Selasa 18 Sep 2018 19:52 WIB

Caleg Eks Koruptor Harus Jujur ke Publik

Pemberitahuan kepada masyarakat jadi solusi pascaputusan MA.

Rep: Antara, Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan) danPeneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan) danPeneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon anggota legislatif pada Pemilu 2019 harus jujur memberitahukan kepada publik terkait riwayat hidupnya yang pernah korupsi. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan hal tersebut merupakan amanat undang-undang.

Titi mengatakan undang-undang mengatakan bahwa mantan narapidana harus terbuka dan jujur mengungkapkan dirinya sebagai mantan napi kepada publik. "Jadi, harus ada pengumuman di dokumen DCT dan TPS bahwa ada caleg mantan napi korupsi," kata Titi di Jakarta, Selasa (18/9).

Upaya pemberitahuan kepada masyarakat itu, menurut Titi, menjadi solusi tepat untuk saat ini ketika Mahkamah Agung (MA) membatalkan peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi caleg. "Supaya pemilih kita paham dan sadar betul atas konsekuensi pilihan yang akan mereka buat pada Pemilu 2019 mendatang," kata dia.

Gelagat untuk menutupi riwayat kelam para caleg tersebut sudah terlihat melalui analisa Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang menemukan 3.531 bakal caleg di Sistem Informasi Pencalonan (Silon) tidak mengunggah data diri. Bakal caleg tanpa data diri tercatat sebanyak 1.457 orang dan bakal caleg yang tidak mau mempublikasikan riwayat dirinya ada 2.074 orang.

Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay menduga ketiadaan data diri dan latar belakang profil caleg akibat adanya riwayat kasus pidana dan korupsi yang menjerat para bakal caleg. "Bagi saya aneh kalau ada balon (bakal calon) yang tidak mau memberi informasi tentang dirinya, yang sifatnya masih standar, dipublikasikan. Yang tidak mau dipublikasikan itu bisa jadi mereka ada informasi yang mau disembunyikan," ujar Hadar.

photo
Anggota Bawaslu Fritz Siregar di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9). (Republika/Bayu Adji)

Terpisah, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan ada 37 mantan narapidana yang sudah diloloskan menjadi bakal caleg berdasarkan putusan sengketa penetapan daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2019. "Di antara 37 mantan narapidana yang lolos itu, tiga orang merupakan calon anggota DPD," ujar Fritz kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9).

Dengan demikian, ada 34 orang mantan narapidana yang mendaftar sebagai bacaleg DPRD provinsi, kabupaten dan kota yang sudah diloloskan Bawaslu.  Fritz menegaskan jika 37 orang ini tidak hanya terdiri dari mantan narapidana korupsi. 

"Campuran ya, baik mantan narapidana korupsi maupun mantan narapidana lainnya (kejahatan seksual kepada anak dan bandar narkoba)," tutur dia.

Bawaslu menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA) atas nasib tiga mantan narapidana tersebut kepada KPU. Tindak lanjut yang dimaksud, yakni meneruskan pelaksanaan putusan Bawaslu dan jajarannya di daerah yang meloloskan 37 mantan narapidana menjadi bakal caleg. 

"KPU sudah terima salinan putusan MA itu pada Senin (17/9) malam. Saya rasa KPU sudah punya dasar untuk melaksanakan putusan itu. Sekarang bola ada di KPU," tegas Fritz. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement