Rabu 19 Sep 2018 18:13 WIB

Golkar Minta Penandaan Caleg Eks Koruptor tak Melawan UU

Golkar memprediksi partai bisa digugat oleh caleg.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Penyaringan caleg mantan koruptor
Foto: republika
Penyaringan caleg mantan koruptor

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai usulan untuk menandai calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba sebaiknya disesuaikan kepada peraturan perundang-undangan. Menurut Ace, meskipun memiliki semangat yang baik, namun usulan tersebut dianggap bertentangan dengan UU.

"Prinsipnya kami akan mematuhi aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan UU. PKPU itu disusun sebagai turunan dari UU. Soal tanda khusus tersebut, seharusnya dikembalikan pada UU," ujar Ace kepada wartawan, Rabu (19/9).

Sebab, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 hanya mengatur ketentuan caleg harus mengumumkan bahwa ia pernah menjadi napi dan telah menjalani hukuman. Karenanya, jika KPU hendak mengadopsi usulan tersebut, sebaiknya dikonsultasikan ke pembuat UU yakni DPR.

"Ya sebaiknya dikonsultasikan dengan Komisi II DPR," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR tersebut.

Sebab ia khawatir jika ketentuan tersebut diatur dan tidak sesuai dengan perundangan, rawan digugat oleh pihak yang merasa dirugikan."Sebaiknya demikian," kata Ace.

Ketua DPP Partai Golkar lainnya yang juga Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menilai ketentuan menandai caleg eks koruptor dalam surat suara bertentangan dengan UU.

"Itu di UU itu kan hanya harus mengumumkan kepada publik tentang dia pernah tersangkut masalah dan sudah selesai menjalani masa hukuman, jangan dimodifikasi lagi karena nanti nasibnya bisa sama kayak PKPU kemarin," kata Amali.

Amali menyebut penandaan tersebut dapat diprotes oleh para caleg. Selain itu, partai akan digugat oleh caleg tersebut.

"Untuk menandai nanti bisa diprotes orang lagi karena di UU nggak ada ketentuan untuk itu, partai akan digugat oleh calegnya. UU itu hanya mengumumkan di media, selesai," katanya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengadopsi usulan agar menandai dan memberi keterangan kepada calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba. Itu jika partai politik ngotot tidak mencoret caleg eks koruptor dan dua tindak pidana lainnya dari daftar caleg yang diajukan parpol pasca putusan Mahkamah Agung.

"Apabila partai tidak mencoret, KPU mesti mengadopsi gagasan menandai atau memberi keterangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Deklarasi Fadli Ramadhanil dalam diskusi terkait Putusan MA dan Pencalonan Koruptor di Pemilu 2019 di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (16/9).

Menurut Fadli, penandaan kepada caleg eks koruptor sebagai upaya memberitahukan ke publik terkait calon yang tidak berintegritas. Sehingga publik tidak memilih para wakil rakyat tersebut.

Apalagi usulan penandaan ini juga pernah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"Gagasan ini harus diwujudkan secara serius jika parpol masih mencalonkan caleg itu, ini waktunya masih cukup untuk membuat model surat suara, itu nggak akan terlalu sulit," ujar Fadli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement