. Hasilnya remis. Dunia tercengang. 


Sebelumnya, penjajah Belanda menemukan Sinarsar Karo Karo, pecatur tradisional yang kerap mengunyah sirih. Pecatur kampung setara grandmaster. Namun tak bergelar GM atau Master Internasional FIDE, karena hanya bermain di kedai-kedai. Tentara Belanda tak pernah berhasil mengalahkannya.


Sayang jika Indonesia tidak mampu mengelola potensi tersebut. PB Percasi mesti serius mencari bibit catur dari Tanah Karo. Jangan lagi sekadar main di kedai-kedai, tarik ke tingkat nasional. Poles penampilannya dari tradisional menjadi modern. Kirim ke kejuaraan bertingkat hingga tingkat dunia.


Bukankah dari lima pemain tim olimpiade catur Indonesia pada era 1970-1980-an, tiga berasal dari Tanah Karo: Cerdas Barus, Monang Sinulingga, dan Nasib Ginting. 10 pecatur terbaik Indonesia, setidaknya 4-5 berasal dari Tanah Karo.


Max Euwe juga mengatakan pecatur hebat datang dari Rusia, Belanda, India dan Indonesia. Pernyataan itu juga dibuktikan bekas juara dunia catur dari Belanda, Jan Timan yang kagum pada Cerdas Barus, Cerdas yang tuna rungu bisa jadi grandmaster super, karena elo ratingnya saat itu di atas 2500. Maka kata Timan: "Karo gudang catur!"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement