Senin 06 Aug 2018 04:02 WIB

Menambal Ekonomi yang Bocor

Negara tidak bisa memaksa DHE kembali ke Tanah Air

Uang/ilustrasi
Foto: themutualfunds.net
Uang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolanda*

Akhir pekan ini kami sekeluarga dihebohkan dengan radiator mobil yang mengalami kebocoran. Akibatnya, kendaraan jadi cepat panas. Setelah dicek ke bengkel, titik bocornya tidak hanya satu, tapi banyak.

Kendaraan kelahiran 1989 itu akhirnya terpaksa parkir di bengkel selama penambalan radiator dan pipa-pipanya yang bocor. Tak hanya sehari, mobil kami mungkin harus menginap sampai sepekan.

Ngomong-omong soal bocor, kemarin Bapak Menko Perekonomian Darmin Nasution juga bahas soal itu. Namun, opung tentu saja tidak membicarakan perihal radiator yang bocor. Beliau mengatakan, ekonomi bocor. Kok bisa?Kebocoran ekonomi ini akibat devisa hasil ekspor (DHE) tidak kembali seutuhnya ke dalam negeri. Akibatnya, cadangan devisa tidak nambah.

Sebagai salah satu sumber penerimaan devisa, cuma 80 persen DHE yang dilaporkan ke bank domestik. Sayangnya, dari jumlah itu, hanya 15 persen dikonversi menjadi rupiah. Sisanya disimpan dalam bentuk deposito atau giro dalam bentuk dolar AS. Padahal, kalau saja DHE itu dibawa pulang dan ditukar dengan rupiah, hal itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Devisa ibarat tenaga bagi ekonomi negara. Kalau tenaganya tidak nambah, maka jalannya ya segitu-segitu saja.Namun masalahnya, negara tidak bisa memaksa DHE kembali ke Tanah Air lantaran Indonesia menganut rezim devisa bebas. Hal ini sudah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa.

Lalu solusinya? Pemerintah hanya bisa membujuk eksportir untuk memarkirkan uang mereka ke negeri sendiri alih-alih di luar negeri. Membujuk bukan berarti memaksa karena tidak ada aturannya.

Merevisi undang-undang? Bisa saja, tapi kata mantan gubernur Bank Indonesia tersebut pemerintah belum berencana merevisi undang-undang tersebut.

Mungkin, pemerintah bisa memberikan insentif bagi pelaku usaha. Insentif pajak, mungkin, atau apapun yang tentunya win win solution. Namun, Darmin mengaku belum menemukan formula yang pas untuk persoalan ini.

Kalau persoalan rupiah, tentunya masih ada cara lain buat menguatkannya. Salah satunya dengan memperbanyak rupiah beredar. Artinya apa? Mbak-mbak dan mas-mas yang masih simpan dolar, ditukar dong dolar-nya jadi rupiah. Jangan simpan dolar karena dia tidak bakal beranak.

Kemudian, beli produk lokal. Ini penting sekali karena dampaknya cukup terasa. Jangan terpancing artis ini pakai brand Eropa, lalu kita juga ikut pakai brand itu. Itu artinya kita sedang menyerahkan uang ke negara penghasil brand tersebut. Padahal, kualitasnya juga tidak kalah dengan brand lokal. Bahkan, brand luar banyak juga yang jahit di Indonesia lalu pasang merek di negaranya dan diklaim produk mereka.

Daripada pakai sepatu Luis Vuitton mending beli sepatu di Cibaduyut Bandung. Pak Habibie beli sepatu di situ, lho.

Memang, kontribusinya tak akan sebesar DHE. Tapi, kalau 250 juta penduduk Indonesia sepakat dan mufakat pakai brand lokal, tak akan lari rupiah ke luar negeri kan?

Lalu apa hubungannya radiator mobil saya dengan kebocoran ekonomi? Sejujurnya tidak ada sih. Mekaniknya bilang kalau radiatornya harus diganti. Saya pun mempercayakan sepenuhnya nasib radiator saya kepada si bapak ahli mesin sambil berbisik, "Pak, belinya yang lokal saja ya, jangan impor, mahal."

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement