Kamis 23 Aug 2018 00:12 WIB

Selalu Ada Harapan untuk Bisa Produksi Vaksin Halal

Percayakan fatwa pada MUI sebagai pihak yang berwenang.

Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Measles Rubella (MR) yang akan disuntikkan kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwi Murdaningsih*

Pada Senin (20/8), Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR dari Serum Institute of India (SII) untuk imunisasi. Menurut Komisi Fatwa MUI, vaksin MR mengandung unsur haram tapi saat ini boleh digunakan.

Fatwa ini dikeluarkan beriringan dengan program pemerintah yang kembali melaksanakan kampanye imunisasi MR fase 2 mulai 1 Agustus. Hukum ini dibolehkan penggunaan vaksin MR karena keyakinan tentang bahaya yang ditimbulkan seandainya tidak diimunisasi.

Di samping itu, saat ini belum ada vaksin yang halal. Kebolehan penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika sudah ditemukan ada vaksin lain yang halal dan suci.

Pemerintah tetap wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Dalam fatwa itu, MUI merekomendasikan produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksinnya.

Bicara mengenai vaksin dan imunisasi, kedua hal itu cukup akrab bagi para ibu. Badan anak panas dan pegal-pegal pascaimuniasi adalah hal yang lumrah.

Bagi sebagian orang tua, melihat anak rewel setelah imuniasi adalah hal yang cukup memilukan. Begitu pula bagi saya. Saya sering merasa ikut ngilu ketika anak merintih usai diimunisasi.

Tapi kadang, seorang memang ibu harus 'tega'. Ibu harus tega melihat anaknya menjerit ketika disuntik atau rewel setelah imuniasi demi kebaikan anak di masa depan. Betapa sudah banyak contoh kasus anak meninggal terkena campak atau penyakit lain karena tidak mendapatkan imunisasi. Tentu imuniasi ini untuk mencegah mudhorot yang lebih besar di kemudian hari.

Imunisasi adalah ikhtiar agar anak tidak terkena penyakit tertentu yang dampaknya bisa mematikan di masa depan. Perlu diingat, anak harus dalam keadaan sehat ketika diimunisasi sehingga tubuhnya siap mendapatkan ‘bakteri atau virus yang dilemahkan’ agar sistem imunnya bekerja dengan baik ketika virus yang sesungguhnya datang menyerang.

Namun, keresahan masyarakat mengenai ada unsur yang tidak halal di dalam pembuatan vaksin perlu ditanggapi serius oleh negara. Negara harus terus mengupayakan, bagaimana caranya agar vaksin bisa halal mulai dari bahan-bahannya, proses hingga hasil akhirnya.

Tidak ada yang tidak mungkin untuk bisa mengganti unsur haram yang ada dalam katalis pembuatan vaksin. Penelitian kini semakin maju. Riset mengganti bahan nonhalal harus terus dilakukan meskipun diakui bahwa penelitian membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Sebagai informasi, unsur haram pada vaksin ada pada katalis. Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi yang dalam praktiknya, katalis tersebut akan dilarutkan sehingga tidak akan tersisa dalam vaksin yang dihasilkan.

Tuhan Maha baik. Dalam keadaan darurat, daging yang sifat aslinya haram bisa menjadi halal jika dimakan dalam keadaan terpaksa atau mengancam nyawa seseorang jika ditinggalkan. Begitu pula dengan imunisasi ini.

Meskipun ada unsur tidak halal, MUI memperbolehkan dilakukan imunisasi MR karena belum ada alternatif vaksin lain untuk mencegah penyakit itu. Mari percayakan fatwa boleh digunakan dan tidak boleh digunakan kepada yang berwenang yaitu MUI.

Semoga ikhtiar imunisasi bisa menjauhkan anak-anak kita dari bahaya penyakit yang mengancam di masa depan.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement